Manfaat dan Risiko Terapi Hormonal Pada Menopause

Oleh :
dr. Audiza Luthffia

Terapi hormon telah lama digunakan dan dianggap sebagai terapi yang paling efektif untuk mengatasi gejala vasomotor dan genitourinaria akibat menopause. Luaran kanker payudara, kanker endometrium, dan kondisi kesehatan lain ditemukan dipengaruhi oleh terapi hormon menurut studi Women’s Health Initiative (WHI), sehingga penggunaannya mengalami penurunan pada awal tahun 2000.  Sampai saat ini, penelitian tentang manfaat dan risiko serta karakteristik populasi yang tepat untuk menjalani terapi hormon pada menopause masih terus dilakukan.[1,2]

Pada tahun 2050, diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah wanita usia menopause di seluruh dunia. Jumlahnya diproyeksikan mencapai 1,6 milyar dari yang sebelumnya 1 milyar di tahun 2020. Menopause menyebabkan berbagai gejala yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan, bahkan dapat menimbulkan hambatan bermakna pada kehidupan personal, sosial, dan aktivitas sehari-hari.[1]

Simple,Healthy,Living,Lifestyle,Menopause,Aged,Asian,Woman,Take,A

Sekilas Tentang Formulasi Terapi Hormon Pada Menopause

Terapi hormon pada menopause tersedia dalam sediaan tunggal estrogen serta dalam bentuk kombinasi estrogen dan progesteron. Estrogen direkomendasikan untuk wanita menopause yang telah menjalani histerektomi atau sudah tidak memiliki uterus. Estrogen dapat diberikan per oral, transdermal, dan intravaginal. Pemberian estrogen secara transdermal dan topikal memiliki efek samping sistemik lebih rendah dibandingkan pemberian per oral. Sediaan intravaginal umumnya digunakan untuk mengatasi keluhan genitorurinaria seperti rasa kering pada vagina dan dyspareunia.[3]

Estrogen merupakan terapi yang paling efektif untuk mengatasi gejala vasomotor dan genitourinaria pada menopause. Pasien dengan uterus yang masih intak membutuhkan terapi hormon dalam bentuk kombinasi dengan progesteron. Progesteron memiliki efek protektif terhadap peningkatan risiko kanker endometrium pada pasien yang mendapat terapi estrogen sistemik. Terapi kombinasi estrogen-progesteron dapat diberikan secara terus menerus maupun secara intermiten.[1,3]

Efek Terapi Hormon Menopause pada Sistem Genitourinaria

Sebuah tinjauan payung (2021) mencoba merangkum bukti ilmiah yang tersedia mengenai manfaat dan risiko terapi hormon pada pasien menopause terkait berbagai luaran kesehatan. Studi ini melaporkan bahwa terapi hormon efektif memperbaiki gejala vasomotor akibat menopause. Terapi tunggal estrogen secara intravaginal efektif dalam mengatasi atrofi vagina. Fungsi seksual yang meliputi gairah seksual, orgasme, dan nyeri saat berhubungan seksual juga mengalami perbaikan dengan penggunaan terapi hormon.[1]

Efek Terapi Hormon Menopause pada Sistem Muskuloskeletal

Tinjauan payung yang sama juga melaporkan bahwa terapi hormon efektif meningkatkan mineralisasi dan densitas tulang pada tulang vertebra, antebrachii, serta femur proksimal dan leher femur. Risiko fraktur juga menurun secara signifikan dengan penggunaan terapi hormon.[1]

Penurunan kadar estrogen pada wanita menopause meningkatkan resorpsi tulang yang berujung pada osteoporosis. Terapi hormon akan menghambat aktivitas apoptosis osteoklas sehingga dapat digunakan untuk pencegahan osteoporosis pada wanita menopause. Terapi hormon sebagai pencegahan terhadap osteoporosis pada wanita menopause disarankan terutama untuk wanita < 60 tahun dengan faktor risiko fraktur.[3,4]

Efek Terapi Hormon Menopause pada Sistem Kardiovaskular 

Terdapat beberapa luaran kardiovaskular yang dianggap paling berhubungan dengan terapi hormon pada menopause, termasuk insidensi penyakit kardiovaskular dan tromboemboli vena. 

Penyakit Kardiovaskular Secara Umum

Peningkatan risiko kardiovaskular pada terapi estrogen per oral diduga berkaitan dengan peningkatan produksi dan aktivitas faktor koagulasi dan mediator inflamasi, serta aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Dalam beberapa studi observasional dan uji klinis telah dilaporkan bahwa terapi hormon yang diinisiasi pada wanita berumur di bawah 60 tahun atau dalam waktu 10 tahun sejak awitan menopause memberikan manfaat terhadap luaran kardiovaskular dan menurunkan mortalitas kardiovaskular.[3,5] Pada pasien berusia > 60 tahun atau > 10 tahun sejak awitan menopause, terapi hormon harus digunakan secara hati-hati dan rute selain per oral lebih disarankan.[6]

Tromboemboli Vena

Terapi estrogen per oral dan agen kontrasepsi oral telah diketahui meningkatkan risiko insidensi tromboemboli vena sampai dengan 2 kali lipat. Pada wanita menopause, pemberian estrogen dosis menengah per oral telah dikaitkan dengan peningkatan risiko absolut tromboemboli vena pada wanita dalam 10 tahun pertama.[6]

Kejadian tromboemboli vena yang telah dilaporkan meningkat dengan penggunaan terapi hormon pada pasien menopause adalah deep vein thrombosis dan emboli paru. Tromboemboli paling berisiko terjadi pada periode 2 tahun pertama setelah inisiasi terapi. Risiko tromboembolisme akan menurun setelah terapi dihentikan.[1,6]

Risiko tromboembolisme juga sangat dipengaruhi oleh rute administrasi obat. Studi observasional menunjukkan bahwa estrogen transdermal tidak meningkatkan risiko tromboemboli vena.[1,6]

Pasien berusia lebih dari 60 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami tromboemboli vena. Selain itu, risiko kejadian tromboemboli juga meningkat 5-10 kali lipat pada pasien dengan riwayat atau faktor risiko trombofilia.[1,3,6]

Efek Terapi Hormon Menopause pada Sistem Saraf

Sebuah tinjauan payung oleh Zhang et al menunjukkan bahwa penggunaan terapi hormon berkaitan dengan peningkatan risiko stroke. Tetapi, studi lain menunjukkan hasil sebaliknya, yaitu terapi hormon pada menopause tidak meningkatkan risiko stroke pada pasien berusia < 60 tahun. Risiko stroke pada pada terapi hormon diperkirakan disebabkan oleh mekanisme trombotik.[1,6]

Selain stroke, terapi hormon pada wanita menopause juga telah dikaitkan dengan penyakit Alzheimer. Terapi tunggal estrogen dilaporkan menurunkan risiko penyakit Alzheimer, sementara terapi kombinasi estrogen-progesteron akan meningkatkan risiko.[1] Selain itu, usia yang semakin tua dan penggunaan dengan interval yang semakin jauh dengan awitan menopause juga berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi.[6] 

Efek Terapi Hormon Menopause pada Penyakit Metabolik

Terapi hormon pada menopause berhubungan dengan kadar gula darah dan insulin puasa yang lebih rendah serta penurunan resistensi insulin. Penggunaan pada wanita < 60 tahun juga menurunkan risiko mengalami diabetes mellitus di kemudian hari. Manfaat tersebut diduga berkaitan dengan efek estrogen terhadap produksi insulin dan kesintasan sel beta. Meski demikian, pemberian terapi hormon tidak direkomendasikan untuk indikasi pencegahan terhadap diabetes.[1,4]

Selain itu, beberapa uji klinis juga menunjukkan bahwa terapi hormon pada menopause berhubungan dengan kadar low-density lipoprotein (LDL-C), lipoprotein, dan tissue plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang lebih rendah. Namun, terapi hormon meningkatkan kadar trigliserida dan C-reactive protein (CRP).[1]

Efek Terapi Hormon Menopause pada Risiko Neoplasma

Tidak terdapat perbedaan insidensi dan mortalitas akibat keganasan secara umum pada pasien yang mendapat terapi hormon. Namun, terapi hormon memiliki profil risiko dan manfaat yang berbeda pada beberapa jenis kanker yang spesifik. Meski begitu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang memperhitungkan berbagai faktor peransi, misalnya faktor endogen dan gaya hidup, sebelum kesimpulan lebih pasti dapat diambil.[2,3,6]

Kanker Endometrium

Pada wanita dengan uterus yang masih intak dan menjalani terapi tunggal estrogen, terdapat peningkatan risiko hiperplasia endometrium sebesar 34%. Sementara, pasien yang mendapat terapi kombinasi mengalami risiko hiperplasia endometrium sebesar 1%.[3] 

Tinjauan sistematik pada 18 uji klinis menunjukkan bahwa penggunaan terapi tunggal estrogen pada wanita yang memiliki uterus berkaitan dengan peningkatan risiko kanker endometrium hingga 2,5 kali lipat. Terapi kombinasi estrogen-progesteron dilaporkan justru memberi efek protektif terhadap kanker endometrium.[1,3]

Kanker Payudara

Terapi hormon pada menopause berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara.[1] Pasien dengan riwayat kanker payudara sebelumnya tidak disarankan menjalani terapi hormon karena akan meningkatkan risiko rekurensi. Obat antidepresan atau golongan gabapentin lebih disarankan untuk mengatasi gejala vasomotor.[3]

Risiko kanker payudara meningkat secara signifikan pada wanita yang menjalani terapi hormon kombinasi estrogen-progesteron dibandingkan dengan plasebo (HR 1,24).[3,6] Peningkatan risiko kanker payudara kemungkinan disebabkan oleh efek stimulasi hormon terhadap pertumbuhan tumor yang sudah ada sebelum inisiasi terapi.[6]

Kanker Lain

Penggunaan terapi hormon kombinasi estrogen-progesteron dilaporkan menurunkan risiko kanker kolorektal, sedangkan untuk terapi tunggal estrogen masih dibutuhkan studi lebih lanjut. Risiko terhadap kanker tiroid, kanker ovarium, dan meningioma dilaporkan meningkat dengan pemberian terapi hormon.[1]

Kesimpulan

Terapi hormon pada menopause dapat berupa terapi tunggal estrogen dan terapi kombinasi estrogen-progesteron. Terapi hormon dilaporkan memiliki manfaat dalam mengatasi atrofi vagina dan keluhan terkait fungsi seksual pada wanita menopause. Terapi hormon juga dilaporkan bermanfaat untuk menurunkan risiko osteoporosis, fraktur, dan diabetes mellitus, utamanya jika digunakan wanita berusia kurang dari 60 tahun.  

Meski telah dilaporkan adanya manfaat tersebut, terapi hormon juga telah banyak dikaitkan dengan berbagai risiko. Beberapa studi menunjukkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, tromboemboli vena, stroke, dan penyakit Alzheimer.

Dalam hal keganasan, terapi hormon pada wanita menopause nampaknya meningkatkan risiko hiperplasia endometrium, kanker endometrium, kanker payudara, kanker tiroid, kanker ovarium, dan meningioma. Meski demikian, terdapat bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa terapi hormon kombinasi estrogen-progesteron mampu menurunkan risiko kanker kolorektal.

Perlu dicatat bahwa formulasi terapi hormon, rute administrasi, dosis, serta durasi terapi sangat mempengaruhi luaran klinis. Selain itu, faktor risiko pada masing-masing individu juga akan berperan. Masih dibutuhkan studi lanjutan untuk mengetahui karakteristik pasien menopause yang akan mendapat manfaat paling besar dari terapi hormon. 

Referensi