Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) general_alomedika 2022-09-23T14:59:29+07:00 2022-09-23T14:59:29+07:00
COVID-19 (Coronavirus Disease 2019)
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Definisi Kasus dan Derajat Penyakit
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis COVID-19 (Coronavirus Disease 2019)

Oleh :
Audric Albertus
Share To Social Media:

Diagnosis COVID-19 (coronavirus disease 2019) diawali dengan anamnesis risiko terpapar virus SARS-CoV-2, misalnya bepergian ke atau tinggal di daerah endemik, atau kontak dengan pasien terkonfirmasi. Gejala dan tanda COVID-19 terdiri dari asimtomatik, ringan, sedang, dan berat. Pemeriksaan baku emas COVID-19 adalah tes RT-PCR (real time polymerase chain reaction) dari sampel swab nasofaring dan orofaring.

Anamnesis

Gejala pasien COVID-19 umumnya timbul setelah masa inkubasi 2–14 hari. Demam, lemas, dan batuk kering merupakan gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa pasien juga mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, dispnea, batuk berdahak, dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare.[3,11]

Namun, pada beberapa pasien bisa saja asimptomatik. Beberapa kasus menunjukkan gejala berat, seperti pneumonia dan acute respiratory syndrome distress (ARDS).[3,11]

Anamnesis Kasus Suspek

Pasien dengan keluhan di atas, dapat dikategorikan kasus suspek COVID-19 apabila dalam 14 hari sebelum timbul gejala terdapat salah satu riwayat berikut:

  • Riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri atau di area transmisi lokal di Indonesia yang melaporkan transmisi lokal. Namun, saat ini dampak COVID-19 telah mencapai seluruh wilayah, sehingga riwayat perjalanan tidak lagi menjadi patokan untuk menegakkan diagnosis
  • Riwayat tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan, termasuk bekerja di fasilitas kesehatan, baik melakukan pelayanan medis dan non-medis, petugas melaksanakan kegiatan investigasi, maupun pemantauan kasus dan kontak
  • Riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau probable COVID-19 [20]

Selain itu, pasien juga dapat dikategorikan kasus suspek COVID-19 apabila memiliki gejala infeksi saluran pernapasan akut berat yang tidak lebih dari 10 hari onset, dan membutuhkan perawatan rumah sakit. Dan pasien dengan anosmia atau ageusia dengan tanpa penyebab lain yang dapat diidentifikasi.[8,21]

Anamnesis Riwayat Terdahulu

Riwayat medis terdahulu dan pengobatan pasien juga perlu dievaluasi untuk mengetahui progresivitas dan prognosis. Beberapa riwayat pasien yang dapat memperburuk luaran adalah:

  • Usia >50 tahun, obesitas
  • Demam tinggi ≥39°C
  • Pasien imunokompromais, keganasan, terapi kemoterapi, radioterapi intens, penggunaan terapi target untuk kanker yang mengganggu imunitas, atau pengguna steroid
  • Hipertensi, diabetes mellitus

  • Penyakit kardiovaskular, paru-paru, hepar
  • Kondisi yang mengganggu otak atau syaraf, seperti penyakit Parkinson dan palsi serebral
  • Disfungsi koagulasi dan organ
  • Riwayat transplantasi organ, sumsum tulang atau sel punca
  • Wanita hamil[14-16]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien COVID-19 diawali dengan pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien. Pemeriksaan toraks dan status generalis dapat diikuti selanjutnya.

Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Keadaan umum dan tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan pertama dan utama dalam menentukan triase pasien. Suhu pasien COVID-19 umumnya ≥38°C.[20]

Pada pasien dengan komplikasi, seperti pneumonia, sepsis, maupun syok sepsis, dapat ditemukan tanda sebagai berikut:

  • Perubahan status mental/kesadaran, yang menandakan penurunan perfusi pada otak. Pada pasien anak, penurunan kesadaran dapat ditandai dengan ketidakmampuan menyusui atau kejang
  • Takipnea, yaitu frekuensi napas > 30 kali/menit pada pasien dewasa. Sedangkan kriteria napas cepat pada anak adalah usia <2 bulan ≥60 kali/menit; usia 2‒11 bulan ≥ 50 kali/menit; usia 1‒5 tahun ≥40 kali/menit; dan usia >5 tahun ≥30 kali/menit
  • Hipotensi dan peningkatan/penurunan denyut jantung, yang menunjukkan kompensasi kardiovaskular pada penurunan perfusi atau disfungsi organ jantung
  • Peningkatan capillary refill time (CRT) >2 detik menandakan penurunan perfusi perifer
  • Saturasi oksigen rendah <90% merupakan tanda penurunan perfusi [20]

Pemeriksaan Toraks

Kelainan pemeriksaan fisik toraks pada COVID-19 tidak jelas. Sebagai evaluasi perjalanan penyakit, diperhatikan tanda distress pernapasan berat berupa stridor dan retraksi dinding dada.

Selain itu, dievaluasi juga perubahan suara paru. Studi mengenai suara paru pada pasien COVID-19 masih sangat beragam dan terbatas. Terdapat kasus yang tidak menunjukkan perubahan suara paru, tetapi ada yang melaporkan wheezing dan ronkhi basah halus pada auskultasi paru, seperti halnya pneumonia viral pada umumnya.[20,22,23]

Pemeriksaan Generalisata

Pemeriksaan tenggorokan pada beberapa kasus COVID-19 dapat ditemukan hiperemis minimal pada faring. Selain itu, ruam samar juga dapat terlihat pada beberapa kasus.

Pemeriksaan generalisata dapat dilakukan untuk mengetahui progresivitas penyakit. Beberapa tanda komplikasi adalah:

  • Tanda sianosis sentral, berupa kebiruan pada kulit dan membran mukosa sebagai tanda penurunan saturasi oksigen <85%
  • Ekstremitas dingin dan kulit lembab, sebagai salah satu tanda kegagalan sirkulasi
  • Tanda gagal jantung kanan, akibat pneumonia berat dan cor pulmonale, yang ditandai dengan edema perifer, hepatomegali, dan hipoksia[20,24]

Diagnosis Banding

Presentasi klinis COVID-19 umumnya sulit dibedakan dengan penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya. Pada masa pandemi, semua pasien dengan keluhan infeksi saluran napas patut dicurigai sebagai kasus COVID-19 dan harus dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pneumonia Viral Lain

Presentasi klinis COVID-19 dengan pneumonia viral, seperti influenza, umumnya sama, yaitu demam, batuk kering, dan dispnea. Pada pemeriksaan fisik juga umumnya ditemukan ronkhi basah halus pada paru. Pemeriksaan tes konfirmasi COVID-19 dapat menyingkirkan etiologi viral lainnya.[25]

Pneumonia Bakterial

Pada pneumonia bakterial, terkadang ditemukan gejala nyeri pleuritik. Selain itu, pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan tanda-tanda konsolidasi, yaitu pekak pada perkusi toraks, ronkhi basah halus pada auskultasi, dan suara napas tubular pada lapangan paru. Pada pemeriksaan sputum, umumnya dapat ditemukan leukosit polimorfonuklear dan predominan organisme bakterial.[25]

Pemeriksaan Penunjang

Pasien terkonfirmasi COVID-19 setelah melakukan pemeriksaan diagnostik Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau lebih dikenal dengan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), dan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag). Sedangkan untuk menilai perjalanan penyakit, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah pencitraan toraks dan laboratorium darah.

Real-time reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR)

Konfirmasi diagnosis COVID-19 umumnya ditentukan dengan deteksi sekuens unik virus RNA pada NAAT. Gen virus yang dicari umumnya adalah gen N, E, S dan RdRO.  Real-time reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan salah satu contoh NAAT yang dapat melakukan sequencing asam nukleat virus RNA.[1,8,29]

Sampel Pemeriksaan RT-PCR:

Jenis sampel untuk pemeriksaan NAAT dapat berasal dari traktus respiratorius bawah, seperti sputum, aspirasi, dan lavage; atau traktus respiratori atas, seperti swab nasofaring, orofaring, buccal, saliva, atau nasopharyngeal wash. Sampel saliva memiliki akurasi yang sebanding dengan sampel swab nasofaring dan orofaring.[1,8,31]

Sampel yang berasal dari feses, darah, urine, atau bagian otopsi pasien dapat digunakan apabila tidak terdapat pilihan lain. Umumnya, hasil pada traktus respiratorius bawah memiliki jumlah virus dan fraksi genom yang lebih besar daripada traktus respiratorius atas.[1,8,31]

Waktu Pemeriksaan RT-PCR:

Pengambilan sampel swab nasopharyngeal untuk  pemeriksaan RT-PCR dapat dilakukan pada hari pertama dan kedua untuk menegakkan diagnosis. Apabila hasil RT-PCR hari pertama positif, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan di hari kedua. Pada keadaan berat atau kritis, pemeriksaan RT-PCR follow-up dapat dilakukan setelah 10 hari dari pengambilan usap yang positif.[1,8,31,59]

Pemeriksaan RT-PCR follow up tidak diperlukan untuk kebanyakan kasus. Interpretasi tes PCR pasca sembuh COVID-19 tidak jelas karena kemungkinan positif persisten akibat viral shading.

Interpretasi Pemeriksaan RT-PCR:

RT-PCR positif merupakan baku emas menegakkan diagnosis COVID-19. Apabila secara klinis pasien telah membaik atau bebas demam tiga hari tetapi memiliki hasil RT-PCR yang masih positif, maka ini menandakan pasien mengalami positif persisten. Kondisi ini yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif, sehingga perlu mempertimbangkan cycle threshold (CT) value untuk menilai fase infeksius pasien.[1,8,31,59]

False Negative Pemeriksaan RT-PCR:

Hasil negatif pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah ke COVID-19 tidak dapat menyingkirkan diagnosis infeksi virus SARS-CoV-2. Berdasarkan perkembangan tes diagnostik COVID-19, diketahui beberapa faktor yang dapat menyebabkan false negative, di antaranya:

  • Preanalisis: kualitas spesimen rendah, waktu pengambilan spesimen terlalu lambat atau terlalu cepat, penyimpanan atau pengiriman spesimen tidak benar
  • Analisis: masalah teknik
  • Postanalisis: mutasi virus dan inhibisi polymerase chain reaction [1,8,31,59]

Rapid Test

Pemeriksaan cepat untuk skrining COVID-19 terdiri dari rapid test antibody (RTD-Ab) dan rapid test antigen (RTD-Ag).

Rapid Test Antibody (RTD-Ab):

RTD-Ab bertujuan untuk mendeteksi immunoglobulin M (IgM) dan IgG terhadap virus SARS-CoV-2 di dalam sampel darah. Sensitivitas dan spesifisitas RTD-Ab dinilai sangat rendah, sehingga saat ini WHO hanya merekomendasikan penggunaan tes ini untuk kepentingan penelitian, bukan untuk manajemen klinis COVID-19.[8,31]

Rapid Test Antigen (RTD-Ag):

RTD-Ag menggunakan sampel swab nasopharyngeal, dan bertujuan untuk mendeteksi antigen protein virus SARS-CoV-2. Berdasarkan kriteria wilayah C, RTD-Ag dapat digunakan sebagai dasar manajemen klinis. Rekomendasi WHO menyebutkan bahwa RTD-Ag yang dianjurkan adalah yang memiliki memiliki sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥97%. Pemeriksaan harus dilakukan oleh operator terlatih dalam waktu 5–7 hari setelah onset gejala.[8,59,61]

Viral Sequencing

Pemeriksaan viral sequencing bertujuan mengkonfirmasi virus dan memonitor mutasi genom virus. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat memiliki fungsi dalam studi epidemiologi molekuler.[2,4]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan umum yang dapat menunjang diagnosis COVID-19. Beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien COVID-19 berat, misalnya hematologi, analisa gas darah, dan kadar D-dimer.

Hematologi:

Pemeriksaan darah lengkap pada pasien COVID-19 dapat menunjukkan limfopenia, leukopenia, leukositosis, eosinopenia, dan trombositopenia. Hasil hitung limfosit absolut yang rendah (<0,4x109/L) dengan lactate dehydrogenase (LDH) tinggi (>1684 U/L)umumnya membutuhkan rawat ICU. Hasil  peningkatan rasio neutrofil limfosit (NLR) ≥ 3,13 umumnya menunjukkan risiko terjadinya keparahan penyakit pada pasien, terutama pada pasien dengan usia ≥ 50 tahun.[26]

Analisa Gas Darah (AGD):

AGD dilakukan pada pasien COVID-19 dengan keadaan buruk, seperti sesak berat atau sepsis. Hipoksemia dapat ditemukan pada pasien dengan keadaan berat. Pada pasien dengan hiperventilasi umumnya akan ditemukan alkalosis respiratorik. Rhabdomyolysis juga dilaporkan sebagai komplikasi akhir pasien COVID-19, sehingga penemuan asidosis laktat dengan peningkatan anion gap juga dapat ditemukan. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) dapat didiagnosis dengan PaO2/FiO2 ≤300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤315 mmHg.

Tes Laboratorium Lainnya:

Beberapa kelainan tes laboratorium juga dilaporkan pada beberapa studi. Pada peningkatan kadar D-dimer yang disertai limfositopenia berat dihubungkan dengan peningkatan risiko mortalitas. Berikut ini merupakan beberapa kelainan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien COVID-19:

  • Peningkatan laktat dehidrogenase
  • Peningkatan kadar ferritin
  • Peningkatan aminotransferase
  • Peningkatan prokalsitonin
  • Peningkatan kadar D-dimer[5,6,20,27]

Pencitraan Toraks

Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan pada pasien COVID-19 adalah CT scan toraks nonkontras, rontgen toraks, dan USG toraks. Hasil pencitraan yang normal tidak menyingkirkan diagnosis COVID-19.

CT Scan Toraks Nonkontras:

Pemeriksaan CT scan toraks nonkontras sangat disarankan pada pasien yang dicurigai terjangkit COVID-19. Kelainan pada CT scan umumnya terdistribusi bilateral, periferal, dan pada basal. Berikut ini merupakan beberapa tanda yang ditemukan pada beberapa studi dalam pemeriksaan CT scan toraks nonkontras:

  • Ground glass opacification (GGO) dengan distribusi perifer atau posterior, terutama pada lobus bawah

  • Crazy paving appearance: GGO dengan penebalan septal inter/intra-lobular

  • Konsolidasi bilateral, perifer, dan basal
  • Penebalan bronkovaskular
  • Bronkiektasis traksi

Penemuan beberapa tanda atipikal pada CT scan toraks pasien COVID-19 juga telah dilaporkan, seperti:

  • Limfadenopati mediastinal
  • Efusi pleura
  • Nodul pulmonari kecil multipel

Rontgen Toraks:

Pemeriksaan rontgen toraks merupakan pemeriksaan yang tidak sensitif dan sering kali menunjukkan penampakan normal pada awal perjalanan penyakit. Distribusi bilateral/multilobular umum ditemukan pada pasien COVID-19. Penampakan Rontgen toraks yang umumnya ditemukan pada COVID-19 adalah opasitas asimetrik difus atau patchy, seperti pneumonia yang diakibatkan coronavirus jenis lainnya, seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS).

USG paru:

Kelainan pada USG paru umumnya ditemukan secara bilateral dan pada posterobasal. Berikut ini merupakan beberapa tanda kelainan pada pemeriksaan USG paru pasien COVID-19:

  • Multiple b-line:penebalan septa interlobular subpleural

  • Konsolidasi subpleural
  • Konsolidasi alveolar
  • Penebalan dan iregularitas garis pleura dengan diskontinuitas yang tersebar
  • Pemulihan aerasi saat pemulihan dengan penampakan A-line bilateral[27-29]

Referensi

1. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R. Features, Evaluation and Treatment Virus corona (COVID-19). StatPearls. 2021.
2. Sahin AR. 2019 Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current Literature. Eurasian J Med Investig. 2020;4(1):1–7.
3. Guo Y-R, Cao Q-D, Hong Z-S, Tan Y-Y, Chen S-D, Jin H-J, et al. The origin, transmission and clinical therapies on virus corona disease 2019 (COVID-19) outbreak - an update on the status. Mil Med Res. 2020;7(1):11.
4. World Health Organization. Laboratory testing for 2019 novel virus corona (2019-nCoV) in suspected human cases. 2020;2019(January):1–7.
8. Burhan E, Susanto AD, Isbaniah F, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, et al. Pedoman Tatalaksana COVID-19: Edisi 4. 2022.
11. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of virus corona disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020;(February):102433.
14. Wu C, Chen X, Cai Y, Xia J, Zhou X, Xu S, et al. Risk Factors Associated With Acute Respiratory Distress Syndrome and Death in Patients With Virus corona Disease 2019 Pneumonia in Wuhan, China. JAMA Intern Med. 2020;1–10. Fang L, Karakiulakis G, Roth M. Are patients with hypertension and diabetes mellitus at increased risk for COVID-19 infection? Lancet Respir. 2020;2600(20):30116.
15. Fang L, Karakiulakis G, Roth M. Are patients with hypertension and diabetes mellitus at increased risk for COVID-19 infection? Lancet Respir. 2020;2600(20):30116.
16. Zhou F, Yu T, Du R, Fan G, Liu Y, Liu Z, et al. Clinical course and risk factors for mortality of adult inpatients with COVID-19 in Wuhan , China : a retrospective cohort study. Lancet. 2020;6736(20):1–9.
20. Isbaniah F, Saputro D, Sitompul P, Manalu R, Setyawaty V, Kandun I, et al. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Virus corona Disease (COVID-19). Kementerian Kesehatan RI. 2020;,
21. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Ed. 5, Kementerian Kesehatan RI. 2020. 1–214 hal.
22. Health NSSHS of P. COVID-19 Science Report : Clinical Characteristics. 2020;
23. Tian S, Hu W, Niu L, Liu H, Xu H, Xiao S-Y. Pulmonary pathology of early phase 2019 novel virus corona (COVID-19) pneumonia in two patients with lung cancer. J Thorac Oncol. 2020.
24. Hoehl S, Berger A, Kortenbusch M, Cinatl J, Bojkova D, Rabenau H, et al. Evidence of SARS-CoV-2 Infection in Returning Travelers from Wuhan, China. N Engl J Med. 2020;
25. Perlman S. Coronavirus: novel virus corona ( COVID-19 ). Vol. 19, Elsevier. 2020.
26. Fan BE, Chong VCL, Chan SSW, Lim GH, Lim KGE, Tan GB, et al. Hematologic parameters in patients with COVID-19 infection. Am J Hematol. 2020;95(6):E131–4.
27. Jin M, Tong Q. Rhabdomyolysis as Potential Late Complication Associated with COVID-19. Emerg Infect Dis. 2020;
28. Salehi S, Abedi A, Balakrishnan S, Gholamrezanezhad A. Virus corona Disease 2019 (COVID-19): A Systematic Review of Imaging Findings in 919 Patients. AJR Am J Roentgenol. 2020;(July):1–7.
29. Hosseiny M, Kooraki S, Gholamrezanezhad A, Reddy S, Myers L. Radiology Perspective of Virus corona Disease 2019 (COVID-19): Lessons From Severe Acute Respiratory Syndrome and Middle East Respiratory Syndrome. AJR Am J Roentgenol. 2020;(214):1–5.
31. WHO. Advice on the use of point-of-care immunodiagnostic tests for COVID-19. Available from: https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/advice-on-the-use-of-point-of-care-immunodiagnostic-tests-for-covid-19
59. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. Hk.01.07/Menkes/4641/2021 tentang Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi Dalam Rangka Percepatan Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Mei 2021. https://covid19.go.id/storage/app/media/Regulasi/2021/Mei/kmk-no-hk0107-menkes-46
61. WHO. Deteksi antigen dalam diagnosis infeksi SARS-CoV-2 menggunakan imunoasai cepat. 2020. https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/deteksi-antigen-

Definisi Kasus dan Derajat Penya...
Penatalaksanaan COVID-19 (Corona...

Artikel Terkait

  • Kortikosteroid untuk Penanganan COVID-19
    Kortikosteroid untuk Penanganan COVID-19
  • Koagulopati pada COVID-19
    Koagulopati pada COVID-19
  • Kelainan Kardiovaskular Akibat COVID–19
    Kelainan Kardiovaskular Akibat COVID–19
  • Efikasi Masker Bedah dan Masker Respirator N95 untuk Mencegah Infeksi Saluran Pernapasan pada Tenaga Medis
    Efikasi Masker Bedah dan Masker Respirator N95 untuk Mencegah Infeksi Saluran Pernapasan pada Tenaga Medis
  • Upaya Kesehatan Masyarakat dalam Menghadapi Pandemi Virus Corona
    Upaya Kesehatan Masyarakat dalam Menghadapi Pandemi Virus Corona

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. ALOMEDIKA
26 Agustus 2022
Trending! Top 5 Artikel Kewaspadaan Pandemi di ALOMEDIKA
Oleh: dr. ALOMEDIKA
6 Balasan
ALO Dokter!Di saat kasus COVID-19 masih terus meningkat, masyarakat dikejutkan dengan kabar kasus pertama konfirmasi infeksi cacar monyet di Indonesia. Tidak...
Anonymous
13 Agustus 2022
D-dimer pada pasien post COVID sedikit mengingkat, apakah perlu terapi?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, selamat pagi.Izin konsul pasien lansia suami istriKeduanya selesai isoman dengan gejala ringan dan memeriksa d-dimer.Untuk suami usia 70 thn,...
dr. Hudiyati Agustini
03 Agustus 2022
Kondisi Pasca-COVID Pada Pasien Usia Dewasa Dan Lansia - Artikel Telaah Jurnal Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter!Seiring bertambahnya kasus infeksi COVID-19, muncul penyintas-penyintas yang mengalami gejala sisa ≥4 minggu setelah infeksi akut. Kondisi seperti...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.