Penggunaan Alat Pelindung Diri untuk Mencegah Penyakit Infeksius pada Tenaga Medis dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Oleh :
dr.Saphira Evani

Di era pandemi seperti COVID-19, penggunaan alat pelindung diri (APD) sangatlah penting untuk menurunkan risiko penularan penyakit infeksius pada tenaga kesehatan (nakes).  APD dapat menghindarkan kontak nakes dengan patogen. Hal-hal yang perlu diketahui nakes termasuk jenis APD, cara menggunakan dan melepaskan APD, dan bagaimana meningkatkan kepatuhan nakes dalam menggunakan APD. Karena itu, sistem kesehatan tidak hanya harus memprioritaskan pengadaan dan distribusi APD, melainkan juga memberikan pelatihan yang memadai kepada nakes dalam penggunaannya.[1-3]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Terdapat berbagai penyakit sangat infeksius yang bisa cepat menular melalui kontak dengan droplet batuk maupun bersin penderita, kontak dengan darah dan cairan tubuh penderita, needle stick injury, bahkan kontak dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi patogen. Penularan secara cepat tersebut dapat menyebabkan pandemi, seperti penyakit virus Ebola, severe acute respiratory syndrome (SARS), influenza, dan COVID-19. Penggunaan APD atau personal protective equipment (PPE) merupakan salah satu upaya pencegahan global terhadap penyebaran COVID-19.[1-3]

Kontak dengan penyakit-penyakit sangat infeksius dengan angka fatalitas penyakit yang tinggi membuat banyak nakes meninggal selama pandemi.

Revision 1 - Penggunaan Alat Pelindung Diri untuk Mencegah Penyakit Infeksius pada Tenaga Medis dalam Menghadapi Pandemi COVID-19-min

Jenis Alat Pelindung Diri

Penelitian merekomendasikan APD untuk menghadapi penyakit sangat infeksius terdiri dari pelindung saluran napas (masker), pelindung mata (goggle atau face shield), baju pelindung, topi bundar, sarung tangan, dan penutup sepatu bot. Dengan menggunakan APD lengkap tersebut, risiko penularan infeksi di kalangan nakes akan sangat berkurang, walaupun tidak sepenuhnya hilang. Pemilihan jenis APD sebaiknya disesuaikan dengan tipe paparan (aerosol, percikan darah atau cairan tubuh, bersentuhan dengan pasien atau jaringan tubuh), jenis prosedur atau aktivitas yang dikerjakan, serta ukuran yang sesuai dengan pengguna.[1,2,6,7]

Pelindung Saluran Napas (Masker)

Sebuah uji klinis menunjukkan bahwa masker N95 lebih unggul daripada masker medis dalam mencegah infeksi virus pernapasan pada petugas layanan kesehatan.

WHO telah merekomendasikan bahwa ketika tenaga kesehatan melakukan prosedur aerosol (aerosol generating procedures / AGP) pada pasien diduga positif penyakit sangat infeksius seperti COVID-19 harus memakai masker N95 atau FFP2 (filtering facepiece). Kedua jenis masker tersebut telah teruji sesuai (fit tested) untuk digunakan oleh nakes.[2,6]

Ukuran diameter virus COVID-19 menggunakan mikroskop elektron adalah 70–90 nm. Sedangkan tetesan droplet yang dihasilkan oleh batuk dan bersin biasanya berukuran kurang dari 5 μm, dan dapat membawa virus sejauh 4,5 m. Kemampuan  masker N95 atau FFP2 adalah 95% efektif untuk ukuran partikel 0,1–0,3 μm, dan meningkat menjadi >99,5% untuk partikel yang berukuran >0,75 μm.[6,9,10]

Masker bedah tidak dirancang untuk melindungi pemakai dari lingkungan, masker bedah yang terdiri dari tiga lapisan bahan non woven hanya memberikan perlindungan terhadap droplet ukuran besar dan membiarkan sebagian besar virus (kisaran ukuran 10‒80 nm) di udara menembus filternya.[6,9,10]

Alat pelindung saluran napas yang lebih baik adalah particulate respirator dengan filter yang dapat diganti, powered air purifying respirator (PAPR), bahkan air-supplying respirator. PAPR dianjurkan bila masker N95 tidak sesuai dengan bentuk wajah, atau bila akan melakukan prosedur yang memproduksi gas aerosol.[7,9]

Prinsip masker medis yang dianjurkan WHO adalah masker dengan sirkulasi udara yang baik, permukaan internal dan eksternal harus dapat dibedakan dengan jelas, penyaringan tetesan 98%, dan lebih baik resisten cairan.[8,9]

Standar masker untuk tenaga kesehatan menghadapi penderita penyakit sangat infeksius seperti COVID-19 berdasarkan WHO adalah fluid resistant masks, seperti EN14683 tipe IIR, ASTM F2100 level 2 atau 3, atau YY 0469 dengan filtrasi droplet bakteri minimal 98%. Untuk standar non-fluid resistant mask, adalah EN 14683 tipe II, YY/T 0969 dengan filtrasi droplet bakteri minimal 98%, atau alternatif lain dengan standar setara.[8,9]

Pelindung Mata

Atribut pelindung mata berguna untuk melindungi mata dari  kontaminasi patogen berupa droplet, percikan darah, atau cairan tubuh pasien. APD untuk bagian mata bisa menggunakan goggle atau face shield. Face shield dapat dikenakan di luar goggle untuk melindungi bagian wajah seluruhnya.[8,9]

Face shield dan goggle biasanya dapat dipakai ulang, tetapi harus dibersihkan dengan cara direndam menggunakan larutan klorin yang diencerkan 1:49 kemudian bilas dengan air bersih. Standar pelindung mata untuk penyakit sangat infeksius seperti COVID-19 berdasarkan WHO adalah EN 166, dan ANSI/ISEA Z87.1.[8,9]

Prinsip goggle adalah dapat menutup mata dan area sekitar, menempel dengan baik dengan dengan kulit wajah, sebaiknya bingkai terbuat dari PVC yang fleksibel agar mudah dipasang pada semua kontur wajah dengan tekanan yang merata. Lensa terbuat dari plastik bening dengan perawatan tahan kabut dan gores, juga dapat mengakomodasi pengguna dengan kacamata resep. Tali harus bisa disesuaikan, dan kuat agar tidak longgar selama aktivitas klinis. Dibutuhkan ventilasi tidak langsung untuk menghindari fogging.[8]

Sedangkan prinsip faceshield  adalah dapat menutupi sepenuhnya sisi dan panjang wajah pengguna, terbuat dari plastik bening, dan memberikan jarak pandang yang baik bagi pengguna dan pasien. Memiliki tali yang bisa disesuaikan untuk dipasang dengan kuat di sekeliling kepala dan pas di dahi, lebih baik jika tahan kabut.[8]

Baju Pelindung

Menurut tinjauan Cochrane yang dipublikasikan pada Juli 2019, penggunaan jubah (gown) memberikan perlindungan terhadap kontaminasi lebih baik dibandingkan apron. Studi ini juga menyebutkan bahwa material baju pelindung yang lebih breathable tidak meningkatkan risiko kontaminasi, dibandingkan material yang lebih tahan air. Jenis material breathable bahkan bisa meningkatkan kenyamanan pengguna. Namun, perlu dicatat bahwa kesimpulan ini ditarik dari studi dengan kualitas bukti yang rendah.[1]

Prinsip baju pelindung adalah harus sekali pakai/disposable, panjang hingga pertengahan betis, dan memiliki ukuran yang sesuai dengan pengguna sehingga tidak menghambat pergerakan.[8]

Apabila baju tidak sekali pakai, maka harus diperhatikan berapa kali dapat digunakan kembali mengingat jahitan dapat menjadi longgar setelah pencucian. Sebaiknya terbuat dari bahan bukan tenunan (nonwoven), tetapi jika dari bahan tenunan maka zona kritis harus lebih tahan cairan daripada zona nonkritis. Jika baju pelindung tidak resisten air maka gunakan apron tahan air di luar baju.[8]

Standar baju pelindung untuk penyakit sangat infeksius seperti COVID-19 berdasarkan WHO adalah AAMI PB70 (level 1-3), ASTM F3352, EN 13034-Type PB (stitched gown) dengan ukuran minimum hydrostatic head 50 cmH2O, AAMI PB70 level 4, atau ISO 16604 kelas 5.[8,9]

Sarung Tangan dan Sepatu Boot

Sarung tangan mencegah kontak kulit tangan dengan darah, cairan tubuh, droplet, jaringan tubuh, dan benda-benda yang terkontaminasi patogen. Sarung tangan harus disposable. Panjang sarung tangan sebaiknya melewati pergelangan tangan, dan ukurannya sesuai agar bagian lengan baju pelindung dapat dimasukkan ke dalamnya. Hasil tinjauan Cochrane menemukan bahwa penggunaan sarung tangan ganda (double gloving) menurunkan kontaminasi dibandingkan penggunaan tunggal.[1,9]

Pedoman WHO menganjurkan penggunaan sarung tangan ganda ketika melakukan prosedur berisiko tinggi, atau akan melakukan kontak dengan cairan tubuh pasien. Penelitian pada tahun 2012 menyimpulkan bahwa secara signifikan lebih banyak virus yang ditransfer ke tangan subjek yang menggunakan sarung tangan tunggal daripada sarung tangan ganda.[7,11]

Untuk bagian kaki, alat pelindung diri yang digunakan berupa sepatu boot dari bahan karet atau bahan tahan air lainnya yang bisa ditambah dengan penggunaan boot cover di bagian luarnya.[1,9]

Modifikasi Bentuk APD

Modifikasi bentuk APD dengan tujuan proteksi yang lebih tinggi dapat menurunkan risiko kontaminasi. Jenis modifikasi ini misalnya kombinasi jubah dan sarung tangan yang dapat dilekatkan (RR 0,27), atau jubah dengan bentuk yang lebih ketat di bagian leher dan pergelangan tangan (RR 0,08).[1]

Cara Menggunakan Alat Pelindung Diri

Sejak pandemi COVID-19 merebak telah dikeluarkan berbagai pedoman terkait cara menggunakan dan melepas APD, baik oleh WHO, Centers for Disease Prevention and Control (CDC), European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), dan Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC).

Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 juga menjelaskan tentang indikasi penggunaan APD, cara memakai dan melepas APD dengan benar, serta cara mengumpulkan/disposal APD yang telah dipakai dengan tepat.[11-13]

Selama kontak dan melakukan prosedur pada pasien, seluruh atribut APD tidak boleh dilepas, kecuali mengganti sarung tangan bagian luar. Sarung tangan luar dapat diganti segera setelah melakukan satu prosedur medis dengan kontaminasi yang signifikan. Tenaga kesehatan harus segera melepaskan APD di area doffing apabila terkena cairan tubuh atau darah dalam jumlah signifikan, serta bila ditemukan adanya robekan pada sarung tangan atau pada bagian lengan yang tidak tertutupi oleh sarung tangan.[11]

Teknik Menggunakan Alat Pelindung Diri

Saat menggunakan APD, perlu ada seorang petugas terlatih yang melakukan supervisi prosedur agar sesuai protokol, dan juga seorang asisten yang membantu memakaikan alat tertentu. Berikut ini prosedur penggunaan (donning) APD:

  1. Sebelum menggunakan APD, nakes melepaskan seluruh perhiasan yang dikenakan termasuk jam tangan, nakes yang berambut panjang harus mengikat rambut, dan nakes yang berkacamata harus melekatkan kacamata supaya tidak jatuh
  2. Menginspeksi kondisi APD, memastikan ukurannya sesuai dan tidak ada kerusakan
  3. Melakukan cuci tangan (hand hygiene)

  4. Memakai sepatu dan boot cover, usahakan tangan tidak menyentuh lantai, dan sebaiknya dikerjakan dalam posisi duduk
  5. Memakai sarung tangan dalam
  6. Memakai baju pelindung hingga lengan baju menutupi semua bagian pergelangan sarung tangan dalam, jika masih ada celah maka dapat menggunakan plester
  7. Memakai masker N95, pastikan seluruh bagian tepi masker menyesuaikan bentuk wajah sehingga tidak ada celah, menekan bagian hidung dengan dua tangan, jika masih ada celah maka dapat menggunakan plester
  8. Memakai hood, pastikan bagian telinga dan leher tertutup dan tidak ada rambut yang keluar, sedangkan bagian bawah hood harus menutupi kedua bahu (asisten dapat membantu proses pemakaian)
  9. Memakai apron (tidak wajib), terutama bila menangani pasien dengan gejala muntah dan diare
  10. Memakai sarung tangan luar yang biasanya memiliki pergelangan lebih panjang,  bagian lengan sarung tangan ditarik hingga menutupi bagian lengan baju pelindung, sebaiknya menggunakan sarung tangan luar yang berbeda warna dengan sarung tangan dalam sehingga dapat membantu identifikasi
  11. Memakai face shield

  12. Mengevaluasi kelengkapan dan kesesuaian penggunaan APD dengan bantuan cermin, ditambah dengan verifikasi oleh petugas supervisi donning[11-15]

Bila menggunakan powered air-purifying respirator (PAPR), maka alat tersebut dikenakan setelah menggunakan baju pelindung. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan sarung tangan luar, hood khusus PAPR, dan apron bila perlu. Penggunaan PAPR membutuhkan bantuan asisten yang terlatih agar dapat berfungsi dengan baik dan tidak meningkatkan risiko kontaminasi.[1,14]

Penggunaan APD berlapis memang memberikan efek proteksi yang baik, tetapi dapat membatasi gerak tenaga medis. Selain itu risiko self-contaminating juga meningkat pada saat petugas harus melepaskan APD yang berlapis-lapis tersebut. Oleh karena itu, prosedur pelepasan harus dilakukan secara seksama dan sesuai dengan urutan yang benar. Prosedur pelepasan APD harus dilakukan di area khusus doffing, dipandu oleh seorang supervisi terlatih, dan dibantu oleh seorang asisten, terutama dalam melepaskan atribut yang kompleks seperti PAPR.[1,14]

Cara Melepaskan Alat Pelindung Diri

Penularan penyakit tetap bisa terjadi walaupun nakes sudah memakai APD sesuai standar. Hal ini akibat self-contaminating saat proses melepaskan (doffing) APD, dimana patogen yang mengkontaminasi tetap infeksius selama beberapa waktu. Pada wabah SARS terdahulu, meskipun sudah menggunakan APD dengan tepat, tetapi jumlah nakes yang tertular masih mencapai 20% dari total kasus SARS.[16,17]

Penelitian menunjukkan risiko self-contamination yang cukup tinggi saat proses melepaskan APD, terutama melepas APD jenis coverall kepala-mata kaki. Hal ini karena karet elastis pada hoodie cenderung melipat ke dalam saat dilepaskan. Ada pula laporan sarung tangan yang robek karena tersangkut saat membuka resleting baju pelindung jenis coverall.[18]

Pada sebuah penelitian lain menggunakan marker fluoresen, terjadi kontaminasi pada kulit atau pakaian nakes pada 46% (200/435) prosedur melepaskan APD. Sekitar 70,3% prosedur melepaskan APD dilakukan tidak sesuai panduan. Kontaminasi lebih sering ditemukan saat melepaskan sarung tangan dibandingkan saat melepaskan baju pelindung (52,9% vs 37,8%, p=0,002).[19]

Sebuah penelitian di Korea Selatan melaporkan self-contamination terbesar ditemukan saat melepaskan alat  respirator, hood, dan boot cover. Kontaminasi terbesar pada penelitian-penelitian lain ditemukan di area leher, jari tangan, tangan, pergelangan tangan, lengan, dan juga wajah. Semakin banyak atribut APD yang harus dikenakan, semakin tinggi kesalahan prosedur pelepasannya. Keterbatasan waktu untuk melepaskan APD juga dapat meningkatkan angka ketidakpatuhan pada urutan prosedur.[19-23]

Teknik Melepaskan Alat Pelindung Diri

Berdasarkan pedoman WHO, prosedur melepaskan alat pelindung diri sesuai urutan adalah sebagai berikut:

  1. Melakukan cuci tangan (hand hygiene) dengan tetap menggunakan sarung tangan luar
  2. Merobek apron di bagian leher kemudian gulung ke bagian depan dan bawah, hindari tangan menyentuh bagian coverall di belakang
  3. Mencuci tangan kembali, prosedur cuci tangan dilakukan setiap selesai melepaskan 1 jenis alat pelindung diri
  4. Melepaskan pelindung kepala-leher, bila hood terpisah dari baju pelindung,  dengan cara menarik bagian atas penutup kepala
  5. Bila menggunakan coverall kepala-mata kaki, terlebih dahulu membuka resleting di bagian dada, kemudian melepaskan hoodie ke arah belakang secara perlahan dengan cara menggulung bagian dalam menjadi bagian luar, hindari menyentuh bagian luar coverall

  6. Setelah coverall terlepas melewati bahu hingga pertengahan siku, kemudian menarik bagian lengan perlahan agar coverall terlepas bersama dengan sarung tangan luar.
  7. Teruskan membuka dan menggulung coverall dengan tetap menggunakan sarung tangan dalam, hingga terlepas seluruhnya dari bagian kaki
  8. Melakukan cuci tangan kembali
  9. Melepaskan pelindung mata dengan memegang tali di bagian belakang
  10. Mencuci tangan
  11. Melepaskan masker dengan menarik bagian tali bawah di belakang melewati kepala ke bagian depan, dilanjutkan dengan melepaskan tali bagian atas
  12. Mencuci tangan
  13. Melepaskan boot cover,  lalu melepaskan sepatu boot tanpa menyentuh dengan tangan
  14. Mencuci tangan
  15. Melepaskan sarung tangan dalam
  16. Melakukan cuci tangan di akhir prosedur [11-15]

Meningkatkan Kepatuhan Tenaga Kesehatan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri

Pelatihan khusus cara menggunakan dan melepas APD memiliki manfaat menurunkan kontaminasi dari 60% menjadi 18,9% menurut sebuah penelitian di 4 rumah sakit di Ohio. Penurunan kontaminasi dilaporkan menetap selama pengamatan di bulan pertama dan ketiga tanpa pelatihan ulang. Self-contamination umumnya terjadi karena nakes kurang familiar dengan prosedur penggunaan APD. Pelatihan nakes menggunakan media audio visual, simulasi, dan evaluasi langsung, memiliki efek yang lebih baik dibandingkan hanya menonton video atau membaca checklist.[18,20,22,24]

Penelitian oleh Casalino et al, membandingkan pelatihan menggunakan instruktur yang membacakan dengan lantang urutan penggunaan dan pelepasan APD, dengan pelatihan tanpa instruktur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan APD yang didampingi instruktur yang memberikan instruksi penggunaan secara lisan menurunkan angka ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan dengan tenaga medis yang tidak mendapatkan instruksi apapun.[25]

Hung et al melaporkan bahwa pemanfaatan simulasi komputer dalam sesi pelatihan menurunkan angka kesalahan saat melakukan doffing.[26]

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Jenis APD yang digunakan untuk menghadapi COVID-19 dapat ditentukan berdasarkan status pandemi yang mungkin berubah menjadi endemi, serta meningkatnya cakupan vaksinasi. Berdasarkan hal-hal tersebut, panduan penggunaan APD mungkin akan terus berkembang. Saat ini, penggunaan APD diatur oleh pedoman pemerintah mengenai petunjuk teknis alat pelindung diri dalam menghadapi wabah COVID-19.[27]

Pedoman ini perlu diperhatikan dan diikuti oleh nakes, baik yang memeriksa, merawat, mengantar, atau membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus terkonfirmasi COVID-19.[15]

Panduan APD di Ruang Rawat Inap, IGD, dan Kamar Operasi

Nakes yang merawat langsung pasien dengan penyakit infeksi yang sangat menular, seperti COVID-19 pada awal pandemi dan belum ada vaksinasi, perlu menggunakan APD sebagai berikut:

  • Masker bedah
  • Baju pelindung (gown)
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata (goggle)
  • Pelindung wajah (face shield)
  • Penutup kepala
  • Sepatu pelindung [27]

Nakes yang melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol (aerosol generating procedure), masker bedah perlu diganti dengan masker respirator N95, dan tambahkan penggunaan apron. Contoh tindakan yang menghasilkan aerosol adalah intubasi, ventilasi noninvasif, trakeostomi, resusitasi jantung paru, nebulisasi, bronkoskopi, pengambilan swab tenggorok, pemeriksaan hidung dan tenggorokan, serta pemeriksaan gigi.[15,27]

Panduan APD Area Triase

Nakes yang bertugas di area triase hanya perlu menggunakan masker bedah. Walau demikian, perlu dipastikan bahwa petugas di area triase hanya melakukan skrining awal tanpa kontak langsung, dan membatasi jarak dengan pasien minimal 1 meter.[15,27]

Panduan APD di Ruang Rawat Jalan

Nakes yang menangani pasien tanpa gejala infeksi saluran napas hanya perlu menggunakan masker bedah dengan tetap menjaga jarak minimal 1 meter. Sedangkan nakes yang melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dengan gejala infeksi saluran napas perlu menggunakan APD sebagai berikut:

  • Masker bedah
  • Baju pelindung
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung wajah
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung [27]

Pada petugas yang melakukan pemeriksaan atau tindakan yang menghasilkan aerosol pada pasien dengan/tanpa gejala infeksi saluran napas, masker bedah diganti dengan masker respirator N95, dan tambahkan penggunaan apron.[15,27]

Panduan APD di Laboratorium

Di laboratorium, nakes yang mengerjakan sampel saluran napas perlu mengenakan APD sebagai berikut:

  • Masker respirator N95
  • Baju pelindung
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung wajah
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung [27]

Panduan APD untuk Tenaga Kebersihan

Tenaga kesehatan yang bertugas membersihkan ruang rawat inap, ruang rawat jalan, atau ruang isolasi yang ditempati pasien dengan penyakit infeksi yang sangat menular, seperti COVID-19 pada awal pandemi dan belum ada vaksinasi, perlu menggunakan APD sebagai berikut:

  • Masker bedah
  • Baju pelindung
  • Sarung tangan tebal
  • Pelindung mata
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung [27]

Alat pelindung diri tersebut juga perlu digunakan saat membersihkan ambulans yang digunakan untuk memindahkan pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19.[27]

Panduan APD di Ambulans

Nakes yang mengantar pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi dengan penyakit infeksi yang sangat menular, seperti COVID-19 pada awal pandemi dan belum ada vaksinasi,  perlu menggunakan APD sebagai berikut:

  • Masker bedah
  • Baju pelindung
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung [27]

Sopir yang mengendarai ambulans cukup menggunakan masker bedah dan menjaga jarak minimal 1 meter dengan pasien. Namun, jika sopir membantu mengangkat pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi penyakit infeksi yang sangat menular, seperti COVID-19 pada awal pandemi dan belum ada vaksinasi, sopir perlu menggunakan alat pelindung diri yang sama dengan nakes tersebut di atas.[27]

Kesimpulan

Penggunaan alat pelindung diri (APD) dapat membantu menurunkan risiko penularan penyakit yang sangat infeksius. Teknik penggunaan dan pelepasan APD yang baik penting untuk diketahui nakes. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah risiko self contamination yang sering kali terjadi saat proses pelepasan APD. APD harus dilepaskan secara berurutan dan dengan melakukan cuci tangan setiap kali selesai melepaskan satu atribut. Pelatihan teknik pemasangan dan pelepasan APD dapat pelatihan melalui video peragaan yang dikeluarkan oleh WHO maupun CDC.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi