Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut karyanti 2023-02-17T13:26:17+07:00 2023-02-17T13:26:17+07:00
Sindrom Koroner Akut
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut

Oleh :
dr. Qorry Amanda, M.Biomed
Share To Social Media:

Tujuan penatalaksanaan pada sindrom koroner akut adalah mencegah nekrosis sel-sel miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan miokardium. Pada pasien STEMI, reperfusi secepatnya dengan percutaneous coronary intervention (PCI) atau kateterisasi jantung adalah terapi lini pertama, bila dapat dilakukan dalam 120 menit dari onset gejala. Intervensi ini dapat dilakukan di fasilitas pelayanan tersier. Akan tetapi, apabila PCI tidak dapat dilakukan atau tertunda, maka fibrinolisis harus dilakukan.[80,81]

Pada UA dan NSTEMI, reperfusi diindikasikan bila berdasarkan perhitungan skoring thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) didapatkan hasil >3 atau global registry of acute coronary event (GRACE) >140.[17,78]

Terapi inisial pada pasien dengan SKA adalah morfin, oksigen, nitrat, dan aspirin atau MONA, yang diberikan sesuai indikasi. Selain itu, pasien harus disarankan untuk melakukan tirah baring. Setelah penatalaksanaan awal dilakukan, baru tata laksana definitif diberikan sesuai etiologi kardiak pada SKA.[1,17]

Berobat Jalan

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi gawat darurat yang butuh penanganan segera di instalasi gawat darurat, sehingga manajemen terapi tidak dilakukan secara berobat jalan. Pasien yang telah terkonfirmasi unstable angina, NSTEMI, maupun STEMI harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk manajemen terapi yang komprehensif.[22]

Skoring GRACE dapat dilakukan pada SKA untuk mengidentifikasi risiko kematian dan infark miokard saat perawatan di rumah sakit dan setelah 6 bulan onset. Skoring ini meliputi usia, denyut jantung, tekanan darah sistolik, kreatinin, gagal jantung kongestif dari klasifikasi Killip, cardiac arrest, deviasi segmen ST, dan peningkatan kadar cardiac marker. Keputusan untuk berobat jalan pada SKA diambil menurut skoring ini.[17,69,71]

Persiapan Rujukan

Persiapan rujukan pada SKA dilakukan dengan awalnya melakukan terapi inisial sesuai indikasi, yang meliputi tirah baring, morfin, oksigen, nitrat, dan aspirin. Seluruh pasien SKA idealnya harus dirawat di fasilitas yang dapat melakukan tindakan revaskularisasi dan reperfusi. Pada fibrinolisis, terdapat istilah persiapan rujukan door to needle, sementara pada tindakan reperfusi primary percutaneous coronary intervention (PCI) terdapat istilah persiapan rujukan door to balloon.[23,69]

Waktu yang diperlukan baik untuk rujukan door to needle atau door to balloon harus seminimal mungkin mengingat terjadi peningkatan risiko kematian sel kardiosit seiring dengan semakin tertundanya terapi definitif. Pada STEMI, waktu maksimal dilakukan PCI adalah <2 jam sejak onset sementara pada NSTEMI bergantung pada stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI atau GRACE.[23]

Infark Miokard dengan ST-Elevasi (STEMI)

Prinsip terapi definitif pada STEMI adalah reperfusi secara farmakologi atau nonfarmakologi. Reperfusi dengan fibrinolitik pada STEMI sebaiknya dilakukan ≤30 menit, sedangkan primary PCI sebaiknya dilakukan dalam ≤90 menit atau ≤60 menit apabila onset nyeri dada <120 menit. Defibrilator sebaiknya sudah disediakan pada pasien dengan infark miokard.[17]

Penentuan primary PCI dipertimbangkan berdasarkan jarak tempuh ke fasilitas yang menyediakan layanan PCI. Bila jarak ke rumah sakit dari fasilitas pelayanan primer memiliki waktu tempuh >2 jam, maka fibrinolitik yang lebih dipilih. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan, pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas PCI.[2,17]

Reperfusi dapat tetap dilakukan dalam 12 jam dari onset gejala. Akan tetapi, bila >12 jam dan temuan klinis masih mengarah ke iskemik, maka reperfusi dapat tetap diindikasikan. Pada kondisi dimana terapi reperfusi dengan PCI tidak mungkin dilakukan, terapi reperfusi dengan fibrinolitik diberikan sebaiknya dalam waktu 10 menit sejak diagnosis STEMI ditegakkan. Diagnosis STEMI dianjurkan tegak dalam waktu 10 menit sejak kontak medis pertama.[2,17]

gambar 1 ska

Gambar 1. Algoritme Penanganan pada STEMI Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika, 2022.[17]

Infark Miokard tanpa ST-Elevasi (NSTEMI)

Langkah pertama dalam penanganan infark miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI) adalah menentukan stratifikasi risiko pasien berdasarkan kriteria GRACE maupun TIMI. Stratifikasi risiko ini ditentukan terutama dilakukan untuk mempertimbangkan apakah pasien perlu dilakukan angiografi segera atau <2 jam, dalam 24 jam, dalam 72 jam, atau tidak diperlukan tindakan angiografi maupun angiografi elektif.[2,17]

Tabel 2. Kriteria untuk Menentukan Strategi Invasif pada NSTEMI

Risiko Sangat Tinggi
Kondisi hemodinamik tidak stabil / syok kardiogenik
Nyeri dada rekuren / sedang berlangsung
Aritmia yang mengancam jiwa / henti jantung
Komplikasi mekanik infark miokardium
Gagal jantung akut
Perubahan gelombang ST-T yang dinamis, rekuren, terutama dengan elevasi ST intermiten
Risiko Tinggi
Peningkatan / penurunan troponin
Perubahan gelombang ST/T yang dinamis (simtomatis / asimtomatis)
Skor GRACE > 140
Risiko Intermediate
DM Insufisiensi ginjal eGFR <60 ml/menit/1,73 m2

LVEF < 40% atau gagal jantung kongestif
Angina pasca infark dini
PCI
CABG
Skor risiko GRACE > 109 - < 140
Risiko Rendah
Karakteristik lain yang tidak disebut di atas

Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika. 2022.[17]

gambar 2 ska

Gambar 2. Langkah Manajemen pada NSTEMI Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika, 2022.[17]

Pasien NSTEMI dengan risiko sedang harus menjalani pemeriksaan lebih jauh untuk mengkonfirmasi status NSTEMI. Sementara pasien NSTEMI dengan risiko rendah harus menjalani pemeriksaan klinis dan cardiac marker secara lebih mendalam. Pasien kelompok ini dapat diberikan terapi kombinasi aspirin, clopidogrel, beta-blocker seperti bisoprolol, dan unfractionated heparin atau low molecular weight heparin (LMWH). Terapi kombinasi ini diberikan berdasarkan klinis dan bukan sekaligus secara bersamaan.[17]

Pada pasien risiko tinggi dan sangat tinggi harus segera dilakukan strategi invasif. Strategi invasif yang dimaksud dalam pengelolaan NSTEMI adalah pemeriksaan angiografi koroner dengan tujuan akhir melakukan revaskularisasi baik dengan percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG).[2,17]

Tujuan strategi invasif angiografi koroner yang dilakukan pada NSTEMI adalah sebagai berikut:

  • Mengkonfirmasi diagnosis SKA yang disebabkan oleh obstruksi pembuluh darah epikardial pada penyakit jantung koroner untuk dasar pertimbangan terapi antitrombotik
  • Mengidentifikasi lesi penyebab
  • Memastikan indikasi revaskularisasi koroner dan kelayakan dilakukannya PCI dan CABG
  • Menentukan stratifikasi risiko jangka pendek dan panjang melalui skor TIMI atau GRACE.[2,17]

Bagan di bawah ini menunjukkan waktu dilakukannya strategi invasif angiografi berdasarkan stratifikasi risiko.[17]

gambar 3 ska

Gambar 3. Langkah Manajemen pada NSTEMI Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika, 2022.[17]

Strategi konvensional yang dilakukan pada NSTEMI mencakup terapi farmakologis diikuti dengan pemeriksaan pencitraan kardiovaskular non invasif. Terapi farmakologis pada penanganan NSTEMI adalah anti-iskemia (beta-blocker, nitrat dan penyekat kanal kalsium), anti-platelet, antikoagulan, angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI), dan statin.[2,17]

Tabel 3. Skor The Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) untuk Menentukan Kemungkinan terjadi Iskemia dan Mortalitas pada UA dan NSTEMI

Karakteristik Skor Risiko
Riwayat Klinis
Usia ≥ 65 tahun 1
Memiliki setidaknya 3 faktor risiko untuk penyakit arteri koroner 1
Riwayat stenosis koroner ≥ 50% 1
Konsumsi aspirin dalam 7 hari terakhir 1
Manifestasi Klinis
Mengalami sedikitnya 2 episode angina pektoris dalam 24 jam terakhir 1
Terdapat elevasi segmen ST pada pemeriksaan EKG saat pertama masuk RS 1
Mengalami peningkatan serum cardiac marker (troponin, CKMB) 1
Total Skor 0-7

Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika. 2022.[3]

Unstable Angina (UA)

Terapi utama pada unstable angina (UA) adalah memperbaiki perfusi arteri koroner. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian aspirin dalam 30 menit pertama dengan dosis 162 sampai 326 mg per oral atau 300 mg suppositoria/per rektal. Apabila pasien tidak dapat mentoleransi aspirin, misalnya pada alergi NSAID, maka clopidogrel dapat diberikan sebagai alternatif.

Terapi lainnya yang dapat diberikan pada UA adalah nitrogliserin, beta-blocker seperti bisoprolol untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokardium, obat golongan statin seperti simvastatin atau atorvastatin, serta low atau high molecular weight heparin. Pemberian obat golongan statin diindikasikan pada SKA tanpa memandang profil lipid pasien.

Kateterisasi jantung diindikasikan pada UA bila terdapat syok kardiogenik, penurunan fraksi ejeksi, nyeri dada menetap setelah diberi pengobatan medikamentosa atau angina refrakter, regurgitasi mitral baru, dan aritmia dengan kondisi klinis tidak stabil [62]

Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa merupakan terapi awal yang harus diberikan pada SKA, yang meliputi morfin untuk kontrol nyeri, nitrogliserin, dan aspirin. Selain itu, clopidogrel dan beta-blocker seperti bisoprolol juga dapat diberikan sesuai klinis.

Terapi Awal

Terapi medikamentosa awal untuk sindrom koroner akut (SKA) adalah nitrat, morfin, dan aspirin. Terapi inisial ini merupakan terapi yang wajib diberikan pada SKA. Tabel di bawah ini adalah rincian dosis pemberiannya sesuai rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).[17,69,78]

Tabel 4. Terapi Inisial yang Wajib pada SKA

Terapi Inisial (Wajib) pada SKA Dosis
Nitrat

Sediaan Sublingual:

NTG: 0,3 sampai 0,6 mg atau ISDN 2,5 sampai 15 mg diulang sampai 3 kali dengan jarak 5 menit

Sediaan Infus:

NTG 5 mcg/menit IV dan titrasi perlahan hingga 200 mcg/menit

Morfin 1 sampai 5 mg IV dapat diulang setiap 10 sampai 30 menit, apabila nyeri sebagai pilihan terakhir
Aspirin (antiplatelet) 160 sampai 320 mg tablet kunyah

Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika.2022.[17]

Terapi Lanjutan

Setelah pemberian MONA pada terapi inisial, dapat ditambahkan agen penghambat reseptor adenosine difosfat (ADP), yakni berupa clopidogrel 300 mg loading dose dilanjutkan dosis pemeliharaan 75 mg per hari, atau ticagrelor 180 mg loading dose dilanjutkan dosis pemeliharaan 90 mg sebanyak 2 kali per hari. Ticagrelor dianjurkan daripada clopidogrel pada pasien STEMI yang akan menjalani terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.[1,17]

Terapi Medikamentosa yang Digunakan dalam Sindrom Koroner Akut (SKA)

Obat-obatan yang terlibat dalam manajemen SKA termasuk kelompok obat-obatan antiplatelet, inhibitor adenosin diphosphatase (ADP) receptor seperti clopidogrel dan ticaglerol, nitrat, analgesik, beta-bloker, antikoagulan, fibrinolitik, ACEI, dan statin.[2,24]

Antiplatelet:

Pemberian antiplatelet, yaitu aspirin dalam SKA di IGD diberikan dengan dosis sebesar 160 sampai 324 mg per oral dikunyah. Aspirin juga dapat diberikan secara supositoria pasien tidak dapat mengkonsumsi sediaan per oral. Setelah diberikan di penanganan awal, aspirin dapat dikombinasi dengan clopidogrel atau ticagrelor diberikan dalam dosis maintenance untuk jangka panjang.

Antiplatelet bekerja dengan menghambat trombosit untuk menggumpal. Penggunaan aspirin harus diawasi pada pasien yang memiliki risiko tinggi mengalami perdarahan saluran cerna dan intrakranial, karena dapat meningkatkan risiko perdarahan. Aspirin juga tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki reaksi alergi terhadap NSAID, seperti ibuprofen karena memiliki cross-reactivity.[1,2,17,20]

Tabel 5. Contoh Obat Golongan Antiplatelet dan Dosisnya

Obat Antiplatelet Dosis Maintenance Jangka panjang
Aspirin 75 sampai 100 mg per hari
Ticagrelor 2x90 mg
Clopidogrel 75 mg per hari

Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika. 2022.[17]

Aspirin seringkali dikombinasi dengan penghambat reseptor ADP, seperti clopidogrel atau ticagrelor diberikan sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi seperti risiko perdarahan.

Ticagrelor lebih disukai dibandingkan clopidogrel. Pemberian clopidogrel yang dikombinasi dengan aspirin atau dual antiplatelet therapy (DAPT) juga diberikan bersamaan dengan proton pump inhibitor (PPI) pada kelompok pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum atau berusia > 65 tahun.[2,17]

Pemberian clopidogrel dalam DAPT bila dikombinasi dengan antikoagulan untuk fibrinolitik, maka dilakukan dengan loading dose 300 mg per oral diikuti dosis rumatan 75 mg/hari. Pada pasien usia berusia 75 tahun atau lebih, loading dose dan dosis rumatan 75 mg/hari.[17]

Antikoagulan:

Antikoagulan bekerja dengan menghambat faktor koagulasi untuk membuat clotting atau bekuan darah. Contoh antikoagulan yang disarankan dalam SKA adalah fondaparinux dan enoxaparin. Fondaparinux lebih aman daripada enoxaparin, sehingga enoxaparin disarankan untuk diberikan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah bila fondaparinux tidak tersedia. Heparin tidak terfraksi (UFH) atau heparin berat molekul rendah (LMWH) diindikasikan bila fondaparinux dan enoxaparin tidak tersedia.[2,17]

Tabel 8. Contoh Obat Golongan Antikoagulan dan Dosisnya

Obat Antikoagulan Dosis
Fondaparinux 1,5 mg IV diikuti 2,5 mg subkutan 1x1 selama 8 hari atau sampai dipulangkan
Enoxaparin

Pada usia <75 tahun: 30 mg bolus IV diikuti dengan 1 mg/kg subkutan diulang setiap 12 jam sampai revaskularisasi atau dipulangkan dari RS selama maksimal 8 hari

Pada usia >75 tahun: Tanpa bolus IV, diberikan dalam dosis pertama 0.75 mg/kg subkutan dengan maksimal 75 mg per injeksi untuk 2 dosis subkutan pertama

Pada pasien dengan penurunan GFR <30 ml/menit/1.73 m2 tanpa memandang usia diberikan dosis subkutan (o.75 mg/kg) 1 kali setiap 24 jam.

Heparin tidak terfraksi (UFH)

60 u/kg bolus IV maksimal 4000 U

12 U/kg infus drip selama 24-48 jam dengan dosis maksimal

1000 u/jam dengan target aPTT 11/2-2X kontrol

Sumber: dr. Qorry Amanda, 2022[17]

Nitrat:

Pada penanganan SKA, obat golongan nitrat yang dipilih adalah nitrogliserin (NTG). Bila tidak ada NTG maka dapat diberikan isosorbid dinitrat (ISDN) sebagai alternatif. Pemberian NTG bertujuan untuk vasodilator dan mengurangi beban kerja jantung.[1,17,79]

Sediaan NTG dapat dalam bentuk sublingual atau drip. Pada setting kegawatdaruratan SKA di IGD, obat yang diberikan pertama adalah dalam bentuk sublingual dengan dosis 500 mcg yang dapat diulang maksimal 3 kali dalam jarak interval 5 menit. Pada kondisi tidak tersedianya NTG sublingual, ISDN dapat diberikan dalam dosis 5 sampai 20 mg diulang setiap 8 sampai 12 jam.[1,17,19]

Apabila pasien tidak memberikan respon pemberian NTG sublingual sampai 3 kali, maka selanjutnya dapat diberikan NTG drip intravena dimulai dari 5 mcg/menit dan titrasi perlahan. Dosis NTG tersebut dapat dinaikkan dalam 3 sampai 5 menit. Titrasi naik dosis NTG harus memperhatikan tekanan darah untuk risiko hipotensi. Pemberian NTG juga sebaiknya dihindari pada pasien dengan infark inferior.[1,17,19,79]

Pada kondisi infark dinding inferior, penggunaan nitrat dapat berpotensi menimbulkan hipotensi berat sehingga harus digunakan secara hati-hati. Selain itu, harus diperhatikan riwayat konsumsi obat-obatan seperti golongan phosphodiesterase inhibitor, seperti sildenafil, pada pasien sebelum diberikan nitrat. Pemberian nitrat pada pasien yang mengkonsumsi phosphodiesterase inhibitor berisiko menimbulkan vasodilatasi luas yang menyebabkan hipotensi berat.[1,17,19]

Hal yang harus lebih diperhatikan dalam melakukan pengawasan ketika memberikan nitrat pada pasien adalah tekanan darah sistolik pasien, terutama pasien hamil dan menyusui, pasien yang memiliki riwayat pengobatan diuretik seperti furosemide atau pasien lanjut usia dan memiliki riwayat klinis disregulasi sistem saraf otonom. Nitrat tidak boleh diberikan bila tekanan darah sistolik pasien < 90 mmHg.[1,17,19]

Analgesik:

Analgesik diberikan dalam bentuk morfin sulfat, dengan dosis 1 sampai 5 mg intravena yang dapat diulang setiap 10 sampai 30 menit. Morfin diberikan bila nyeri dada tidak membaik dengan pemberian obat golongan nitrat sublingual yang telah diulang 3 dosis dengan interval 5 menit.[1,17]

Pemberian morfin menurunkan aktivasi sistem saraf otonom yang disebabkan nyeri hebat, sehingga diharapkan membantu stabilisasi hemodinamik pada pasien infark miokardium. Morfin diketahui memiliki efek menurunkan frekuensi nadi, tekanan darah, dan venous return sehingga menurunkan oxygen demand pada miokardium.[1]

Penggunaan morfin harus hati-hati dilakukan pada pasien yang mengalami depresi sistem pernapasan atau memiliki komorbid berupa eksaserbasi asthma karena dapat semakin menekan pusat pernapasan. Penggunaan morfin juga harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien yang sedang mengkonsumsi monoamine oxidase inhibitor (MAOI), seperti phenelzine, karena dapat menimbulkan interaksi yang merugikan.[1]

Beta-blocker:

Beta-blocker terutama diberikan pada pasien NSTEMI dalam kondisi hipertensi dan takikardia selama tidak ada kontraindikasi seperti asthma bronkial atau gangguan konduksi atrioventrikular. Beta-blocker diberikan dalam 24 jam pertama. Beta-blocker yang dipilih adalah yang selektif reseptor beta-1. Di bawah ini adalah pilihan yang digunakan dalam kasus SKA.[17]

 Tabel 6. Contoh Obat Golongan Beta-bloker dan Dosisnya

Obat Beta Bloker Dosis
Atenolol 50-200 mg per hari
Bisoprolol 10 mg per hari
Metoprolol 50-200 mg per hari

Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika. 2022.[17]

Penyekat Kanal Kalsium:

Penyekat kanal kalsium atau calcium channel blocker (CCB) terdiri dari golongan dihidropiridin seperti amlodipine dan nifedipine, serta non-dihidropiridin seperti verapamil dan diltiazem. Perbedaan keduanya adalah, CCB dihidropiridin hanya sedikit memberikan efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node, sedangkan CCB non-dihidropiridin sebaliknya.[17,69]

Selain itu, penggunaan CCB dihidropiridin disarankan untuk pasien yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta, dengan tujuan mengurangi gejala. Sedangkan CCB non-dihidropiridin adalah untuk pasien NSTEMI yang kontraindikasi mendapat beta-blocker karena memiliki efek yang setara dengan beta-blocker, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai pengganti terapi beta-blocker.[17]

Tabel di bawah ini adalah obat calcium channel blocker (CCB) yang disarankan dalam SKA.

 Tabel 7. Contoh Obat Golongan Penyekat Kanal Kalsium dan Dosisnya

Obat Penyekat Kanal Kalsium Dosis
Amlodipin 5-10 mg per hari
Nifedipin 30-90 mg per hari
Verapamil 180-240 mg per hari dibagi 2-3 dosis
Diiltiazem 120-360 mg per hari dibagi 3-4 dosis

Sumber: dr. Qorry Amanda, 2022[17]

Fibrinolitik:

Fibrinolitik diberikan pada pasien STEMI yang tidak memungkinkan menjalani prosedur PCI kurang dari 2 jam sejak onset berlangsung. Fibrinolitik sebaiknya diberikan dalam 12 jam sejak onset awal gejala muncul. Pada terapi fibrinolitik, obat yang lebih dipilih adalah yang spesifik fibrin seperti tenecteplase, alteplase, dan reteplase, dibandingkan dengan streptokinase yang tidak spesifik fibrin. Jika strategi reperfusi yang dipilih adalah fibrinolitik, terapi di rumah sakit direkomendasikan agar dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis, yaitu dalam 30 menit.[17]

Dual antiplatelet therapy (DAPT) berupa aspirin dan clopidogrel serta antikoagulan, yaitu enoxaparin IV diikuti subkutan atau UFH IV diberikan terlebih dahulu sebelum fibrinolitik dilakukan.[17]

Tabel 9. Contoh Obat Golongan Fibrinolitik dan Dosisnya

Obat Golongan Fibrinolitik Dosis
Streptokinase 1,5 juta unit selama 30-60 menit
Alteplase (tPA)

15 mg IV bolus

Kemudian 0,75/kg IV (maksimal 50 mg) selama 30 menit

Kemudian 0,5 mg/kg (maksimal 35 mg) IV selama 60 menit

Reteplase (rPA) 10 unit + 10 unit bolus IV diberikan dalam interval 30 menit
Tenecteplase (TNK-tPA)

Bolus tunggal IV:

-       30 mg (6000 unit) untuk BB < 60 kg

-       35 mg (7000 unit) untuk BB 60 sampai < 70 kg

-       40 mg (8000 unit) untuk BB 70 kg sampai < 80 kg

-       45 mg (9000 unit) untuk BB 80 sampai < 90 kg

-       50 mg (10000 unit) untuk BB > 90 kg

Sumber: dr. Worry Amanda, 2022[17]

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi):

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) diberikan untuk mencegah remodeling miokardium dan antiaterosklerotik. Sebaiknya ACEi diberikan pada semua pasien NSTEMI terutama yang memiliki hipertensi, penyakit ginjal kronis, atau diabetes mellitus. Tabel di bawah ini adalah pemberian ACEi pada SKA.

Tabel 10. Contoh Obat Golongan ACEI dan Dosisnya

Obat ACEI Dosis
Captopril 2-3 x 6,25 mg – 50 mg
Enalapril 5-20 mg per hari dalam 1 atau 2 dosis
Lisinopril 2,5-20 mg per hari dalam 1 dosis

Sumber: dr. Qorry Amanda, 2022[17]

Statin:

Statin diberikan pada semua pasien NSTEMI atau UA tanpa melihat kadar LDL atau kolesterol awal. Terapi statin diberikan dalam dosis tinggi dan dimulai sesegera mungkin. Target LDL pada pemberian statin adalah <100 mg/dL.[2,17]

Tabel di bawah ini adalah pemberian statin pada SKA.

Tabel 11. Contoh Obat Golongan Statin dan Dosisnya

Obat Statin Dosis
Rosuvastatin 10-20 mg/hari
Atorvastatin 20-40 mg/hari

Sumber: dr. Qorry Amanda, Alomedika.2022.[17]

Pembedahan

Terapi pembedahan bagi SKA untuk tujuan revaskularisasi berupa tindakan      coronary artery bypass grafting (CABG) atau percutaneous coronary intervention (PCI).

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Pada pasien dengan sindrom koroner akut, terapi lini pertama untuk reperfusi adalah primary percutaneous coronary intervention (PCI). Hal ini karena PCI memberikan outcome yang lebih baik daripada reperfusi dengan fibrinolisis bila dilakukan sesuai dengan waktu dan oleh kardiologis yang berpengalaman.

Idealnya PCI sebaiknya dilakukan dalam within 90-120 menit dari onset, tapi dalam 12 jam dari onset gejala, PCI masih memberikan outcome yang lebih baik daripada fibrinolisis. Keuntungan dilakukannya primary PCI dibanding fibrinolisis lebih besar meskipun pasien berisiko tinggi untuk mengalami kematian, termasuk pasien yang dengan syok kardiogenik.[80]

Intervensi PCI dapat dilakukan di rumah sakit jantung dan rumah sakit besar lainnya di Indonesia. Akan tetapi, bila pasien tidak dapat mengakses PCI atau tertunda dilakukan PCI sampai lebih dari 120 menit, maka fibrinolisis harus dilakukan.

Studi pada tahun 2020 yang membandingkan antara fibrinolisis dengan primary PCI yang tertunda, yaitu >120 menit, pada hampir 4000 pasien STEMI menemukan bahwa, pasien tersebut memiliki outcome yang dinilai selama 5 tahun lebih buruk daripada yang mendapat fibrinolisis.[81]

Beberapa indikasi primary PCI diantaranya:

  • EKG yang menunjukkan iskemia sedang berlangsung
  • Nyeri disertai perubahan EKG yang dinamis
  • Nyeri disertai gejala dan tanda gagal jantung, syok, atau aritmia maligna
  • Terdapat kontraindikasi melakukan terapi fibrinolitik

Tidak disarankan melakukan PCI pada arteri yang telah tersumbat lebih dari 24 jam setelah muncul gejala pertama, serta pada pasien stabil, tanpa gejala iskemia, baik yang telah diberi fibrinolitik maupun belum.

Setelah PCI, untuk menurunkan risiko kejadian iskemik, termasuk stent trombosis, terapi antiplatelet harus dilakukan. Durasi terapi antiplatelet setelah PCI adalah 3-12 bulan, akan tetapi waktu yang tepat untuk memulai terapi antiplatelet masih diperdebatkan.[17]

Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)

Prinsip prosedur CABG adalah menggantikan arteri yang mengalami oklusi dengan cangkok dari pembuluh darah arteri atau vena dari bagian tubuh lain. Dengan demikian, pembuluh darah koroner yang telah mengalami sumbatan dapat tergantikan dengan pembuluh darah yang baru dan sehat, sehingga bisa mengembalikan fungsi perfusi jaringan miokardium.[25]

Prosedur coronary artery bypass grafting (CABG) dapat dilakukan secara robotik atau nonrobotik. Indikasi CABG diantaranya adalah:

  • Penyakit arteri koroner di bagian kiri melebihi 50%
  • Penyakit arteri koroner melibatkan 3 pembuluh darah dengan derajat lebih dari 70%
  • Penyakit arteri koroner melibatkan 2 arteri yang salah satunya merupakan left anterior descending artery

  • Terdapat satu atau lebih stenosis mencapai 70% dengan simptomatik angina berat meskipun telah diberi terapi medikamentosa maksimal
  • Terdapat satu penyakit arteri koroner dengan derajat > 70% pada pasien yang pernah mengalami ancaman kematian mendadak akibat penyakit jantung atau takikardi ventrikel yang menyebabkan iskemia[25]

Terapi Suportif

Beberapa terapi non farmakologi yang dapat bersifat preventif primer maupun sekunder untuk SKA adalah pemberian oksigen bila saturasi <95%, diet, dan aktivitas fisik.

Oksigen

Oksigen terutama diindikasikan pada pasien SKA yang mengalami hipoksemia, yaitu SaO2 <90% atau PaO2 <60 mmHg. Oksigen dapat diberikan melalui kanul dalam dosis 2 sampai 4 liter per menit (lpm) atau melalui face mask sesuai klinis desaturasi dan responsivitas pasien.[1,17,18]

Dalam penelitian meta-analisis dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan angka mortalitas pada pasien SKA dengan saturasi oksigen yang normal, sehingga pada keadaan ini suplementasi oksigen tidak diperlukan. Penelitian terbaru oleh Stewart et al. pada tahun 2021 mengkonfirmasi bahwa pemberian oksigen beraliran tinggi tidak mempengaruhi angka mortalitas pada pasien SKA.[1,17,18]

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemberian oksigen beraliran tinggi pada pasien SKA yang tidak mengalami hipoksia tidak memberikan keuntungan secara klinis. Pemberian oksigen beraliran tinggi tidak mempengaruhi angka mortalitas dalam 30 hari pasca diagnosis SKA ditegakkan di IGD.[13]

Diet

Diet mediterranean yang kaya akan serat dan kacang-kacangan dengan sumber protein utama dari ikan, bukan dari daging sapi, domba, kambing, atau ayam, serta rendah gula terbukti dapat menurunkan risiko kejadian SKA di masa mendatang.[63,64]

Demikian pula dengan dietary approach to stop hypertension (DASH) yang pada mulanya hanya digunakan untuk terapi nutrisi bagi penderita hipertensi. Pada penelitian meta-analisis kohort terbaru, DASH terbukti berperan menurunkan risiko penyakit arteri koroner, sehingga disarankan pada SKA.[65]

Komposisi makronutrien yang direkomendasikan oleh DASH diet dibagi berdasarkan persentase total intake kalori per hari, dimana karbohidrat sebanyak  55%, protein 18%, lemak total 27%, dan lemak jenuh 6%. Sedangkan untuk mikronutriennya, disarankan untuk diberikan natrium sebanyak 1500-2300 mg/hari, kalium 4700 mg/hari, magnesium 500 mg/hari, dan serat: 30 gr/hari [66]

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang dianjurkan pada SKA adalah melakukan 150 menit aktivitas intensitas sedang dalam satu minggu terbukti untuk menekan risiko kejadian kardiovaskuler. Selain itu, indeks massa tubuh harus ditekan di bawah 25 kg/m2 agar tidak mengalami peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, termasuk SKA.[26]

Merokok

Bagi perokok aktif disarankan untuk berhenti merokok dan dapat beralih menggunakan nicotine patch therapy (NRT). Nicotine patch therapy (NRT) merupakan salah satu bentuk nicotine replacement therapy dalam bentuk patch atau seperti tempelan seperti sticker yang dilekatkan pada kulit dan dapat melepaskan zat nikotin sedikit demi sedikit ke dalam darah. Hal ini dapat mengurangi craving atau withdrawal syndrome yang biasa terjadi pada saat berhenti merokok.[26,46]

Lain-lain

Diabetes mellitus (DM) atau toleransi glukosa terganggu (TGT) terjadi pada 20-30% pasien NSTEMI. Pada pasien SKA, kadar gula perlu dijaga agar tidak mengalami hiperglikemia atau >180-200 mg/dl dan hipoglikemia yaitu <90 mg/dl.[17]

Pengendalian diabetes mellitus (DM) menjadi terkontrol dapat menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler, termasuk SKA. Metformin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama untuk memperbaiki indeks glikemik darah pasien. Penggunaan statin direkomendasikan untuk pasien manapun berusia 40-75 tahun yang menderita DM tanpa memperhatikan kadar kolesterolnya.[26]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Gold SP Tampubolon

Referensi

1. Singh A, Museedi AS, Grossman SA. Acute Coronary Syndrome. In: StatPearls Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459157/
2. Shahjehan RD, Bhutta BS. Coronary Artery Disease.In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564304/
3. Coven, D.Acute Coronary Syndrome. Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview#a7
4. Zhang, L., Hailati, J., Ma, X., Liu, J., Liu, Z., et.al. Analysis of risk factors for different subtypes of acute coronary syndrome. The Journal of international medical research 2021, 49(5), 3000605211008326. https://doi.org/10.1177/03000605211008326
5. Morawska, I., Niemiec, R., Stec, M., Wrona, K., Bańka, P., et al. Total Occlusion of the Infarct-Related Artery in Non-ST-Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)-How Can We Identify These Patients?. Medicina (Kaunas, Lithuania) 2021, 57(11), 1196. https://doi.org/10.3390/medicina57111196
6. Akbar H, Foth C, Kahloon RA, et al. Acute ST Elevation Myocardial Infarction. In: StatPearls Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532281/
7. Mirza, A. J., Taha, A. Y., & Khdhir, B. R. Risk factors for acute coronary syndrome in patients below the age of 40 years. The Egyptian heart journal : (EHJ): official bulletin of the Egyptian Society of Cardiology 2018, 70(4), 233–235. https://doi.org/10.1016/j.ehj.2018.05.005
8. Ralapanawa, U., & Sivakanesan, R. Epidemiology and the Magnitude of Coronary Artery Disease and Acute Coronary Syndrome: A Narrative Review. Journal of epidemiology and global health 2018, 11(2), 169–177. https://doi.org/10.2991/jegh.k.201217.001
9. Kemenkes. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
10. Qanitha, A., Uiterwaal, C., Henriques, J., Mappangara, I., Idris, I., et.al. Predictors of medium-term mortality in patients hospitalised with coronary artery disease in a resource-limited South-East Asian setting. Open heart 2018, 5(2), e000801. https://doi.org/10.1136/openhrt-2018-000801
11. Jeger, R. V., Pfister, O., Radovanovic, D., Eberli, F. R., Rickli, H., et al. Heart failure in patients admitted for acute coronary syndromes: A report from a large national registry. Clinical cardiology 2017, 40(10), 907–913. https://doi.org/10.1002/clc.22745
12. Pei, J., Wang, X., Xing, Z., Chen, P., Su, W., et al. Association between admission systolic blood pressure and major adverse cardiovascular events in patients with acute myocardial infarction. PloS one 2020, 15(6), e0234935. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0234935
13. Stewart, R., Jones, P., Dicker, B., Jiang, Y., Smith, T., et al. High flow oxygen and risk of mortality in patients with a suspected acute coronary syndrome: pragmatic, cluster randomised, crossover trial. BMJ (Clinical research ed.) 2021, 372, n355. https://doi.org/10.1136/bmj.n355
14. Desta, D. M., Nedi, T., Hailu, A., Atey, T. M., Tsadik, A. G., et al. Treatment outcome of acute coronary syndrome patients admitted to Ayder Comprehensive Specialized Hospital, Mekelle, Ethiopia; A retrospective cross-sectional study. PloS one 2020, 15(2), e0228953. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0228953
15. McConaghy, J. R., Sharma, M., & Patel, H. Acute Chest Pain in Adults: Outpatient Evaluation. American family physician 2020, 102(12), 721–727.
16. Ramjattan NA, Lala V, Kousa O, et al. Coronary CT Angiography. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470279/
17. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. PERKI 2018. https://inaheart.org/wp-content/uploads/2021/07/Buku-ACS-2018.pdf
18. Stewart, R., Jones, P., Dicker, B., Jiang, Y., Smith, T., et al. High flow oxygen and risk of mortality in patients with a suspected acute coronary syndrome: pragmatic, cluster randomised, crossover trial. BMJ (Clinical research ed.) 2021, 372, n355. https://doi.org/10.1136/bmj.n355
19. Lee PM, Gerriets V. Nitrates. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545149/
20. Arif H, Aggarwal S. Salicylic Acid (Aspirin) In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519032/
21. Murphy PB, Bechmann S, Barrett MJ. Morphine. In: StatPearls Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526115/
22. Mirzaei, S., Steffen, A., Vuckovic, K., Ryan, C., Bronas, et.al. The association between symptom onset characteristics and prehospital delay in women and men with acute coronary syndrome. European journal of cardiovascular nursing 2020, 19(2), 142–154. https://doi.org/10.1177/1474515119871734
23. Petrovic L, Chhabra L. Selecting A Treatment Modality In Acute Coronary Syndrome. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544273/
24. Sotorra-Figuerola, G., Ouchi, D., García-Sangenís, A., Giner-Soriano, M., & Morros, R. Pharmacological treatment after acute coronary syndrome: Baseline clinical characteristics and gender differences in a population-based cohort study. Atencion primaria 2022, 54(1), 102157. https://doi.org/10.1016/j.aprim.2021.102157
25. Bachar BJ, Manna B. Coronary Artery Bypass Graft. In: StatPearls Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507836/
26. Regmi M, Siccardi MA. Coronary Artery Disease Prevention. In: StatPearls Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547760/
27. Ye, F., Winchester, D., Jansen, M., Lee, A., Silverstein, B., et.al. Assessing Prognosis of Acute Coronary Syndrome in Recent Clinical Trials: A Systematic Review. Clinical medicine & research 2019, 17(1-2), 11–19. https://doi.org/10.3121/cmr.2019.1433
28. Jones, D. E., Braun, M., & Kassop, D. Acute Coronary Syndrome: Common Complications and Conditions That Mimic ACS. FP essentials 2020, 490, 29–34.
29. Kim, J., Park, S. J., Choi, S., Seo, W. W., & Lee, Y. J. Hospitalization for acute coronary syndrome increases the long-term risk of pneumonia: a population-based cohort study. Scientific reports 2021, 11(1), 9696. https://doi.org/10.1038/s41598-021-89038-1
30. Ye, F., Winchester, D., Jansen, M., Lee, A., Silverstein, B., et.al. Assessing Prognosis of Acute Coronary Syndrome in Recent Clinical Trials: A Systematic Review. Clinical medicine & research 2019, 17(1-2), 11–19. https://doi.org/10.3121/cmr.2019.1433
31. Liu, X. L., Shi, Y., Willis, K., Wu, C. J., & Johnson, M. Health education for patients with acute coronary syndrome and type 2 diabetes mellitus: an umbrella review of systematic reviews and meta-analyses. BMJ open 2017, 7(10), e016857. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-016857
32. Lee, C. K., Lai, C. L., Lee, M. H., Su, F. Y., Yeh, T. S, et al. Reinforcement of patient education improved physicians' adherence to guideline-recommended medical therapy after acute coronary syndrome. PloS one 2019, 14(6), e0217444. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0217444
33. Wu, Y. W., Liu, Y. B., & Wu, C. C. Reinforcement of patient education improved physicians' adherence to guideline-recommended medical therapy after acute coronary syndrome. PloS one 2019, 14(6), e0217444. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0217444
34. De Hert, M., Detraux, J., & Vancampfort, D. The intriguing relationship between coronary heart disease and mental disorders. Dialogues in clinical neuroscience 2018, 20(1), 31–40. https://doi.org/10.31887/DCNS.2018.20.1/mdehert
35. Malinowski, B., Zalewska, K., Węsierska, A., Sokołowska, M. M., Socha, M., et al. Intermittent Fasting in Cardiovascular Disorders-An Overview. Nutrients 2019, 11(3), 673. https://doi.org/10.3390/nu11030673
36. Ogobuiro I, Wehrle CJ, Tuma F. Anatomy, Thorax, Heart Coronary Arteries. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534790/
37. Baechli, C., Koch, D., Bernet, S., Gut, L., Wagner, U., et al. Association of comorbidities with clinical outcomes in patients after acute myocardial infarction. International journal of cardiology. Heart & vasculature 2020, 29, 100558. https://doi.org/10.1016/j.ijcha.2020.100558
38. Konstantinou, K., Tsioufis, C., Koumelli, A., Mantzouranis, M., Kasiakogias, A., et.al. Hypertension and patients with acute coronary syndrome: Putting blood pressure levels into perspective. Journal of clinical hypertension (Greenwich, Conn.) 2019, 21(8), 1135–1143. https://doi.org/10.1111/jch.13622
39. Lv, S., Liu, W., Zhou, Y., Liu, Y., Shi, D., et al. Hyperuricemia and severity of coronary artery disease: An observational study in adults 35 years of age and younger with acute coronary syndrome. Cardiology journal 2019, 26(3), 275–282. https://doi.org/10.5603/CJ.a2018.0022
40. Shruthi, D. R., Kumar, S. S., Desai, N., Raman, R., & Sathyanarayana Rao, T. S. Psychiatric comorbidities in acute coronary syndromes: Six-month follow-up study. Indian journal of psychiatry 2018, 60(1), 60–64. https://doi.org/10.4103/psychiatry.IndianJPsychiatry_94_18
41. Omidi, N., Sadeghian, S., Salarifar, M., Jalali, A., Abbasi, S. H., et.al. Relationship between the Severity of Coronary Artery Disease and Cardiovascular Risk Factors in Acute Coronary Syndrome: Based on Tehran Heart Center's Data Registry. The journal of Tehran Heart Center 2020, 15(4), 165–170. https://doi.org/10.18502/jthc.v15i4.5942
42. Senthelal S, Maingi M. Physiology, Jugular Venous Pulsation. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534125/
43. Mechanic OJ, Gavin M, Grossman SA. Acute Myocardial Infarction. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459269/
44. Jeffers JL, Boyd KL, Parks LJ. Right Ventricular Myocardial Infarction. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431048/
45. Dumitru, I. (2019). Heart Failure Clinical Presentation: History, Physical Examination, Predominant Right-Sided Heart Failure. Medscape.com. https://emedicine.medscape.com/article/163062-clinical
46. Sandhu A, Hosseini SA, Saadabadi A. Nicotine. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493148/
47. Johnson K, Ghassemzadeh S. Chest Pain. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470557/?report=classic
48. Antunes C, Aleem A, Curtis SA. Gastroesophageal Reflux Disease.. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441938/
49. Antunes C, Sharma A. Esophagitis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442012/
50. Stuempfig ND, Seroy J. Viral Gastroenteritis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518995/
51. Sattar SBA, Singh S. Bacterial Gastroenteritis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513295/
52. Dababneh E, Siddique MS. Pericarditis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431080/
53. Al-Akchar M, Kiel J. Acute Myocarditis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441847/
54. Pujari SH, Agasthi P. Aortic Stenosis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557628/
55. Gapp J, Chandra S. Acute Pancreatitis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482468/
56. Levy D, Goyal A, Grigorova Y, et al. Aortic Dissection. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441963/
57. Schumann JA, Sood T, Parente JJ. Costochondritis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532931/
58. Campbell, K. A., Madva, E. N., Villegas, A. C., Beale, E. E., Beach, S. R., et al. Non-cardiac Chest Pain: A Review for the Consultation-Liaison Psychiatrist. Psychosomatics 2017, 58(3), 252–265. https://doi.org/10.1016/j.psym.2016.12.003
59. Hunter MP, Regunath H. Pleurisy. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558958/
60. Vyas V, Goyal A. Acute Pulmonary Embolism. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560551/
61. Stark M, Kerndt CC, Sharma S. Troponin. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507805/
62. Goyal A, Zeltser R. Unstable Angina. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442000/
63. Kouvari, M., Chrysohoou, C., Aggelopoulos, P. et al. Mediterranean diet and prognosis of first-diagnosed Acute Coronary Syndrome patients according to heart failure phenotype: Hellenic Heart Failure Study. Eur J Clin Nutr 71, 1321–1328, 2017. https://doi.org/10.1038/ejcn.2017.122
64. Fernández, A.I., Bermejo, J., Yotti, R. et al. The impact of Mediterranean diet on coronary plaque vulnerability, microvascular function, inflammation and microbiome after an acute coronary syndrome: study protocol for the MEDIMACS randomized, controlled, mechanistic clinical trial. Trials 22, 795, 2021. https://doi.org/10.1186/s13063-021-05746-z
65. Yang, Z. Q., Yang, Z., & Duan, M. L. Dietary approach to stop hypertension diet and risk of coronary artery disease: a meta-analysis of prospective cohort studies. International journal of food sciences and nutrition 2019, 70(6), 668–674. https://doi.org/10.1080/09637486.2019.1570490
66. Campbell A. P. DASH Eating Plan: An Eating Pattern for Diabetes Management. Diabetes spectrum : a publication of the American Diabetes Association 2017, 30(2), 76–81. https://doi.org/10.2337/ds16-0084
67. Challa HJ, Ameer MA, Uppaluri KR. DASH Diet To Stop Hypertension. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482514/
68. Tian, D., & Meng, J. Exercise for Prevention and Relief of Cardiovascular Disease: Prognoses, Mechanisms, and Approaches. Oxidative medicine and cellular longevity, 2019, 3756750. https://doi.org/10.1155/2019/3756750
69. Lloyd-Jones, D. M., Braun, L. T., Ndumele, C. E., Smith, S. C., Jr, Sperling, L. et al. Use of Risk Assessment Tools to Guide Decision-Making in the Primary Prevention of Atherosclerotic Cardiovascular Disease: A Special Report From the American Heart Association and American College of Cardiology. Journal of the American College of Cardiology 2019, 73(24), 3153–3167. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2018.11.005
70. Homan TD, Bordes S, Cichowski E. Physiology, Pulse Pressure. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482408/
71. ReederGS, Awtry E, Mahler SA. Initial evaluation and management of suspected acute coronary syndrome (myocardial infarction, unstable angina) in the emergency department. Wolters Kluwer, 2022.
72. Baig MU, Bodle J. Thrombolytic Therapy. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557411/
73. Warner MJ, Tivakaran VS. Inferior Myocardial Infarction. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470572/
74. Harrington J, Jones W, Udell J et al. Acute Decompensated Heart Failure in the Setting of Acute Coronary Syndrome. JACC: Heart Failure. 2022;10(6):404-414. doi:10.1016/j.jchf.2022.02.008
75. Lampejo T, Durkin S, Bhatt N, Guttmann O. Acute myocarditis: aetiology, diagnosis and management. Clinical Medicine. 2021;21(5):e505-e510. doi:10.7861/clinmed.2021-0121
76. Aygun, E., Aygun, S. T., Uysal, T., Aygun, F., Dursun, H., & Irdem, A. Aetiological evaluation of chest pain in childhood and adolescence. Cardiology in the Young, 1–7. 2020. doi:10.1017/s1047951120000621
77. Djakpo DK, Wang ZQ, Shrestha M. The significance of transaminase ratio (AST/ALT) in acute myocardial infarction. Arch Med Sci Atheroscler Dis. 2020 Dec 26;5:e279-e283. doi: 10.5114/amsad.2020.103028. PMID: 33644486; PMCID: PMC7885810.
78. Lawton J, Tamis-Holland J, Bangalore S et al. 2021 ACC/AHA/SCAI Guideline for Coronary Artery Revascularization: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Joint Committee on Clinical Practice Guidelines. Circulation. 2022;145(3). doi:10.1161/cir.0000000000001038
79. Kim KH, Kerndt CC, Adnan G, et al. Nitroglycerin. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482382/
80. Tarantini G, Razzolini R, Napodano M, et al. Acceptable reperfusion delay to prefer primary angioplasty over fibrin-specific thrombolytic therapy is affected (mainly) by the patient's mortality risk: 1 h does not fit all. Eur Heart J 2010; 31:676
81. Danchin N, Popovic B, Puymirat E, et al. Five-year outcomes following timely primary percutaneous intervention, late primary percutaneous intervention, or a pharmaco-invasive strategy in ST-segment elevation myocardial infarction: the FAST-MI programme. Eur Heart J 2020; 41:858.
82. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, et al. Effect of potentially modifiable risk factors associated with myocardial infarction in 52 countries (the INTERHEART study): case-control study. Lancet 2004; 364:937.
83. Benjamin EJ, Muntner P, Alonso A, et al. Heart Disease and Stroke Statistics-2019 Update: A Report From the American Heart Association. Circulation 2019; 139:e56.

Diagnosis Sindrom Koroner Akut
Prognosis Sindrom Koroner Akut

Artikel Terkait

  • Interpretasi EKG secara Digital dapat Menyebabkan Kesalahan Medis
    Interpretasi EKG secara Digital dapat Menyebabkan Kesalahan Medis
  • Apakah Calcium Score Jantung Merupakan Indikator Penyakit Jantung Koroner?
    Apakah Calcium Score Jantung Merupakan Indikator Penyakit Jantung Koroner?
  • Diagnosis Banding Elevasi Segmen ST pada Elektrokardiografi
    Diagnosis Banding Elevasi Segmen ST pada Elektrokardiografi
  • Peran Artificial Intelligence dalam Kedokteran Kardiovaskular
    Peran Artificial Intelligence dalam Kedokteran Kardiovaskular
  • Memahami Gelombang P dalam EKG
    Memahami Gelombang P dalam EKG

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
14 hari yang lalu
Terapi untuk pasien dengan old myocard infark
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, saya memiliki pasien. Laki-laki usia 63 tahun, datang dengan keluhan dada sering terasa panas, kadang nyeri menembus ke belakang. Riwayat...
Anonymous
26 hari yang lalu
Pemberian antikoagulan, NSAID, dan allopurinol pada pasien pengobatan jantung disertai bengkak sendi
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Dok saya mendapatkan pasien sedang pengobatan jantung salah satunya warfarin 2mg dan diberi juga nsaid dari rsnya. Keluhan saat ini. Pegal Bengkak sendi.Asam...
Anonymous
27 Februari 2023
Konsul hasil echo bubble tes dengan keluhan jantung berdebar
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, saya mempunyai keluhan jantung berdebar. Kemaren sudah dilakukan serangkaian pemeriksaan terakhir dilakukan echo buble tes dan holter monitoring....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.