Pendahuluan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) atau yang sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan patogen zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan presentasi klinis yang sangat beragam, mulai dari asimtomatik, gejala ringan sampai berat, bahkan sampai kematian.
Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-3%. Beberapa faktor risiko dapat memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien imunokompromais, hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit paru, dan penyakit jantung.[1-3]
COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran pernapasan, seperti demam >38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai dengan riwayat bepergianke daerah dengan transmisi lokal atau riwayat kontak dengan kasus suspek atau kasus konfirmasi COVID-19. Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia, peningkatan laktat dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase, umumnya sering ditemukan.
Penemuan ground glass opacification (GGO) bilateral, multilobar dengan distribusi periferal atau posterior merupakan karakteristik penampakan COVID-19 pada pemeriksaan pencitraan CT scan toraks nonkontras. Walaupun kurang spesifik, ultrasonography (USG) dan Rontgen toraks juga dapat membantu menegakkan diagnosis COVID-19. Diagnosis COVID-19 dapat dikonfirmasi dengan dideteksinya viral RNA pada pemeriksaan nucleic acid amplification test (NAAT), seperti RT-PCR dari spesimen saluran pernapasan, tes antigen, dana tes serologi.[1,4,5]
Sampai saat ini, belum terdapat terapi antiviral spesifik dan vaksin dalam penanganan COVID-19. Akan tetapi, beberapa terapi, seperti remdesivir, dexamethasone, lopinavir-ritonavir, dan tocilizumab ditemukan memiliki efikasi dalam penanganan COVID-19 dan sudah masuk dalam uji coba klinis obat. Pada awal pandemi, beberapa medikamentosa lain, seperti chloroquine, hydroxychloroquine, dan oseltamivir telah diteliti tetapi tidak menunjukkan efektivitas terhadap COVID-19.
Pasien COVID-19 dengan infeksi ringan umumnya hanya disarankan isolasi di rumah dan menggunakan obat yang dijual bebas untuk meredakan gejala. Pada pasien dengan infeksi berat, disarankan untuk dirawat inap dan terkadang diperlukan tindakan intubasi dan ventilasi mekanik apabila terjadi gagal napas atau acute respiratory distress syndrome.[1,6,7]