Diagnosis Menopause
Diagnosis menopause dapat ditegakkan secara klinis. Menopause dapat didiagnosis apabila sudah terjadi penghentian menstruasi selama setidaknya 12 bulan berturut-turut. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan kadar hormon.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan mencakup gejala yang berhubungan dengan defisiensi estrogen. Gejala yang paling utama adalah berhentinya menstruasi yang didahului dengan perubahan siklus menstruasi. Gejala menopause mencakup gejala vasomotor, urogenital, dan psikogenik.[22]
Gejala Vasomotor
Sebanyak 75% wanita menopause mengalami gejala vasomotor seperti hot flushes, keringat malam hari, palpitasi, dan migraine. Hot flushes adalah sensasi rasa hangat yang spontan terjadi, terasa pada area dada, leher dan wajah, biasanya memiliki durasi selama 3-4 menit dan dapat dicetuskan dengan konsumsi alkohol, stres emosional, aktivitas berat, cuaca panas, serta makanan dan minuman hangat.[1,22]
Gejala Urogenital
Sebanyak 60% wanita menopause mengalami gejala urogenital seperti atrofi vagina, atrofi uretral, dan disfungsi seksual seperti penurunan libido. Atrofi vagina menyebabkan kekeringan vagina, pruritus, dan dispareunia. Atrofi uretral menyebabkan inkontinensia urine tipe stress, frekuensi, urgensi, dan disuria.[22]
Gejala Psikogenik
Sebanyak 45% wanita menopause mengalami gejala psikogenik yaitu iritabilitas, ansietas, depresi, gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, dan menurunnya rasa percaya diri.[22]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik wanita menopause mencakup tanda vital, data antropometri, pemeriksaan vagina, dan Pap Smear.
Pada pemeriksaan tanda vital dapat ditemukan meningkatnya tekanan darah akibat vasokonstriksi arteri. Peningkatan berat badan dengan rerata 2 kilogram sering ditemukan pada masa transisi menopause. Penurunan tinggi badan dapat terjadi pada wanita menopause dengan komplikasi osteoporosis dan fraktur tulang belakang. Jika terdapat perdarahan uterus abnormal, dapat dilakukan pemeriksaan Pap Smear.[22]
Pada pemeriksaan vagina dapat ditemukan kekeringan vagina, dinding vagina menjadi licin karena hilangnya ruggae, dan perubahan warna menjadi lebih pucat karena berkurangnya pembuluh darah kapiler.[2]
Diagnosis Banding
Jika menopause terjadi pada usia 45 tahun ke atas, diagnosis dapat ditegakkan secara klinis. Namun, jika terjadi pada usia yang lebih muda, perlu disingkirkan kemungkinan diagnosis lain yang menyebabkan amenorea sekunder.
Penyebab amenore pada usia muda paling sering adalah kehamilan, sehingga perlu disingkirkan terlebih dahulu. Penyebab lain amenorea adalah kelainan anatomis seperti obstruksi uterine outflow dan Sindrom Asherman yaitu jaringan parut pada uterus setelah prosedur dilatasi dan kuretase. Amenorea juga dapat disebabkan oleh disfungsi aksis hipotalamus-pituitari-gonad.
Diagnosis banding juga perlu mencakup disfungsi hipofisis seperti hiperprolaktinemia dan adenoma hipofisis, disfungsi ovarium seperti adanya tumor ovarium dan premature ovarian failure, atau juga kelainan endokrin seperti disfungsi tiroid dan kelenjar adrenal.[22]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menopause tidak rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Namun beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar hormon inhibin A, inhibin B, estradiol, follicle stimulating hormone (FSH), dan antimullerian hormone dapat dilakukan.[1,3]
Kadar Hormon
Pada wanita menopause, dapat ditemukan peningkatan serum FSH di atas 40 mIU/mL, namun peningkatan ini tidaklah spesifik untuk menopause. [22] Kadar estradiol yang bersirkulasi ditemukan jauh lebih rendah sesudah menopause. Anti mullerian hormone (AMH) adalah hormon yang diproduksi oleh sel granulosa folikel ovarium. AMH ditemukan bermanfaat dalam penilaian cadangan ovarium dan dapat memprediksi kapan seseorang akan mengalami menopause. Kadar AMH ditemukan sangat rendah atau tidak terdeteksi pada wanita yang mengalami menopause dini dibandingkan dengan wanita normal. Saat ini pengukuran AMH tunggal lebih bermakna dalam menilai cadangan ovarium dibandingkan dengan pemeriksaan estradiol, FSH, atau inhibin B.[23]