Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut karyanti 2022-04-13T11:29:55+07:00 2022-04-13T11:29:55+07:00
Sindrom Koroner Akut
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut

Oleh :
dr.Gold SP Tampubolon
Share To Social Media:

Tujuan penatalaksanaan pada sindroma koroner akut adalah mencegah nekrosis sel-sel miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan miokardium. Perbedaan ST elevation  myocardial infarction (STEMI) dengan sindroma koroner lainnya adalah STEMI memerlukan penanganan segera berupa reperfusi baik dengan fibrinolisis maupun intervensi dengan PCI (percutaneus coronary intervention) primer.

Tata Laksana Awal

Tata laksana awal adalah dengan pemberian oksigen dan mengamankan jalan napas. Akses intravena dan pemeriksaan darah juga harus dilakukan secepatnya. Semua pasien dengan gejala sindroma koroner akut harus dipantau dengan pemasangan monitor tanda vital dan jantung. Bila terjadi henti jantung maka lakukan resusitasi dan defibrilasi.

Oksigen

Oksigen bersifat vasoaktif sehingga hanya diberikan apabila ada indikasi. Pemberian oksigen bila terjadi penurunan saturasi oksigen arteri dan dipertahankan pada kadar saturasi 93-96%. Pemberikan oksigen yang berlebihan dapat menyebabkan hiperoksemia sehingga dapat terjadi vasokonstriksi.[18] Hasil penelitian menunjukkan pemberian oksigen pada pasien STEMI tanpa hipoksia dapat meningkatkan kerusakan pada miokardium.[19]

Analgesik

Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak menginduksi pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung. Analgesik yang dapat diberikan adalah:

Nitrat atau Nitrogliserin

Nitrat, misalnya isosorbide dinitrate, dapat diberikan secara sublingual apabila tidak ada hipotensi. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,4 mg, sebanyak 3 kali dengan interval 3-5 menit. Pemberian nitrat secara intravena diberikan bolus inisial 12,5-25 mikrogram dan rumatan 5-10 mikrogram per menit. Dosis rumatan dapat dinaikkan 10 mikrogram per menit sesuai kondisi pasien dan tekanan darah. Kontraindikasi pemberian nitrat pada pasien yang menggunakan sildenafil dalam 24 jam sebelumnya.

Morfin

Morfin pada non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) diberikan 1-5 mg melalui intravena. Pemberian dapat diulang 5-30 menit sesuai dengan kondisi nyeri pasien, namun hati-hati terhapat overdosis yang dapat menyebabkan depresi pernapasan dan hipotensi. Naloxon 0,4-2,0 mg intravena diberikan apabila terjadi overdosis morfin. Pemberian morfin pada STEMI diberikan 2-4 mg secara intravena.[11]

Antiplatelet

Antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai tata laksana sindrom koroner akut.

Aspirin

Aspirin diberikan 160-320 mg, dikunyah untuk dosis awal. Selanjutnya diberikan dosis rumatan sebesar 80 mg tiap per hari.

Clopidogrel

Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut dimulai dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan 75 mg per hari.[1,2]

Penurun Kolesterol

Pasien dengan sindroma koroner akut juga dapat memiliki kelainan metabolisme seperti diabetes maupun dislipidemia. Dislipidemia ditatalaksana dengan pemberian obat penurun kolesterol yang pilihan utamanya golongan HMG co-A reductase inhibitor.[2] Sediaan yang banyak tersedia adalah simvastatin 40 mg per hari atau atorvastatin 10-20 mg per hari.

Stratifikasi Risiko

Sebelum terapi reperfusi pasien dengan NSTEMI harus dilakukan penilaian stratifikasi risiko. Hal ini agar mencegah dilakukannya prosedur yang tidak perlu dalam pemilihan strategi invasif. Stratifikasi risiko dilakukan dengan sistem skoring menggunakan salah satu dari 2 sistem skoring di bawah ini.

TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction)

Skoring menggunakan sistem skoring TIMI adalah sebagai berikut:

  • Risiko rendah (0-2 poin)
  • Risiko sedang (3-5 poin)
  • Risiko tinggi (5-7 poin)

Penilaian skor TIMI adalah sebagai berikut:

  • Usia 65 tahun atau lebih (1 poin)
  • 3 atau lebih faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (1 poin)\
  • Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (1 poin)
  • Riwayat stenosis koroner lebih dari 50% (1 poin)
  • Lebih dari 1 kali episode angina pada saat istirahat dalam waktu kurang dari 24 jam (1 poin)
  • Deviasi segmen ST (1 poin)
  • Peningkatan enzim jantung (1 poin)

GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events)

Sistem skoring GRACE juga dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko sindrom koroner akut:

  • Risiko rendah (0-133 poin)
  • Risiko sedang (134-200 poin)
  • Risiko tinggi (lebih dari 200 poin)

Penilaian skor GRACE, meliputi umur, laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kadar kreatinin, Kelas Killip, riwayat henti jantung, peningkatan enzim jantung, dan deviasi segmen ST. [16,17]

Pasien dengan stratifikasi risiko tinggi sebaiknya segera dilakukan terapi intervensi segera yakni dalam kurang dari 2 jam. Sedangkan pada pasien dengan stratifikasi risiko sedang dan rendah dapat dipertimbangkan untuk terapi intervensi dini kurang dari 24 jam dan tertunda 25-72 jam.[1]

Terapi Reperfusi

Sebelum dilakukan reperfusi, pasien NSTEMI harus dilakukan penilaian stratifikasi risiko.

Tata laksana berikutnya adalah tindakan reperfusi. Tindakan reperfusi dapat dilakukan dengan:

  • Fibrinolisis
  • Intervensi (primary PCI)
  • Operasi coronary artery bypass graft (CABG)

Fibrinolisis

Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah dengan memberikan agen farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat penting terutama bila tidak terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa panduan disebutkan untuk pemberian terapi fibrinolisis pra rumah sakit namun hal ini tidak umum dilakukan.

Fibrinolisis dianjurkan dilakukan dalam kurang dari 12 jam setelah onset, jika primary PCI tidak dapat dilakukan dalam 90 menit di awal sejak onset gejala. Selain itu fibrinolisis hanya dapat dilakukan bila tidak ada kontraindikasi absolut. Fibrinolisis dikontraindikasikan secara absolut pada kondisi berikut:

  • Riwayat perdarahan intrakranial
  • Stroke iskemik dalam 6 bulan terakhir
  • Aneurisma serebrovaskular
  • Tumor intrakranial
  • Trauma kepala dalam 3 bulan terakhir
  • Diseksi aorta
  • Perdarahan gastrointestinal dalam sebulan terakhir
  • Riwayat pungsi lumbal dalam 24 jam sebelumnya[20]

Sedangkan kontraindikasi yang bersifat relatif adalah:

  • Serangan iskemik transien dalam 6 bulan terakhir
  • Mendapat terapi antikoagulan
  • Hamil atau postpartum 1 minggu
  • Hipertensi yang refrakter
  • Penyakit liver tahap lanjut
  • Endokarditis infektif
  • Ulkus peptikum aktif
  • Trauma akibat resusitasi

Fibrinolisis dapat dilakukan dengan pemberian:

  1. Streptokinase 1,5 juta unit yang dilarutkan dengan 100 ml Dekstrosa 5% atau normal salin, diberikan selama 30-60 menit.

  2. Alteplase 15 mg melalui intravena dan dilanjutkan 0,75 mg/kgBB untuk 30 menit berikutnya dan 0,6 mg/kgBB untuk 60 menit berikutnya.
  3. Pemberian Streptokinase atau alteplase diberikan diikuti pemberian heparin

    • Unfractionated Heparin diberikan sebanyak 60 unit/kgBB dan dilanjutkan 12 unit/kgBB/jam

    • Low Molecular Weight Heparin, diberikan dengan dosis inisial 30 mg secara intravena dan rumatan 1 mg/kgBB secara subkutan. [1]

Primary Percutaneus Coronary Intervention (pPCI)

Primary Percutaneous Coronary Intervention (pPCI) merupakan pilihan utama dalam terapi reperfusi dibandingkan dengan fibrinolisis. Dengan pPCI maka risiko perdarahan akibat fibrinolisis dapat dihindarkan. Risiko perdarahan intrakranial dapat meningkat pada pemberian fibrinolisis.[21

Indikasi dilakukan primary PCI adalah :

  • Diutamakan dilakukan dalam kurang dari 120 menit setelah kontak dengan petugas medis
  • Pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali pada  kondisi yang diakibatkan oleh keterlambatan prosedur PCI[20]

Aspek-aspek dalam prosedur PCI yang harus diperhatikan antara lain:

  • Diutamakan pemasangan stentpada semua kasus dibandingkan hanya dengan angioplasti dengan balon
  • Tindakan primary PCIhanya terbatas pada pembuluh darah yang memiliki lesi, kecuali bila dibarengi syok kardiogenik atau iskemik yang menetap setelah PCI
  • Akses melalui radial diutamakan dibandingkan femoral dan dilakukan oleh dokter yang berpengalaman
  • Aspirasi trombus secara rutin diutamakan untuk dilakukan
  • Penggunaan rutin alat proteksi distal tidak direkomendasikan
  • Penggunaan rutin intraaortic baloon pump(IABP) selain pada syok kardiogenik tidak direkomendasikan[20]

Studi terbaru juga telah mempelajari efektivitas monoterapi ticagrelor dibandingkan terapi dual ticagrelor dan aspirin untuk pasien berisiko tinggi perdarahan yang menjalani PCI.

Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)

Tidak banyak pasien sindrom koroner akut yang membutuhkan tindakan coronary artery bypass grafting (CABG). CABG diindikasikan pada pasien dengan kelainan anatomis dan tidak dapat dilakukan PCI serta pasien dengan komplikasi gangguan mekanik pada jantung.

Pasien yang tidak dimungkinkan dengan intervensi PCI dapat dipertimbangkan untuk dilakukan CABG. Pasien dengan gangguan di tiga pembuluh darah (3VD/ 3 vessel disease) sebaiknya dilakukan graft agar revaskularisasi ke seluruh miokardium dapat dicapai dengan baik.[1,22] Hasil studi prospektif dan terrandomisasi oleh NOBLE, didapati bahwa pada penyakit pada arteri koroner kiri utama (left main coronary artery diseases), hasil CABG lebih baik dibandingan dengan PCI.[23] Walau tingkat mortalitas dalam 5 tahun tidak beda jauh, namun CABG didapati lebih baik daripada PCI pada kasus left main coronary artery diseases.

Rujukan

Bila pada fasilitas kesehatan tidak mampu untuk melakukan terapi reperfusi, maka pasien harus dirujuk ke fasilitas yang memadai. Hitungan onset serangan hingga terapi reperfusi dapat berpengaruh terhadap strategi reperfusi.[1]

Bila waktu kurang dari 3 jam sejak onset hingga dapat fasilitas dengan terapi fibrinolisis, maka terapi fibrinolisis dapat dilakukan. Bila waktu kurang dari 12 jam sejak onset, maka pertimbangkan langsung dirujuk ke fasilitas yang mampu melaksanakan primary PCI. Pasien dengan stratifikasi risiko tinggi segera dilakukan revaskularisasi dengan intervensi, dan dalam kondisi tertentu atau left main artery coronary disease perlu dilakukan CABG.

Referensi

1. PERKI. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Kosasih A, editor. Jakarta; 2016. 76-96 p


2. Bash E. Mayo Clinic Cardiology Concise Text Book. Murphy JG, editor. Mayo Clinic Scientific Press; 2007. 781-93 p


11. Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Ganiats TG, Holmes DR, et al. 2014 AHA/ACC guideline for the management of patients with non-st-elevation acute coronary syndromes: A report of the American college of cardiology/American heart association task force on practice guidelines [Internet]. Vol. 130, Circulation. 2014. 26-8 p. Available from: http://dx.doi.org/10.1161/CIR.0000000000000134


16. Kones R. Oxygen therapy for acute myocardial infarctionthen and now. A century of uncertainty. Am J Med [Internet]. 2011;124(11):1000–5. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2011.04.034


17. Stub D, Smith K, Bernard S, Nehme Z, Stephenson M, Bray JE, et al. Air versus oxygen in ST-segment-elevation myocardial infarction. Circulation [Internet]. 2015;131(24):2143–50. Available from: http://dx.doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.114.014494


18. Zhu H, Xue H, Wang H, Chen Y, Zhou S, Tian F, et al. Risk stratification and prognostic value of GRACE and TIMI risk scores for female patients with non-ST segment elevation acute coronary syndrome. Minerva Cardioangiol. 2015;63(3):171–8


19. De Araújo Gonçalves P, Ferreira J, Aguiar C, Seabra-Gomes R. TIMI, PURSUIT, and GRACE risk scores: Sustained prognostic value and interaction with revascularization in NSTE-ACS. Eur Heart J. 2005;26(9):865–72


20. Davierwala PM. Current outcomes of off-pump coronary artery bypass grafting: evidence from real world practice. J Thorac Dis [Internet]. 2016;8(S10):S772–86. Available from: http://jtd.amegroups.com/article/view/10291/9026


21. Mäkikallio T, Holm NR, Lindsay M, Spence MS, Erglis A, Menown IBA, et al. Percutaneous coronary angioplasty versus coronary artery bypass grafting in treatment of unprotected left main stenosis (NOBLE): a prospective, randomised, open-label, non-inferiority trial. Lancet [Internet]. 2016;6736(16):1–10. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0140673616320529%5Cnhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27810312

Diagnosis Sindrom Koroner Akut
Prognosis Sindrom Koroner Akut

Artikel Terkait

  • Interpretasi EKG secara Digital dapat Menyebabkan Kesalahan Medis
    Interpretasi EKG secara Digital dapat Menyebabkan Kesalahan Medis
  • Pemeriksaan Skor Kalsium (Coronary Artery Calcium Score) untuk Stratifikasi Risiko Kejadian Penyakit Jantung
    Pemeriksaan Skor Kalsium (Coronary Artery Calcium Score) untuk Stratifikasi Risiko Kejadian Penyakit Jantung
  • Diagnosis Banding Elevasi Segmen ST pada Elektrokardiografi
    Diagnosis Banding Elevasi Segmen ST pada Elektrokardiografi
  • Hindari Penggunaan NSAID pada Orang dengan Faktor Risiko Kejadian Kardiovaskular
    Hindari Penggunaan NSAID pada Orang dengan Faktor Risiko Kejadian Kardiovaskular
  • Memahami Gelombang P dalam EKG
    Memahami Gelombang P dalam EKG

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Hudiyati Agustini
13 hari yang lalu
Radial Artery vs Saphenous Vein Graft untuk CABG - Artikel CME SKP Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter!Pemilihan graft untuk Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan faktor penting kesintasan pasien. CABG dapat dilakukan menggunakan radial...
Anonymous
14 April 2022
Pasien dengan keluhan sesak secara mendadak apakah gambaran EKG tampak LBBB+ IMA?
Oleh: Anonymous
6 Balasan
alo dokter diskusi pasien dengan keluhan sesak secara tiba2, nyeri dada (-) muntah (-) nyeri dada (-), rh (+)(+), wh (-). Ttv: TD: 130/90, spo : 65 onair,...
dr.Jimmy
29 November 2021
Kompetensi dokter umum untuk Ekg Holter atau stress test
Oleh: dr.Jimmy
1 Balasan
Alo dok! Izin bertanya Modernisasi menyebabkan kemajuan di teknologi termasuk bidang kedokteran yang saat ini sudah merambah ke alat kesehatan yang amat...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.