Pendahuluan Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap secara persisten di atas normal. Selama ini, hipertensi dapat didiagnosis apabila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg. Hipertensi terdiri atas stadium I (TDS 140-159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg) dan stadium II (TDS ≥160 mmHg atau TDD ≥100 mmHg).[1,2] Akan tetapi American Heart Association (AHA) mengeluarkan pedoman baru dengan cut-off tekanan darah lebih rendah yakni TDS ≥130 mmHg atau TDD ≥80 mmHg. Penegakan diagnosis didasari oleh pengukuran tekanan darah dalam dua kali pengukuran dengan hasil memenuhi kriteria hipertensi.[3]
Hipertensi merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit kardiovaskular. Angka mortalitas dan morbiditas akibat penyakit kardiovaskular sangatlah tinggi. Oleh karena itu pencapaian target tekanan darah sangatlah penting untuk mencegah progresi penyakit. Komponen pengobatan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan farmakologi. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup terkait pola diet, aktivitas fisik, larangan merokok serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi farmakologi berupa pemberian obat antihipertensi tunggal maupun kombinasi.[1-3]
Fisiologi
Tekanan darah berperan penting dalam memenuhi perfusi darah ke berbagai sel tubuh. Regulasi tekanan darah sangat kompleks melibatkan berbagai sistem yakni sistem kardiovaskular, renal, serta neuroendokrin. Berbagai sistem tersebut akan mempengaruhi curah jantung dan total resistensi perifer. [4]
Curah jantung dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung. Stroke volume ditentukan oleh kontraktilitas jantung, preload, afterload serta faktor-faktor yang mempengaruhi aliran balik vena (laju metabolik, tingkat kebutuhan metabolik). Denyut jantung dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis dan catecholamine.[4-6] Total resistensi perifer ditentukan oleh inervasi saraf, hormon (angiotensin II dan catecholamine, regulator lokal (nitrit oxide, adenosin, prostaglandin, endothelin), serta viskositas darah.[5]
Ginjal berperan penting dalam pengaturan tekanan darah melalui natriuresis dan hormon. Tekanan natriuresis akan mengatur eksresi sodium dan air untuk menjaga kestabilan tekanan darah. Tekanan natriuresis ini dipengaruhi oleh berbagai hormon dan kontrol saraf. Renin merupakan enzim penting terkait regulasi tekanan darah yang dilepaskan oleh sel juxtaglomerular ginjal ketika tekanan arteri menurun. Renin akan memicu angiotensinogen untuk melepaskan angiotensin I (Ang I). Angiotensin converting enzyme (ACE) pada paru akan membantu merubah Ang I menjadi Ang II. Ang II berperan dalam menimbulkan retensi garam dan air oleh ginjal melalui efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung berupa penurunan aliran darah ginjal sehingga lebih sedikit cairan dari glomerulus yang disaring ke tubulus, akibatnya meningkatkan reabsorpsi natrium dan air oleh tubulus. Efek tidak langsung yakni memicu sekresi aldosterone.[4-6]
Gambar 1. Hal-hal yang mempengaruhi tekanan arteri