Perbandingan Akurasi Sampel Nasopharyngeal Swab dan Saliva untuk Mendeteksi COVID-19

Oleh :
dr. Ardi Putranto Ari Supomo, Sp. PK

Pemeriksaan PCR untuk mendeteksi COVID-19 dapat menggunakan sampel dari nasopharyngeal swab (NPS) atau saliva. Bagaimana perbandingan akurasi hasil pemeriksaan dari kedua sampel tersebut?

PCR (polymerase chain reaction) dengan sampel dari apusan area nasofaringeal merupakan baku emas untuk menegakkan diagnosis COVID-19. Sedangkan sampel melalui saliva (air liur) dilakukan sebagai alternatif, dan mulai dikembangkan sejak April 2020. Beberapa keuntungan sampel saliva adalah dapat untuk pemeriksaan secara masif, untuk pasien segala usia, dan untuk daerah dengan keterbatasan tenaga kesehatan karena pengumpulan sampel dapat dilakukan mandiri oleh pasien.[1-3]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Pengambilan Sampel Nasopharyngeal Swab (NPS)

Saat ini, pemeriksaan baku emas untuk mendeteksi infeksi virus SARS-CoV-2 adalah NAAT (nucleic acid amplification test) dengan sampel dari NPS. Sampel tersebut didapatkan menggunakan batang swab yang dimasukkan ke dalam hidung atau mulut (oro-nasopharyngeal swab / ONS) dengan tujuan mencapai daerah terdalam dari nasofaring. Daerah nasofaring adalah rongga berbentuk kubus di belakang rongga hidung atau koana.[1,2]

nsp vs st 2

Metode Nasopharyngeal Swab

Metode NPS dan ONS menggunakan batang dakron dengan serat fiber (flocking), yang berfungsi untuk menjaga virus tetap hidup saat diambil sampai dipindahkan ke VTM (viral transport medium). Tahapan swab nasofaring dan orofaring yang ideal adalah:

  • Dokter atau tenaga kesehatan menggunakan APD (alat pelindung diri)
  • Siapkan batang swab (berbahan dakron) dan wadah VTM (wadah ukuran 5 ml, berisi cairan VTM 2 ml
  • Posisikan kepala pasien pada sudut 70 derajat
  • Masukkan batang swab ke lubang hidung (nostril) hingga mencapai bagian posterior nasofaring
  • Lakukan apusan atau pengambilan sampel selama 2−3 detik secara perlahan dengan gerakan memutar
  • Lakukan juga pada bagian posterior orofaring dengan memasukan batang swab melalui mulut
  • Patahkan ujung batang swab, kemudian taruh ke dalam wadah VTM
  • Segera kirimkan ke laboratorium dalam waktu 1 jam tanpa kemasan khusus
  • Simpan sampel dalam suhu 2‒8°C jika pengiriman tertunda hingga 72 jam, atau dalam suhu -70°C jika lebih lama dari 72 jam [1,2,4,5]

Kekurangan Nasopharyngeal Swab

Beberapa kekurangan dari pengambilan sampel NPS dan ONS adalah membutuhkan tenaga ahli yang sudah mendapatkan pelatihan khusus. Termasuk metode invasif sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman terutama pada pasien anak, dan risiko trauma pada mukosa hingga menimbulkan perdarahan. Selain itu, pasien seringkali menolak jika dibutuhkan tes ulang atau lanjutan.[1-4,6]

Pengambilan sampel ini juga berisiko meningkatkan penularan COVID-19 kepada petugas kesehatan. Hal ini karena rangsang batuk atau bersin pasien saat dilakukan tindakan. Bahan habis pakai yang digunakan serta antrian pasien juga berpotensi penularan.[1-4,6]

Keunggulan Nasopharyngeal Swab

Beberapa keunggulan dari NPS dan ONS adalah baku emas untuk sampel NAAT, serta merupakan metode yang telah banyak dilakukan penelitian. Tes PCR dengan sampel NPS sangat sensitif, akurat, dan terpercaya dalam mendeteksi virus SARS-CoV-2. Material genetik virus sangat optimal pada sampel ini, sehingga virus dapat terdeteksi dini meskipun belum muncul gejala.[1,2]

Pengambilan Sampel Saliva

Penelitian menunjukkan bahwa tingkat keparahan COVID-19 meningkat jika virus  SARS-CoV-2 teraktivasi oleh furin di kelenjar saliva. Furin yang diekspresikan oleh kelenjar saliva bertanggung jawab untuk regulasi protein spesifik, dan diyakini akan memecah toksin virus termasuk virus corona. Oleh karena itu, keberadaan furin dalam saliva menandakan perkembangan penyakit yang cepat melalui droplet.[3]

Metode Sampling Saliva

Viral load tertinggi pada saliva terjadi minggu pertama infeksi, dan paling banyak pada pagi hari. Tahapan pengambilan sampel saliva yang tepat dan ideal adalah:

  • Waktu terbaik pengambilan sampel saliva pada pagi hari, karena rongga mulut dan saluran pencernaan belum terkontaminasi makanan dan minuman
  • Instruksikan pasien untuk membersihkan tenggorokan dengan cara 3 kali mengeluarkan dahak/riak yang dapat mengganggu pemeriksaan saliva (air liur)
  • Kumpulkan 0,5−1 mL saliva (sekitar 1 sendok teh) di wadah kosong yang steril dan kering berukuran 15−30 mL dan diameter 17−30 mm
  • Pasien harus segera tutup wadah setelah sampel terkumpul
  • Petugas kemudian membersihkan bagian luar wadah dengan kain yang sudah diberikan campuran 1/10 pemutih dan air,
  • Campurkan sampel saliva dengan VTM dengan segera
  • Kirimkan sampel ke laboratorium pada suhu ruangan (20-25°C) dalam waktu kurang lebih 1 jam, atau suhu 4°C apabila dikirim dalam 24 jam[2-4,5]

Kelebihan Sampel Saliva

Kelebihan sampel saliva di antaranya pengumpulan sampel yang lebih nyaman terutama pada pasien anak, serta dapat dilakukan secara massal atau secara mandiri oleh pasien. Metode tidak invasif, sederhana, dan tidak membutuhkan pelatihan khusus tenaga kesehatan. Sel pada glandula saliva sangat sensitif dengan infeksi virus, stabilitas sampel baik, hemat bahan habis pakai, serta risiko penularan minimal. Sampel saliva juga dapat dilakukan pada pasien dengan kelainan anatomi hidung seperti deviasi septum,  serta koagulopati.[1-4,6-8]

Kekurangan Sampel Saliva

Walaupun nyaman untuk pasien anak, tetapi pengumpulan sampel yang sesuai pada neonatus dan balita agak sulit. Selain itu, sensitivitas tes PCR dengan sampel saliva dianggap lebih rendah daripada sampel NPS, karena sampel mudah tercemar oleh bakteri rongga mulut dan saluran pernafasan atas. Hasil negatif palsu mungkin terjadi karena enzim rongga mulut dapat menghambat pertumbuhan virus.

Pengambilan sampel secara mandiri di rumah tanpa pengawasan tenaga kesehatan memiliki risiko sampel yang invalid (tidak layak diperiksa di laboratorium). Sampel invalid bisa disebabkan karena komposisi sampel saliva dan cairan VTM yang tidak terkontrol baik, kontrol kualitas dan presisi dari alat tidak terjaga, dan bahan habis pakai yang juga tidak terjamin validitasnya.[1-4,6-8]

Perbandingan Sampel Nasopharyngeal Swab dan Saliva

Beberapa penelitian telah membandingkan sensitivitas dan spesifisitas tes PCR COVID-19 dengan menggunakan sampel NPS dan saliva. Semua penelitian memberikan hasil bahwa sampel saliva dapat digunakan sebagai alternatif sampel NPS karena perbedaan sensitivitas dan spesifisitas yang tidak terlalu jauh.[1-4,6-8]

Penelitian Dhillon et al tentang akurasi saliva untuk deteksi infeksi SARS-CoV-2 pada anak mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas sampel saliva adalah 84,5% dan 99,5%. Sedangkan sampel NPS didapatkan sensitivitas 71,6‒86,5% dan spesifisitas 99,4‒100%.[1]

Penelitian Huber et al bertujuan untuk menentukan efikasi sampel saliva untuk mendeteksi virus SARS CoV-2 dengan tes PCR pada pasien dewasa dan anak. Didapatkan persetujuan persentase positif (PPP) sampel saliva pada dewasa adalah 92,3% sedangkan pada anak adalah 93,3%. Hasil tersebut sedikit lebih tinggi pada sampel NPS dewasa yaitu sebesar 97,8% dan lebih rendah pada sampel NPS anak yaitu 84,8%.[2]

Pada rangkuman oleh Warsi et al, didapatkan beberapa penelitian yang menunjukkan keunggulan sampel saliva. Sensitivitas sampel saliva adalah 84%, dengan spesifisitas 98%. Nilai viral load pada sampel saliva sekitar 9,9x102 hingga 1,2x108 copies/mL, di mana viral load pada pagi hari lebih banyak daripada malam hari. Pengambilan sampel secara drooling (diteteskan dari mulut) merupakan metode baku emas untuk sampling saliva, karena mempunyai viral load tertinggi.[3]

Penelitian Guclu E et al tentang perbandingan sampel saliva dan ONS mendapatkan sensitivitas, nilai prediksi positif, spesifisitas, dan nilai prediksi negatif di atas 85%. Nilai tersebut dapat menjadikan saliva sebagai alternatif dari ONS.[4]

Meta analisis oleh Ibrahimi et al mengemukakan bahwa sensitivitas antara sampel saliva dengan NPS adalah 86,5% vs 92%. Meskipun sensitivitas sampel saliva lebih rendah dibandingkan NPS, tetapi nilai cut-off sensitivitasnya sudah diatas nilai rekomendasi kementerian kesehatan Perancis (French Haute Autorite de Sante) yaitu di atas 80%.[6]

Penelitian Nakakubo et al mengenai perbandingan sampel saliva dan NPS mendapatkan bahwa viral load sampel saliva hampir menyamai sampel NPS (100% vs 89%), serta viral load sampel saliva terdeteksi pada nilai CT (cycle threshold) lebih tinggi (25,5−35,3) daripada sampel NPS (19,8−28,6). Viral load sampel saliva terdeteksi tertinggi pada minggu pertama setelah gejala muncul, dan secara bertahap menurun seiring waktu.[7]

Penelitian Butler-Laporte et al juga mendapatkan hasil bahwa perbedaan akurasi sampel saliva dengan NPS tidak berbeda jauh. Di mana sensitivitas 83,2% vs 84,8%,  sementara spesifisitas 99,2% vs 98,9%. Sehingga sampel saliva dapat sebagai alternatif dari NPS.[8]

Kesimpulan

Tes PCR dengan sampel nasopharyngeal swab (NPS) dan oro-nasopharyngeal swab  (ONS) memang merupakan pemeriksaan baku emas yang akurat, sensitif, dan spesifik untuk mendiagnosis COVID-19. Namun, metode pengambilan sampel NPS memiliki kekurangan, termasuk membutuhkan pelatihan khusus, bahan habis pakai yang banyak terbuang, dan risiko penularan baik terhadap tenaga Kesehatan maupun orang sekitar. Oleh karena itu, harus dicari alternatif dari pengambilan sampel NPS.

Sampel saliva adalah pilihan yang tepat karena non invasif, dapat dilakukan mandiri oleh pasien, risiko penularan rendah, serta efektif untuk pasien dengan kelainan anatomi hidung atau kelainan pembekuan darah. Akurasi dari sampel saliva juga tidak jauh berbeda dengan sampel NPS, di mana dari salah satu penelitian menyebutkan sensitivitas saliva 83,2% vs NPS 84,8% dan spesifisitas saliva 99,2% vs NPS 98,9%.

Pengambilan sampel saliva cocok dilakukan di Indonesia yang jumlah penduduknya besar, yang membutuhkan metode skrining dan diagnostik secara massal, cepat, dan aman. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan dan pusat kesehatan masih tidak memadai.  Sayangnya, baru beberapa laboratorium yang menyediakan layanan sampling atau pengambilan sampel saliva. Pemerintah perlu mendorong produsen alat kesehatan lokal untuk membuat bahan pemeriksaan sampel saliva, termasuk wadah VTM khusus saliva, agar bisa didistribusikan secara lokal.

Namun perlu diingat bahwa limbah berbahaya dari pengambilan sampel saliva dapat menyebabkan penyebaran penyakit semakin cepat, terutama bila dilakukan secara mandiri di rumah pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan edukasi yang lengkap dan menyeluruh kepada masyarakat mengenai manfaat, risiko, dan teknik yang tepat terutama dengan menggunakan video. Perbedaan dahak dan saliva (air liur) yang belum dipahami masyarakat luas dapat menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan sampling saliva.

Referensi