Efikasi Masker Bedah dan Masker Respirator N95 untuk Mencegah Infeksi Saluran Pernapasan pada Tenaga Medis

Oleh :
Audric Albertus

Efikasi masker bedah dan masker respirator N95 dalam pencegahan transmisi infeksi saluran pernapasan pada tenaga medis sampai sekarang masih bersifat kontroversial walau kebanyakan studi menunjukkan masker respirator N95 lebih superior dibandingkan masker bedah dalam mencegah infeksi saluran pernapasan. Tenaga medis juga perlu mengingat bahwa terlepas dari yang digunakan masker respirator N95 atau masker bedah, yang lebih penting adalah kepatuhan untuk selalu menggunakan masker bedah atau masker respirator N95 tersebut.

Pedoman klinis yang ada juga memiliki hasil yang kontroversi terkait perlu tidaknya penggunaan masker respirator N95 ketika menghadapi semua pasien dengan gejala seperti influenza. Walau demikian, semua pedoman yang ada sepakat bahwa pada kasus infeksi saluran pernapasan yang ditransmisikan melalui aerosol; seperti virus COVID-19, tuberkulosis paru, influenza, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), atau Middle East Respiratory Syndrome (MERS), sebaiknya yang digunakan adalah masker respirator N95 dan bukan masker bedah.[1,2]

Tenaga medis sering kali terekspos dengan patogen-patogen infeksi respiratori di lingkungan kerja. Berdasarkan studi kohort Maclntyre et al, 66% tenaga medis memiliki kolonisasi bakteri dan 22% memiliki koinfeksi dengan virus  pada saluran pernapasan atas. Selain itu, tenaga medis yang melakukan prosedur risiko tinggi, seperti intubasi dan suctioning, memiliki risiko tiga kali lebih tinggi mengalami infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu, alat yang tepat untuk mencegah transmisi infeksi saluran pernapasan sangat diperlukan. [3,4]

shutterstock_1301143072_compressed

Fungsi Masker Bedah dan Respirator

Masker bedah diciptakan untuk mencegah pengguna terhadap droplet berukuran besar. Oleh sebab itu, masker bedah tidak dapat digunakan untuk pencegahan infeksi dengan transmisi airborne, seperti tuberkulosis paru dan campak.

Berbeda dengan masker bedah, masker respirator N95 diciptakan dengan tujuan mencegah transmisi partikel kecil airborne, seperti aerosol. Alat ini juga diciptakan menyesuaikan dengan wajah sehingga mencegah terjadinya kebocoran dan meningkatkan efisiensi filtrasi. Jenis masker respirator N95 yang disertifikasi oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), adalah N95, N99, dan N100. [2,5]

Bukti Klinis Efikasi Masker Bedah

Sampai sekarang, efikasi masker bedah dalam pencegahan infeksi pernapasan masih dalam perdebatan. Studi Barasheed et al melakukan tinjauan pustaka pada 25 studi dengan total 12.710 partisipan mengenai peran masker bedah dalam mencegah infeksi pernapasan pada acara yang melibatkan kumpulan orang banyak, seperti olimpiade atau ibadah haji. Kebanyakan studi yang ada meneliti mengenai penggunaan masker bedah untuk ibadah haji. Hasil dari studi yang ada menemukan manfaat masker bedah untuk menurunkan risiko infeksi pernapasan hingga 20%.

Hasil studi ini perlu dikritisi mengingat adanya tingkat heterogenitas yang tinggi, baik dari metode studi, maupun dari frekuensi dan durasi penggunaan masker. Data frekuensi dan durasi ini yang kebanyakan menggunakan laporan langsung dari partisipan dengan data kualitatif; misalnya selalu, sering kali, kadang-kadang, atau tidak pernah; juga meningkatkan potensi bias dari hasil studi.[6]

Studi kohort prospektif oleh MacIntyre, et al. pada 286 orang tua yang anaknya mengalami clinical respiratory illness menemukan bahwa tingkat kepatuhan penggunaan masker diasosiasikan dengan efikasi masker bedah untuk mencegah infeksi influenza-like illness. Tingkat reduksi dari penggunaan masker dengan tingkat kepatuhan yang baik mencapai 20-40%.[7]

Bukti Klinis Efikasi Respirator

Berdasarkan hasil uji laboratorium, masker respirator N95 ditemukan lebih efektif, dengan efisiensi sebesar 95-99,97% untuk mencegah infeksi virus yang ditransmisikan melalui aerosol.[8]

Beberapa studi lainnya juga menunjukkan bahwa penggunaan masker respirator N95 N95 dapat mencegah terjadinya clinical respiratory illness (CRI) dan bacterial respiratory infection (BRI). Penggunaan masker respirator N95 juga ditemukan bermanfaat mencegah transmisi severe acute respiratory syndrome (SARS).[2,8]

Perbandingan Efikasi Masker Bedah dan Respirator

Studi meta analisis oleh Offedu et al terhadap 6 randomized controlled trial (RCT) dengan total sampel sekitar 7.500 orang tenaga kesehatan membandingkan efikasi masker bedah dan masker respirator N95 dalam mencegah infeksi pernapasan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa masker respirator N95 N95 lebih superior dibandingkan masker bedah dalam mencegah clinical respiratory illness dan infeksi bakterial yang terkonfirmasi secara laboratorium. Sebaliknya, masker respirator N95 N95 tidak lebih superior untuk mencegah infeksi viral atau influenza-like illness.[2]

Hasil meta analisis ini didukung oleh studi RCT di tahun yang sama pada 3591 tenaga kesehatan mengenai perbandingan masker bedah dan respirator. Penggunaan masker respirator N95 N95 menyebabkan penurunan kolonisasi bakteri yang dikonfirmasi secara laboratoris, infeksi pernapasan yang ditransmisi melalui aerosol, dan influenza yang terkonfirmasi secara laboratoris. Sebaliknya, penggunaan masker bedah walau menunjukkan tren pencegahan terhadap infeksi pernapasan, tetapi hasilnya tidak bermakna secara statistik. Studi ini menunjukkan superioritas masker respirator N95 dibandingkan masker bedah dalam mencegah infeksi yang ditransmisi melalui aerosol.[9]

Walau demikian, studi randomized clinical trial terkini tahun 2019 dari Radonovich et al menunjukkan hasil yang berbeda. Studi pada 2862 tenaga kesehatan ini mendapatkan tidak adanya perbedaan tingkat influenza yang terkonfirmasi secara laboratoris antara tenaga kesehatan yang menggunakan masker respirator N95 N95 dan masker bedah.

Beberapa faktor, seperti terlewatnya pasien terinfeksi asimtomatik dan kurangnya ketaatan pasien dalam penggunaan alat masker respirator N95 atau masker bedah saat studi berlangsung, merupakan limitasi penelitian yang harus diperhatikan pada studi selanjutnya. Selain itu, tenaga kesehatan tidak menggunakan masker respirator N95 atau masker bedah di luar fasilitas kesehatan sehingga kemungkinan untuk terkena infeksi pernapasan di luar fasilitas kesehatan juga menjadi potensi bias dari penelitian ini.[1]

Studi menunjukkan ada cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan pemakaian masker bedah. Cara tersebut dikenal sebagai metode double-mask dan metode knotted-and-tucked.

Kepatuhan Penggunaan Masker Bedah dan Respirator

Aspek lain yang perlu diperhatikan terkait penggunaan masker bedah dan masker respirator N95 adalah kepatuhan penggunaan. Masker respirator N95 dinilai lebih tidak nyaman digunakan sehingga memiliki tingkat kepatuhan penggunaan yang lebih rendah. Sayangnya, penelitian terkait kepatuhan penggunaan ini masih terkendala oleh tidak standarnya definisi kepatuhan yang digunakan, laporan kepatuhan yang sifatnya dilaporkan sendiri oleh subyek penelitian, serta data yang umumnya berupa data kualitatif yang sangat subyektif, misalnya selalu menggunakan, kadang-kadang menggunakan, atau tidak pernah menggunakan.[2,10]

Rekomendasi Penggunaan Masker Bedah dan Masker Respirator N95 untuk Tenaga Medis

Berdasarkan rekomendasi WHO dan CDC, penggunaan masker bedah disarankan penggunaannya pada seluruh pasien dengan infeksi pernapasan akut untuk pencegahan transmisi. Masker bedah juga disarankan penggunaannya pada tenaga medis saat memberikan pelayanan pada pasien dengan sindroma infeksi saluran pernapasan akut. Penggunaan masker bedah pada tenaga medis bermanfaat untuk mencegah transmisi patogen infeksi pernapasan, kecuali pada patogen yang disebarkan melalui transmisi aerosol.[11,12]

Rekomendasi WHO dan CDC menyarankan penggunaan masker respirator N95 pada tenaga medis yang melayani pasien dengan curiga infeksi dengan transmisi melalui aerosol, misalnya tuberkulosis paru. Tenaga medis tidak boleh melepaskan masker respirator N95 selama beraktivitas di fasilitas kesehatan. masker respirator N95 juga disarankan ketika menangani pasien dengan dugaan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh patogen novel, misalnya infeksi virus COVID-19 atau Middle East Respiratory Syndrome (MERS).

Berbeda dengan rekomendasi WHO, rekomendasi Occupational Safety and Health Administration (OSHA) menyarankan masker respirator N95 digunakan pada tenaga medis yang kontak maksimal 2 meter dari seluruh pasien dengan gejala seperti influenza. [11-13]

Cara Memasang, Mengecek Ada Tidaknya Kebocoran, dan Melepas Masker Respirator N95

Dokter harus mengerti cara memasang dan melepas masker respirator N95 yang benar, serta cara mengecek kebocoran untuk memastikan masker respirator ini bisa berfungsi dengan efektif.

Langkah Memasang Masker Respirator N95

Langkah-langkah pemasangan adalah sebagai berikut:

  1. Pegang masker respirator di tangan dengan nosepiece di jari tangan dan tali pengikat menggantung bebas di bawah tangan

  2. Posisikan masker respirator di bawah dagu dengan posisi nosepiece di hidung

  3. Pasang tali pengikat bagian atas melewati kepala dengan posisi di atas telinga, lalu pasang tali pengikat bagian bawah melewati kepala dan posisikan di antara telinga dan leher
  4. Taruh jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan pada nosepiece dan bentuk nosepiece tersebut supaya mengikuti bentuk hidung

Langkah Mengecek Ada Tidaknya Kebocoran pada Masker Respirator N95 yang Sudah Terpasang

Setelah masker respirator terpasang, tenaga kesehatan yang menggunakan masker respirator N95 tersebut perlu melakukan pengecekan positive seal dan negative seal untuk memastikan tidak ada kebocoran.

Langkah positive seal check adalah sebagai berikut:

  1. Buang napas dengan kuat. Adanya tekanan positif di dalam respirator yang digunakan menunjukkan bahwa tidak ada kebocoran.
  2. Jika ada kebocoran, atur ulang posisi dari masker respirator dan/atau tali pengikat
  3. Ulangi langkah 1 sampai tidak ada tanda kebocoran
  4. Lanjutkan dengan negative seal check

Langkah negative seal check adalah sebagai berikut:

  1. Tarik napas secara kuat. Jika tidak ada kebocoran, maka respirator akan menempel ke wajah akibat tekanan negatif
  2. Jika ada kebocoran, atur ulang posisi dari masker respirator dan/atau tali pengikat
  3. Ulangi langkah 1 sampai tidak ada tanda kebocoran[11]

Langkah positive seal check dan negative seal check di atas adalah merupakan langkah pengecekan kebocoran secara sederhana. Walau demikian cara pengecekan yang direkomendasikan oleh Occupational Safety and Health Administration adalah menggunakan isoamyl acetate, larutan aerosol saccharin, denatonium benzoate, atau stannic chloride. Berikut adalah langkah pengecekan kebocoran respirator n95 menggunakan isoamyl acetate.

Tes Isoamyl Acetate untuk Pengecekan Kebocoran Respirator N95:

Sebelum melakukan tes isoamyl acetate, periksa terlebih dahulu apakah subjek tes dapat mendeteksi bau isoamyl acetate pada kadar rendah dengan cara sebagai berikut:

  1. Campur 1 mL isoamyl acetate dengan 800 mL air pada wadah kaca dan dikocok selama 30 detik. Ambil 0,4 mL larutan dan campurkan dengan 500 mL air pada wadah kaca yang berbeda, kocok kembali selama 30 detik lalu diamkan selama 2-3 menit. Berikan label 1 pada wadah ini.
  2. Siapkan 500 cc air pada wadah kaca yang berbeda. Berikan label 2 pada wadah ini.
  3. Lakukan tes di lokasi yang berbeda dengan lokasi pembuatan larutan.
  4. Minta subyek tes untuk mencium kedua wadah kaca dan menentukan manakah wadah nomor berapa yang memiliki bau seperti pisang.
  5. Jika subyek tes tidak dapat menentukan dengan benar wadah yang berisikan isoamyl acetate, maka tes isoamyl acetate tidak dapat dilakukan

Protokol untuk tes isoamyl acetate adalah sebagai berikut:

  1. Gantung drum berukuran 20 liter setinggi 60 cm dan pasang kait di bagian tengah dalam drum tersebut. Jika drum tidak tersedia, buat ruangan serupa menggunakan lembaran plastik / terpal.
  2. Minta subyek tes memasang respirator lalu masuk ke ruangan tersebut
  3. Sebelum memasuki ruangan, berikan paper towel berukuran 12-15 cm atau material berpori yang menyerap cairan lainnya, yang dilipat menjadi dua, dan dibasahi dengan 0,75 ml cairan tes isoamyl acetate.
  4. Minta subyek tes untuk menggantung paper towel tersebut di kait di dalam drum lalu bernafas secara normal, bernafas secara dalam, gerakkan kepala perlahan secara horizontal dan vertikal, berbicara, membungkuk, lalu berdiri dan bernapas normal kembali.
  5. Jika selama melakukan gerakan tersebut subyek tes mencium bau seperti pisang, maka respirator bocor.[14]

Langkah Melepas Masker Respirator N95

Masker respirator N95 perlu diganti setelah selesai beraktivitas di fasilitas kesehatan atau ketika masker respirator N95 basah atau kotor. Perlu diperhatikan bahwa selama penggunaan dan ketika ingin melepas masker respirator, tangan tidak boleh menyentuh bagian depan masker respirator N95 ini. Langkah melepas masker respirator N95 ini adalah sebagai berikut:

  1. Condongkan kepala ke depan
  2. Tarik tali pengikat bagian bawah yang terletak di antara leher dan telinga ke atas hingga melewati kepala
  3. Tarik tali pengikat bagian atas hingga melewati kepala dan pertahankan tegangan hingga masker respirator terlepas dari wajah
  4. Buang masker respirator N95 pada tempat yang telah disediakan[15]

Aplikasi di Indonesia

Tenaga kesehatan di Indonesia sebaiknya menggunakan masker respirator N95 ketika menghadapi pasien yang diduga mengalami tuberkulosis paru, atau ketika menghadapi pasien yang diduga terinfeksi virus yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan seperti virus Corona, virus MERS-CoV, atau virus SARS CoV. Walau demikian, pada kondisi di mana masker respirator N95 tidak tersedia, penggunaan masker bedah tentunya masih lebih baik dibandingkan tidak menggunakan alat pelindung.

Satu aspek lagi yang perlu diperhatikan adalah pentingnya kepatuhan penggunaan, terutama saat menggunakan respirator. Tenaga kesehatan perlu memastikan masker respirator N95 digunakan selama beraktivitas di fasilitas kesehatan supaya pencegahan infeksi saluran pernapasan dapat berjalan dengan efektif. Selain itu, pastikan juga dokter mengenakan alat pelindung diri lainnya seperti sarung tangan dan pakaian pelindung, serta mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien.

Kesimpulan

Alat pencegahan infeksi saluran pernapasan yang tepat saat ini masih kontroversial. Hal ini menyebabkan perbedaan panduan antara panduan Occupational Safety and Health Administration yang menyarankan penggunaan masker respirator N95 untuk mencegah infeksi saluran pernapasan dari seluruh pasien dengan gejala seperti influenza, dibandingkan dengan pedoman WHO dan CDC yang hanya menyarankan penggunaan masker respirator N95 pada kasus tertentu, misalnya penyakit yang ditransmisikan melalui aerosol seperti tuberkulosis paru atau penyakit saluran pernapasan baru seperti virus Corona.

Penentuan efikasi masker respirator N95 dibandingkan masker bedah sendiri masih terkendala oleh kesulitan untuk menilai tingkat kepatuhan penggunaan akibat kurangnya standarisasi definisi dan cara penilaian yang subyektif. Walau masih memerlukan studi lebih lanjut untuk bisa menentukan superioritas respirator, hal ini setidaknya menjadi pengingat akan pentingnya kepatuhan untuk selalu menggunakan masker respirator N95 sepanjang beraktivitas di fasilitas kesehatan saat menangani pasien yang diduga terinfeksi tuberkulosis atau virus Corona. Selain itu, tenaga kesehatan juga harus patuh dalam melakukan pengecekan kebocoran setelah memasang masker respirator N95, menggunakan alat pelindung diri lainnya, memastikan pemasangan dan pelepasan alat pelindung diri dilakukan secara tepat, serta mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

Referensi