Pendahuluan Infark Miokard Akut
Infark miokard akut (Acute myocardial infarct) adalah kondisi nekrosis jaringan miokardium pada kondisi klinis yang konsisten dengan terjadinya iskemik miokard akut. Kejadian infark miokard 90% disebabkan oleh proses aterosklerosis. Selain umur, jenis kelamin laki-laki dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner, faktor risiko lain terhadap terjadinya infark miokard merupakan faktor risiko yang dapat diubah seperti kurangnya gaya hidup sehat, merokok, obesitas, kadar gula darah, dan hipertensi.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark miokard di Indonesia belum tersedia. Namun di provinsi DKI Jakarta pada tahun 2008-2009 berdasarkan Jakarta Acute Coronary Syndrome Registry, terdapat 654 pasien dengan infark miokard dengan elevasi segmen ST atau STEMI. Dari pasien yang mengalami STEMI hanya 59% yang mendapat terapi reperfusi dan hampir 80% kasus infark datang setelah lewat 12 jam sejak onset serangan.[1]
Diagnosis yang cepat dan tata laksana yang tepat dibutuhkan untuk menangani infark miokard akut melalui terapi reperfusi dengan modalitas primary percutaneus coronary intervention (primary PCI), fibrinolisis, atau coronary artery bypass grafting (CABG).

Gambar: hasil angiografi koroner berupa oklusi arteri koroner utama kiri.