Rapid Test untuk Skrining Virus Corona

Oleh :
dr. Nurul Falah

Rapid test untuk skrining awal COVID-19 sangat dibutuhkan mengingat penyebaran penyakit yang sangat cepat. Namun, WHO menegaskan bahwa pemeriksaan ini tidak untuk menegakkan diagnosis klinis COVID-19 dan tidak direkomendasikan untuk triase pasien dengan dugaan COVID-19. Rapid test hanya merupakan skrining awal, hasil pemeriksaan harus tetap dikonfirmasi dengan Real-Time Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Sedangkan untuk triase pasien menggunakan  penilaian risiko cepat dari kementrian kesehatan yang mengacu pada pedoman WHO Rapid Risk Assessment of Acute Public Health.[1,12,14]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Rapid test atau imunokromatografi menjadi bermanfaat karena hasil keluar lebih cepat dan membutuhkan biaya lebih murah. Rapid test sebagai penapisan coronavirus disease in 2019 (COVID-19) di Indonesia terdiri dari rapid test antibodi dan/atau rapid test antigen. Pada rapid test antibodi, spesimen yang diperlukan adalah darah dan tidak perlu dilakukan di laboratorium dengan biosecurity level II, sehingga memungkinkan untuk dilakukan di komunitas dengan tenaga dan sarana kesehatan yang terbatas. Sedangkan rapid test antigen, spesimen diambil dari swab orofaring/nasofaring dan hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki biosafety cabinet.[1-3,12,14]

Baku Emas Pemeriksaan COVID-19

Menurut WHO, deteksi ribonucleic acid / RNA virus corona baru (SARS-CoV-2)  dengan metode Real-Time Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dari sputum dan swab tenggorok merupakan baku emas pemeriksaan COVID-19. Pemeriksaan RT-PCR kemudian akan dilanjutkan dengan genom sequencing untuk mengkonfirmasi diagnosis COVID-19.[3,9,10,14]

shutterstock_1656883729-min

Pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi, namun sensitivitasnya rendah, sehingga  diperlukan pemeriksaan penunjang CT scan paru untuk mencari gambaran pneumonia akibat Covid-19. Pemeriksaan RT-PCR juga memiliki hasil negatif palsu yang tinggi karena sering mengandalkan swab tenggorok, faktanya infeksi virus SARS-CoV-2 dimulai di paru-paru bukan di saluran pernafasan atas. Selain itu, alat pemeriksaan ini tidak tersedia di semua fasilitas kesehatan karena membutuhkan biaya yang mahal dan tenaga yang terlatih, serta waktu yang lama dalam pengerjaannya.[3,9,10]

Sebuah penelitian terhadap 1070 spesimen yang diambil dari 205 pasien terkonfirmasi Covid-19, rata-rata berusia 44 tahun, memberikan hasil positif RT-PCR pada spesimen cairan lavage bronchoalveolar tertinggi 93%, sputum/dahak 72%, swab hidung 63%, swab faring 32%), dan darah 1%.[13]

Regulasi Pemeriksaan Rapid Test untuk Skrining COVID-19

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), pemeriksaan rapid test tidak untuk diagnostik COVID-19. Rapid test dapat digunakan untuk skrining bila terdapat keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR. Rapid test Umumnya dilakukan pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti pada pelaku perjalanan terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk penguatan pelacakan kontak di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren dan kelompok rentan lainnya.[12,17]

WHO merekomendasikan penggunaan rapid test untuk tujuan penelitian epidemiologi atau penelitian lain. WHO dan European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) menyebutkan bahwa rapid test untuk skrining COVID-19 hanya diperuntukan untuk digunakan oleh tenaga kesehatan profesional.[10,14,15,17]

Pada laporan harian agregat COVID-19 dari Dinas Kesehatan Provinsi, hasil rapid test masuk dalam surveilans serologi. Dilaporkan jumlah rapid test, jumlah rapid test reaktif, jumlah reaktif periksa RT-PCR, dan jumlah reaktif dengan RT-PCR positif.[17]

Spesifisitas dan Sensitivitas Rapid Test COVID-19

Peranan rapid test antibodi adalah untuk dapat mendeteksi keberadaan antibodi Immunoglobulin M (IgM) dan Immunoglobulin G (IgG) terhadap virus SARS-CoV-2 dari sampel darah manusia. Pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 15 menit dan dapat mendeteksi infeksi COVID-19 dalam berbagai stadium penyakit. Antibodi IgM diketahui memiliki peranan penting sebagai pertahanan utama saat terjadi infeksi virus, sementara respon IgG adalah melindungi tubuh dari infeksi dengan cara mengingat virus yang sebelumnya pernah terpapar di dalam tubuh.[1,2,8]

Menurut WHO, rapid test untuk skrining COVID-19 masih perlu dievaluasi lebih lanjut serta tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik. Penelitian yang telah dilakukan terkait uji coba rapid test untuk COVID-19 terhadap 397 sampel darah dari pasien positif COVID-19, didapatkan sensitivitas sebesar 88,66% dan spesifisitas 90,63%. Saat ini laboratorium rujukan WHO untuk COVID-19 sedang melakukan studi validasi pengujian pasca pemasaran di beberapa negara Eropa. Hasil penelitian ini akan dapat memperjelas kinerja klinis dan keterbatasan rapid test dan menunjukkan tes mana yang dapat digunakan dengan aman dan andal untuk tujuan medis maupun kesehatan masyarakat.[1,3,14,15]

Post marketing study pada salah satu alat rapid test yang banyak tersedia di Indonesia memberikan hasil bahwa sensitivitas alat tersebut terhadap IgM/IgG COVID-19 hanya 18,4% sedangkan spesifisitasnya mencapai 91,7%, dengan nilai prediksi negatif 26,2% dan nilai prediksi positif 87,5%. Studi ini dilakukan pada pasien akut yang datang ke unit gawat darurat. Hasil ini menunjukkan bahwa rapid test tidak direkomendasikan untuk triase pasien dengan dugaan COVID-19.[15]

Metodologi Rapid Test Antibodi untuk Skrining COVID-19

Kartrid rapid test antibodi virus corona terdiri atas 5 bagian, yaitu plastic backing, sample pad, conjugate pad, absorbent pad  dan membran NC. Persiapan yang harus dilakukan pada kartrid sebelum digunakan adalah membran NC menempel di lapisan plastic backing untuk memudahkan penanganan. Anti-human-IgM, anti-human-IgG, dan anti-rabbit-IgG diletakkan secara berturut-turut pada garis M, G, dan C (control) pada kartrid rapid test. Conjugate pad disemprotkan campuran AuNP-COVID-19 recombinant antigen conjugate dan AuNP-rabbit-IgG. Sebelumnya, AuNP-COVID-19 recombinant antigen conjugate telah dibuat dengan mencampurkan protein rekombinan virus SARS-CoV-2 yang telah dilarutkan ke dalam campuran koloid AuNP dan borate buffer lalu dimurnikan. AuNP-rabbit-IgG juga dibuat dengan metode yang sama. Sample pad disiapkan dengan bovine serum albumin (BSA) (3%, w/v) and Tween-20 (0.5%, w/v).[1,7]

Rapid test antibodi bisa menggunakan spesimen serum/plasma/darah lengkap, dari penelitian menyebutkan konsistensi untuk tiap spesimen adalah 100 persen. Dibutuhkan volume spesimen sekitar 10 mikroliter untuk serum/plasma, atau 20 mikroliter untuk darah lengkap. Spesimen diletakkan pada sample pad lalu diikuti dengan menambahkan 2-3 tetes larutan buffer. Hasil pemeriksaan bisa didapatkan dalam waktu 15 menit.[1]

Interpretasi Rapid Test untuk Skrining COVID-19

Sebanyak tiga garis terdapat pada kartrid rapid test. Garis kontrol (C) akan menjadi merah ketika sampel spesimen telah mengalir melalui kartrid. Keberadaan IgM anti-SARS-CoV-2 dan IgG anti-SARS-CoV-2 akan ditunjukkan oleh garis uji merah di wilayah M dan G. Kalau hanya garis kontrol (C) menunjukkan warna merah, berarti sampel negatif virus corona. Kalau garis M atau G atau kedua garis tersebut menjadi merah hal itu menunjukkan sampel positif, sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR. Jika garis kontrol tidak tampak merah, tes tidak valid, dan tes harus diulang dengan kartrid lain.[1]

Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan Rapid Test

Pemeriksaan rapid test untuk skrining COVID-19 memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih menghemat waktu dan tidak membutuhkan peralatan yang banyak, lebih mudah untuk dilakukan dan hanya membutuhkan training singkat, dan hanya membutuhkan sedikit darah dari ujung jari karena sama baiknya dengan darah dari vena. Kelebihan lain dari pemeriksaan rapid test untuk COVID-19 adalah kemampuannya dalam mendeteksi antibodi IgG dan IgM pada carrier SARS-CoV-2 yang asimtomatis, sehingga dapat digunakan untuk mengontrol penyebaran COVID-19.[1-3]

Adapun kekurangan dari rapid test untuk COVID-19 adalah bahwa pemeriksaan ini tidak dapat mengkonfirmasi keberadaan virus SARS-CoV-2, namun hanya menyediakan info adanya reaksi imunitas terhadap infeksi. Pemeriksaan rapid test untuk skrining COVID-19 ini masih memungkinkan hasil yang negatif palsu dan positif palsu. Penyebab hasil negatif palsu di antaranya adalah:

  • Konsentrasi antibodi yang rendah, jadi jika level IgG dan IgM di bawah batas deteksi dari rapid test hasilnya akan menjadi negatif
  • Perbedaan respon imun tiap individu dalam produksi antibodi, misalnya pada pasien immunocompromised yang memiliki gangguan pembentukan antibodi
  • Antibodi IgM yang akan berkurang kadarnya atau bahkan menghilang setelah 2 minggu

Sementara itu penyebab hasil positif palsu antara lain adalah:

  • Kemungkinan reaksi silang (cross reactive) dengan jenis virus corona lain
  • Infeksi lampau dengan jenis virus corona selain virus SARS-CoV-2[1-3,9]

Kesimpulan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa rapid test tidak digunakan untuk diagnostik. Rapid test dapat menjadi metode skrining atau penapisan awal COVID-19 pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, terutama pada populasi spesifik dan situasi khusus seperti pada pelaku perjalanan, lapas, panti, asrama, dan pondok. Triase awal di fasyankes tetap harus melalui anamnesis secara komprehensif, termasuk latar belakang contact tracing dan surveilans di daerahnya.[17]

Diagnosis klinis COVID-19 harus tetap dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR. Berdasarkan bukti sampai saat ini, WHO merekomendasikan penggunaan rapid test imunodiagnostik hanya untuk penelitian, tidak untuk pengambilan keputusan klinis, sampai bukti yang mendukung penggunaan untuk indikasi tertentu tersedia.[1-3,14]

Mengingat rapid  test ini memungkinkan terjadinya hasil yang positif palsu dan negatif palsu, maka hasil yang positif sebaiknya tetap dikonfirmasi dengan tes RT-PCR. Kelompok asimtomatik yang perlu dilakukan skrining dengan hasil negatif harus dilakukan tes ulang setelah 7 hari.[1-3,14]

Referensi