Diagnosis Sindrom Koroner Akut
Diagnosis sindrom koroner akut ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan factor risiko yang dikombinasikan dengan hasil EKG dan enzim jantung. Walau demikian, dokter harus mengingat bahwa pada unstable angina, hasil EKG dan enzim jantung dapat tetap normal.
Riwayat Penyakit
Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien antara lain:
- Nyeri dada, 20-25% dari keseluruhan nyeri dada yang ditemukan pada pada pasien di ruang gawat darurat merupakan pasien sindroma koroner akut.[8,9] Nyeri seperti terhimpit atau tertindih beban berat dan berlangsung lebih dari 15 menit. Nyeri juga seperti panas yang menjalar dari perut. Nyeri dada kadang dapat berkurang dengan pemberian nitrogliserin yang mengindikasikan nyeri merupakan nyeri kardiak dan dapat dibedakan dengan nyeri akibat lambung dengan pemberian antasida[9]
- Nyeri menjalar ke lengan kiri, namun penjalarannya dapat juga ke bahu kiri atau rahang kiri
- Mual hingga muntah akibat rangsangan vagal
- Keringat dingin
- Sesak napas
Gejala lainnya yang dapat muncul adalah:
- Pusing
- Hilang kesadaran
Faktor Risiko
Dokter juga harus menilai faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan serangan sindroma koroner akut, antara lain:
- usia tua di atas 45 tahun
- laki-laki dua kali lebih berisiko dibanding perempuan, namun tren menunjukkan risiko pada perempuan juga cenderung meningkat[5]
- gaya hidup sedenteri
- perokok
- obesitas
- diabetes melitus
- dislipidemia
- hipertensi[3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus segera dilakukan pada kecurigaan sindroma koroner akut. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah:
- Tanda-tanda vital, perlu diwaspadai jika terjadi takikardi, takipnue dan tanda-tanda syok kardiogenik
- Auskultasi
- Murmur pada regurgitasi mitral atau apabila terjadi peningkatan intensitas murmur yang sudah ada sebelumnya
- Bunyi jantung S3, S4
- Bunyi ronki pada paru
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari sindroma koroner akut antara lain:
- Perikarditis
- Tamponade jantung
- Emboli paru akut
- Tension pneumothorax
- Diseksi aorta
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk sindrom koroner akut mencakup elektrokardiogram, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan khusus.
Elektrokardiogram
Oklusi pada arteri koroner akan menyebabkan gangguan impuls listrik jantung sehingga pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) sangat penting untuk dilakukan. Pada sindroma koroner akut, terdapat beberapa perubahan EKG yang penting terutama pada segmen ST dan gelombang T.
Perbedaan ST elevation myocardial infarction dan non-ST elevation myocardial infarction (STEMI dan NSTEMI) adalah adanya elevasi segmen ST pada STEMI. Sebagian kecil pasien dengan unstable angina dan NSTEMI memiliki gambaran EKG yang normal. Perubahan pada segmen ST maupun T inversi pada hasil EKG pada saat disertai gejala menunjukkan bahwa terdapat penyakit kardiovaskular yang serius.[2] EKG pada unstable angina dan NSTEMI sering menunjukkan gambaran iskemik berupa depresi segemen ST dan atau inversi gelombang T.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sampel darah yang sangat penting adalah pemeriksaan biomarker yaitu enzim jantung. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan enzim tersebut adalah waktu pemeriksaan setelah onset serangan. Enzim jantung tidak serta merta muncul dalam darah segera setelah onset, dan enzim jantung juga akan menghilang setelah beberapa waktu tertentu. Pemeriksaan enzim jantung penting dalam mendiagnosis sindroma koroner akut. Pada unstable angina tidak didapati peningkatan enzim jantung, sementara pada NSTEMI terjadi peningkatan enzim jantung.[10]
Troponin:
Troponin merupakan enzim jantung yang penting untuk diperiksa. Troponin T yang meningkat kadarnya dalam darah setelah 4 sampai 9 jam setelah serangan sindrom koroner akut dan mencapai puncak pada jam ke-12 sampai 24 jam. Kadar troponin T tersebut bertahan dalam darah selama 7 sampai 14 hari.[2]
Troponin merupakan protein yang didapati pada miokardium dan dilepaskan ke dalam darah apabila terjadi iskemik pada miokardium. Kadar troponin Subunit Troponin terbagi dua yakni:
- Troponin I
- Troponin T
Panduan AHA/ACC tahun 2014 menganjurkan pemeriksaan kadar troponin pada 3-6 jam setelah onset gejala.[11] Pemeriksaan tersebut dilakukan bila menggunakan pemeriksaan troponin secara kontemporer yang pada umumnya tersedia luas.
Pemeriksaan yang terbaru yaitu high-sensitive troponin. Pemeriksaan ini dapat dilakukan mulai dari 1 jam setelah onset dan memiliki sensitifitas yang tinggi. Alat pemeriksaan troponin terbaru mampu mendeteksi troponin hingga 3 ng/L sehingga nilai cut-off troponin dapat diturunkan sehingga sensitifitas pemeriksaan kadar troponin terhadap NSTEMI meningkat.[12] Pemeriksaan high-sensitive troponin (hsT) tersebut juga memberikan keluaran yang baik terhadap penurunan mortalitas pasien dengan sindroma koroner akut.[13]
Tingginya sensitifitas kadar troponin 1 jam setelah onset tidak diikuti spesifisitas yang cukup tinggi sehingga pemeriksaan kadar troponin 3 jam dan 6 jam setelah onset tetap perlu dilakukan karena pada baik sensitifitas dan spesifisitasnya sama-sama tinggi.[12] Perubahan kadar troponin yang mutlak pada pemeriksaan secara serial memiliki akurasi yang tinggi untuk infark miokardium.
Biomarker Lainnya:
Mioglobin, meningkat dalam 20 jam sejak onset dan mencapai kadar puncaknya setelah 3-4 jam namun menghilang setelah 24 jam. Mioglobin tidak dianjurkan untuk diperiksa karena karena kardiospesifisitasnya yang rendah.[13] Selain itu pemeriksaan ini tidak tersedia luas.
CK-MB (creatinin kinase MB), meningkat setelah 3 jam setelah onset dan mencapai kadar puncaknya setelah 12 jam dan bertahan selama 5 hari dalam darah.
Panduan AHA/ACC 2014 menyatakan bahwa pemeriksaan mioglobin dan CKMB tidak bermanfaat, karena sensitifitasnya yang rendah dan secara global pemeriksaan troponin yang sensitifitasnya tinggi sudah tersedia.
Saat ini juga ditemukan biomarker baru, cardiac myosin-binding protein C (cMyC) yang telah diteliti sebagai marker untuk mendeteksi infark miokard akut.
Pemeriksaan Darah Lainnya:
Pemeriksaan darah lainnya yang penting dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan panel metabolik. Pemeriksaan darah lengkap dapat menilai ada tidaknya anemia yang dapat memperburuk prognosis pasien. Pemeriksaan metabolik yang perlu dilakukan berupa kadar kolesterol, terutama LDL, kadar glukosa darah, dan fungsi tiroid.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks dapat berguna untuk melihat kardiomegali, komplikasi sindroma koroner akut seperti edema paru pada gagal jantung. Pada edema paru dapat terjadi gangguan hemodinamik. Bila terdapat gangguan hemodinamik, pemeriksaan foto toraks sangat membantu.[2] Selain itu foto toraks dapat menyingkirkan gejala lain yang menyebabkan nyeri dada, seperti pneumotoraks.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut. Melalui pemeriksaan ekokardiografi dapat ditentukan status kontraktilitas dari jantung pasien. Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat melihat komplikassi sindroma koroner akut yang muncul, yaitu regurgitasi mitral atau perburukan regurgitasi mitral.[14]
Angiografi koroner lebih bermanfaat pada pasien sindroma koroner akut dengan risiko thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) rendah yakni skor di bawah 3. Penilaian skor TIMI adalah sebagai berikut:
- Usia 65 tahun atau lebih (1 poin)
- 3 atau lebih faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (1 poin)\
- Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (1 poin)
- Riwayat stenosis koroner lebih dari 50% (1 poin)
- Lebih dari 1 kali episode angina pada saat istirahat dalam waktu kurang dari 24 jam (1 poin)
- Deviasi segmen ST (1 poin)
- Peningkatan enzim jantung (1 poin)[15,16,17]