Efikasi Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause

Oleh :
dr. Utari Nur Alifah

Terapi sulih hormon pada wanita menopause digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang diakibatkan oleh menopause, seperti hot flashes dan ketidaknyamanan vagina. Walau demikian, penggunaan terapi sulih hormon pada wanita menopause masih mengundang perdebatan dari segi keamanan. Terapi sulih hormon pada wanita menopause telah dikaitkan dengan berbagai risiko, termasuk peningkatan insidensi kanker.

Menopause adalah terhentinya menstruasi pada wanita secara permanen. Menopause ditandai dengan amenore lebih dari 12 bulan berurutan setelah menstruasi terakhir. Menopause berkaitan dengan konstelasi perubahan fisik yang secara langsung disebabkan oleh hilangnya estrogen. Seringkali, konsekuensi dari peristiwa alami yang beriringan dengan bertambahnya usia ini, menimbulkan gangguan fungsi dan berkurangnya kualitas hidup.[1-4]

Efikasi Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause-min

Terapi Sulih Hormon pada Menopause

Manifestasi klinis yang paling sering dikeluhkan pada menopause adalah gejala vasomotor atau “hot flashes”, berupa rasa terbakar pada wajah dan leher disertai pengeluaran keringat yang banyak. Gejala ini berkaitan dengan disfungsi vaskular dan terjadi hampir pada 85% wanita menopause. Selain itu, penurunan kadar estrogen saat menopause dapat menyebabkan atrofi di daerah vagina, vulva, kandung kemih, dan uretra. Hal ini menghasilkan gejala seperti vagina yang kering, nyeri saat berhubungan intim, rasa terbakar, dan infeksi saluran kemih berulang.[1,4]

Penurunan estrogen pada wanita menopause juga telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian kardiovaskular akibat penurunan fungsi endotel dan penurunan kadar kolesterol HDL. Menopause juga telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko osteoporosis, penurunan kognitif, dan perubahan memori. Risiko kanker payudara juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia.[1]

Terapi sulih hormon sering digunakan untuk mengontrol gejala menopause, serta mencegah penyakit kardiovaskular, osteoporosis, dan dementia pada wanita yang lebih tua. Berbagai formulasi dan rute sistemik maupun lokal tersedia pada terapi sulih hormon, seperti estrogen tunggal, kombinasi estrogen-progesteron, kompleks estrogen selektif jaringan, dan estrogen pervaginam dosis rendah.[5,6]

Kontroversi Pemberian Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause

Meskipun penggunaan terapi sulih hormon sudah lama dilakukan di berbagai belahan dunia, masih terdapat perdebatan, terutama pada aspek keamanan. Keputusan pemberian terapi harus dikaji berdasarkan presentasi klinis dan evaluasi menyeluruh dari risiko dengan mempertimbangkan manfaat, efek samping, dan persetujuan pasien.[4,5]

Di Indonesia, preparat terapi sulih hormon yang tersedia  bermacam-macam, seperti estrogen terkonjugasi, estrogen terkonjugasi dengan medroxyprogesterone acetate, estradiol, dietilstilbestrol, serta estradiol valerat dengan siproteron asetat. Sediaan yang ada berupa sediaan oral, transdermal, dan gel.[7]

Prinsip dan Indikasi Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause

Prinsip utama pada terapi sulih hormon adalah memberikan suplementasi hormon yang hilang saat transisi menopause. Hal ini bertujuan untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan menopause. Terapi sulih hormon terdiri dari komponen estrogen dan progesteron untuk meniru hormon yang dihasilkan ovarium.

Indikasi diberikannya estrogen pada terapi sulih hormon yaitu sebagai terapi untuk gejala vasomotor pada menopause, terapi sindroma genitourinari pada menopause, dan pencegahan osteoporosis. Pada wanita dengan uterus yang masih intak, terapi sulih hormon harus mengandung progesterone untuk mencegah hiperplasia endometrium atau keganasan.[8]

Terapi sulih hormon juga dapat membantu mempertahankan profil lipoprotein yang baik. Selain itu, terdapat laporan bahwa terapi sulih hormon juga dapat mengurangi kejadian kanker kolorektal.[1,3]

Efikasi Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause

Tinjauan Cochrane (2017) mengevaluasi hasil dari 22 studi dengan total 43.637 partisipan. Studi ini menemukan bahwa terapi sulih hormon kombinasi yang digunakan secara kontinyu selama 1 tahun pada wanita pascamenopause yang relatif sehat, dapat meningkatkan risiko risiko kejadian jantung koroner dari sekitar 2 per 1000 menjadi 3-7 per 1000; dan meningkatkan risiko trombosis vena dari sekitar 2 per 1000 menjadi 4-11 per 1000. Pada penggunaan lebih panjang, ditemukan peningkatan risiko stroke, kanker payudara, dan kematian akibat kanker paru. Penggunaan pada wanita menopause sehat yang berusia di atas 65 tahun ditemukan meningkatkan insidensi dementia

Tinjauan ini menemukan bahwa terapi sulih hormon dengan estrogen saja meningkatkan risiko tromboemboli vena setelah 1-2 tahun dari 2 per 1000 menjadi 2-10 per 1000. Selain itu, didapatkan peningkatan risiko, stroke, dan penyakit empedu, tetapi penurunan risiko kanker payudara dan fraktur. Tinjauan ini menyimpulkan bahwa terapi sulih hormon efektif untuk mengatasi gejala vasomotor akibat menopause, namun perlu digunakan berhati-hati pada populasi tertentu, termasuk individu dengan peningkatan risiko kardiovaskular dan tromboembolisme.[5]

Dalam tinjauan sistematik lain (2019), dilakukan evaluasi terhadap efikasi estrogen per vagina untuk gejala genitourinari pada pasien menopause. Tinjauan ini mengevaluasi hasil dari 53 studi dan menemukan bahwa penggunaan sediaan estrogen per vaginam efektif dalam mengatasi sindrom genitourinari menopause.[9]

Studi lain berusaha membandingkan efikasi tibolone oral dengan estrogen transdermal dalam mengatasi gejala menopause. Dalam studi ini, 26 wanita mengonsumsi tibolone dan 31 mendapat estrogen gel transdermal. Hasil studi menunjukkan perbaikan gejala lebih baik pada pasien yang mendapat estrogen transdermal, disertai keuntungan terkait peningkatan berat badan. Gangguan mood, kelelahan fisik dan mental, masalah seksual dan kandung kemih, serta ketidaknyamanan sendi dan otot dilaporkan membaik pada kelompok estrogen transdermal, sedangkan keluhan jantung dan kekeringan vagina membaik pada kelompok tibolone.[10]

Potensi Risiko Terapi Sulih Hormon pada Wanita Menopause

Terapi sulih hormon pada wanita menopause, terutama terapi jangka panjang, telah dikaitkan dengan berbagai potensi risiko. Pada sistem kardiovaskular, terdapat penelitian yang mengungkapkan adanya peningkatan sebesar 18% untuk terjadinya penyakit jantung koroner pada wanita yang menerima estrogen dan progestin selama 5,6 tahun. Estrogen dan progestin juga telah dikaitkan dengan meningkatnya risiko emboli paru dan deep vein thrombosis.

Terapi sulih hormon pada wanita menopause juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko infark miokard, stroke, angina, penyakit pembuluh darah perifer, dan kematian karena peristiwa kardiovaskular.[6,11]

Wanita yang memulai terapi sulih hormon di usia kurang dari 60 tahun atau 10 tahun sejak onset menopause dilaporkan tidak memiliki peningkatan risiko stroke. Risiko terjadinya tromboemboli vena meningkat pada penggunaan terapi sulih hormon secara oral dibandingkan dengan rute transdermal.

Risiko penyakit Alzheimer dilaporkan meningkat ketika terapi sulih hormon dimulai pada wanita yang lebih tua dengan onset yang lebih jauh sejak menopause. Ketika dimulai pada menopause dini, efek terhadap fungsi kognitif adalah netral.[6]

Kesimpulan

Terapi sulih hormon digunakan pada wanita menopause untuk mengatasi gejala vasomotor yang dapat menurunkan kualitas hidup. Meski demikian, berbagai studi telah mengaitkan terapi sulih hormon dengan risiko signifikan, termasuk peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, tromboemboli, dan kanker payudara.  Saat ini, penelitian yang ada mengindikasikan potensi dari sediaan topikal terapi sulih hormon, misalnya sediaan intravagina. Namun, studi lebih lanjut masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih definitif dapat ditarik. Sebelum memutuskan penggunaan terapi sulih hormon, dokter perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk besaran manfaat dan risiko bagi pasien, adanya komorbiditas, dan preferensi pasien.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani

Referensi