Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Hipertensi general_alomedika 2022-12-20T11:59:51+07:00 2022-12-20T11:59:51+07:00
Hipertensi
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Hipertensi

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan
Share To Social Media:

Diagnosis hipertensi ditegakkan jika terdapat peningkatan tekanan darah dari ambang normalnya. Hipertensi umumnya didefinisikan sebagai tekanan sistolik (SBP) di atas 130 mmHg atau tekanan darah diastolik (DBP) di atas 80 mmHg pada pasien dewasa. Pengukuran tekanan darah oleh petugas kesehatan sebaiknya dilakukan berulang pada 2-3 kunjungan dengan interval 1-4 minggu. Selain itu, apabila memungkinkan dapat dilakukan pengukutan out of office, seperti pengukuran dengan teknik ambulatori, yang dapat membantu mengeksklusi white coat hypertension.

Anamnesis

Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala apapun. Pada kasus hipertensi esensial, hipertensi bersifat idiopatik atau tidak terdapat penyebab dasar yang bisa diidentifikasi. Pada kasus hipertensi sekunder, dokter perlu mengidentifikasi keluhan-keluhan untuk mengetahui penyebab hipertensi, misalnya penyakit ginjal kronik atau hipertiroid.

Gejala

Sebagian besar pasien tidak bergejala. Jika bergela, gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah nyeri kepala. Gejala yang dialami terkait komplikasi hipertensi antara lain fatigue, sesak napas saat beraktivitas, kaki bengkak, kelemahan tubuh satu sisi, dan penglihatan buram. Komplikasi dari hipertensi dapat berupa kejadian kardio-serebrovaskular, seperti gagal jantung kongestif dan stroke.

Riwayat Kejadian Kardiovaskular

Tanyakan kepada pasien apakah sebelumnya sudah didiagnosis hipertensi. Selain itu tanyakan riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya yakni sindrom koroner akut, gagal jantung, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, sleep apnea, stroke, transient ischemic attack (TIA), ataupun dementia.

Faktor Risiko

Faktor risiko juga perlu ditanyakan untuk menilai risiko komplikasi penyakit kardiovaskular serta perencanaan terapi. Hal yang perlu ditanyakan yakni komorbiditas terkait risiko penyakit kardiovaskular seperti diabetes, dislipidemia, serta gaya hidup seperti inaktivitas fisik, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.

Riwayat Konsumsi Obat

Hal ini perlu ditanyakan untuk penyesuaian jenis dan dosis antihipertensi pada pasien yang sudah sering berobat untuk masalah hipertensi. Selain itu, dokter juga perlu mengevaluasi penggunaa obat yang memiliki efek memicu kenaikan tekanan darah, misalnya pil kontrasepsi, pseufoephedrine, serta narkoba seperti kokain dan ekstasi.[1-3,6-10]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik utama yang dilakukan adalah pemeriksaan tekanan darah. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik yang mengevaluasi target organ untuk mengetahui adanya penyebab sekunder atau kemungkinan komplikasi

Pengukuran Tekanan Darah

Pemeriksaan tekanan darah sendiri sebaiknya tidak dilakukan hanya satu kali, melainkan 2-3 kali pemeriksaan dalam jarak pemeriksaan 1–4 minggu di fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, pemeriksaan tekanan darah mandiri di rumah atau home blood pressure measurement (HBPM) maupun pengukuran tekanan darah selama 24 jam atau 24-hour ambulatory blood pressure (ABPM) perlu dilakukan, terutama bila nilai tekanan darah dicurigai berubah saat bertemu dengan tenaga kesehatan (white coat hypertension). Spigmomanometer yang digunakan juga merupakan jenis aneroid atau digital yang telah dikalibrasi tiap 6–12 bulan. Pasien dapat diminta istirahat 10-30 menit untuk mencegah bias hasil pemeriksaan. Adapun kategori tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.[1-3,6-10]

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Kategori Sistolik (mmHg)   Diastolik (mmHg)
Normal <130 dan <85
Normal-tinggi 130 - 139 dan/atau 85 – 89
Hipertensi derajat 1 140 - 159 dan/atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥160 dan/atau ≥100

Sumber: dr. Michael, Alomedika, 2022.[2]

Tabel 3. Kriteria Hipertensi pada Metode Pengukuran yang Berbeda

Metode pengukuran Sistolik/diastolik (mmHg)
Pada fasilitas pelayanan kesehatan ≥140 dan/atau ≥90
Pengukuran tekanan darah ambulatori
●       Rerata 24 jam ≥130 dan/atau ≥80
●       Rerata saat terjaga/pagi-siang hari ≥135 dan/atau ≥85
●       Rerata saat tidur/malam hari ≥120 dan/atau ≥70
Pengukuran tekanan darah mandiri di rumah ≥135 dan/atau ≥85

Sumber: dr. Michael, Alomedika, 2022.[2]

Perhatian Khusus dalam Pengukuran Tekanan Darah:

Saat dilakukan pengukuran tekanan darah, posisi pasien sebaiknya duduk dengan posisi lengan setinggi jantung, punggung bersandar serta tungkai tidak menyilang. Posisi yang tidak sesuai terbukti memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi. Pasien sebaiknya tidak berbicara saat dilakukan pengukuran. Pengukuran juga dilakukan minimal setelah 5 menit pasien duduk. Setelah posisi tepat, lakukan pengukuran tekanan darah.

Pompa manset tensimeter hingga pulsasi arteri radialis menghilang. Lanjutkan pompa tensimeter hingga 30 mmHg di atas sistolik (di atas batas nilai saat pulsasi menghilang). Letakan stetoskop pada area arteri brakialis dengan penekanan ringan. Kempeskan manset tensi perlahan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per denyut nadi. SBP ditandai dengan Korotkoff fase I (bunyi pulsasi yang terdengar pertama kali). Bunyi pulsasi akan perlahan menghilang. Bunyi terakhir yang terdengar atau dikenal dengan Korotkoff fase V merupakan DBP.[1-3,6-10]

Pemeriksaan Fisik Lainnya

Pemeriksaan antropometri sebaiknya dilakukan pada semua pasien. Perhitungan indeks massa tubuh (IMT) diperlukan untuk pemantauan berat badan. Obesitas terbukti merupakan faktor risiko hipertensi. Selain tinggi dan berat badan, ukur juga lingkar pinggang pasien.

Selain antropometri, perlu dilakukan evaluasi terkait komplikasi hipertensi :

  • Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan jika secara klinis terdapat gejala stroke
  • Pemeriksaan mata: Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada fundus okuli. Selain itu cek ada tidaknya xanthoma sebagai tanda gangguan metabolisme lipid
  • Tanda kongesti: Pada pasien gagal jantung dapat ditemukan tanda kongesti seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah halus, hepatomegali dan pitting edema. Pembesaran ventrikel kiri dapat dicurigai jika apeks teraba bergeser ke lateral saat palpasi
  • Pulsasi: Penyakit arteri perifer dapat ditandai dengan melemah bahkan hilangnya pulsasi perifer[1-3,6-10]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan hipetensi sekunder adalah hiperaldosteronisme, koarktasio aorta, stenosis arteri renal, dan penyakit gunjal kronis.

Hiperaldosteronisme

Hiperaldosteronisme adalah penyakit di mana kelenjar adrenal (s) membuat terlalu banyak aldosteron yang menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi) dan kadar kalium darah rendah.

Koarktasio Aorta

Koarktasio aorta dapat menimbulkan tekanan darah tinggi. Koarktasio aorta adalah penyempitan aorta yang menyebabkan jantung harus memompa lebih keras untuk membuat darah dapat melewati aorta. Koarktasio aorta umumnya timbul sebagai cacat jantung bawaan. Kondisi ini mungkin tidak terdeteksi sampai dewasa.

Stenosis Arteri Renal

Stenosis arteri renal adalah penyempitan salah satu atau kedua arteri ginjal. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama hipertensi.

Penyakit Ginjal Kronis

Hipertensi merupakan penyebab dan akibat dari penyakit ginjal kronis (PGK) dan mempengaruhi sebagian besar pasien PGK. Pemeriksaan laboratorium urine dan fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya PGK.[1]

Jenis Hipertensi

Terdapat berbagai jenis diagnosis hipertensi menurut etiologi, hasil tekanan darah, maupun kondisi yang mempengaruhi, antara lain:

  • Hipertensi esensial: Hipertensi dengan etiologi idiopatik
  • Hipertensi sekunder: Hipertensi yang diketahui penyebabnya, misalnya akibat konsumsi obat tertentu, gangguan fungsi ginjal, atau hipertiroid
  • Hipertensi resisten: Hipertensi yang tidak dapat diobati hingga mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg meskipun telah mendapatkan 3 antihipertensi berbeda golongan serta menjalani rekomendasi perubahan gaya hidup
  • Krisis hipertensi: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, dapat disertai dengan hypertension-mediated organ damage (hipertensi emergensi) maupun tanpa hypertension-mediated organ damage (hipertensi urgensi)

  • Hipertensi jas putih (white coat hypertension): Hipertensi dengan tekanan darah tinggi saat diperiksa di fasilitas pelayanan kesehatan, namun hasil pengukuran dengan metode HBPM atau ABPM menunjukkan hasil tekanan darah normal
  • Hipertensi terselubung (masked hypertension): Hipertensi dengan tekanan darah normal saat diperiksa di fasilitas pelayanan kesehatan, namun hasil pengukuran dengan metode HBPM atau ABPM menunjukkan hasil hipertensi[1-3,6-10]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan pada pasien dengan hipertensi sebagai penapisan terhadap end-organ damage.

Pemeriksaan Penunjang Dasar

Pemeriksaan penunjang dasar rutin yang perlu segera dilakukan, antara lain:

  • Pemeriksaan laboratorium: Fungsi ginjal dengan elektrolit dan perhitungan laju filtrasi glomerulus (estimated glomerular filtration rate), profil lipid, dan gula darah puasa
  • Pemeriksaan dipstick urine
  • Elektrokardiografi 12-lead[1-3,6-10]

Pemeriksaan Penunjang pada Kecurigaan Hypertension-Mediated Organ Damage

Bila terdapat kecurigaan kuat terjadinya hypertension-mediated organ damage, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan. Pemeriksaan pencitraan yang mungkin diperlukan antara lain echocardiography, carotid ultrasound, pencitraan renovaskuler dengan ultrasound maupun angiografi dengan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), funduskopi, dan CT scan atau MRI kepala.

Pemilihan pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi. Echocardiography dapat bermanfaat pada pasien yang dicurigai mengalami iskemia atau gagal jantung. CT scan dan MRI kepala bermanfaat pada kecurigaan TIA atau stroke. Doppler perifer dapat digunakan untuk melihat struktur pembuluh darah, misalnya pada deep vein thrombosis dan penyakit arteri perifer. USG ginjal digunakan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal, misalnya batu ginjal atau kista ginjal.[1-3,6-10]

Diagnosis, pemeriksaan penunjang dan diagnosis banding penyakit hipertensi dalam kehamilan dibahas dalam artikel terpisah.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah

Referensi

1. Iqbal AM, Jamal SF. Essential Hypertension. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539859/?report=reader
2. Unger T, Borghi C, Charchar F, et al. 2020 International Society of Hypertension global hypertension practice guidelines. Hypertension. 2020 Jun;75(6):1334-57.
3. Oparil S, Acelajado MC, Bakris GL, et al. Hypertension. Nat Rev Dis Primers. 2018;4:18014.
4. Harrison DG, Coffman TM, Wilcox CS. Pathophysiology of hypertension: the mosaic theory and beyond. Circulation Research. 2021 Apr 2;128(7):847-63.
5. Saxena T, Ali AO, Saxena M. Pathophysiology of essential hypertension: an update. Expert review of cardiovascular therapy. 2018 Dec 2;16(12):879-87.
6. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, et al. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA guideline for the prevention, detection, evaluation, and management of high blood pressure in adults: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines. Journal of the American College of Cardiology. 2018 May 15;71(19):e127-248.
7. Williams B, Mancia G, Spiering W, et al. 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension: The Task Force for the management of arterial hypertension of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Society of Hypertension (ESH). European heart journal. 2018 Sep 1;39(33):3021-104.
8. Lukito AA, Harmeiwaty E, Hustrini NM. Konsensus penatalaksanaan hipertensi 2019. Jakarta: Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. 2019:7-8.
9. Jordan J, Kurschat C, Reuter H. Arterial hypertension: diagnosis and treatment. Deutsches Ärzteblatt International. 2018 Aug;115(33-34):557.
10. Hegde S, Aeddula NR. Secondary Hypertension. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544305/
11. Charles L, Triscott J, Dobbs B. Secondary hypertension: discovering the underlying cause. American family physician. 2017 Oct 1;96(7):453-61.
12. Pinto IC, Martins D. Prevalence and risk factors of arterial hypertension: A literature review. Journal of Cardiovascular Medicine and Therapeutics. 2017;1(2):1-7.
13. Singh S, Shankar R, Singh GP. Prevalence and associated risk factors of hypertension: a cross-sectional study in urban Varanasi. International journal of hypertension. 2017 Oct;2017.
14. Mills KT, Stefanescu A, He J. The global epidemiology of hypertension. Nature Reviews Nephrology. 2020 Apr;16(4):223-37.
15. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Laporan nasional RISKESDAS 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019.
16. Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Cegah Hipertensi dengan CERDIK. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/cegah-hipertensi-dengan-cerdik
17. Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Kendalikan Hipertensi dengan PATUH. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/page/9/kendalikan-hipertensi-dengan-patuh

Epidemiologi Hipertensi
Penatalaksanaan Hipertensi

Artikel Terkait

  • 3 Interaksi Obat – Penyakit yang Perlu Diwaspadai
    3 Interaksi Obat – Penyakit yang Perlu Diwaspadai
  • Pilihan Pengobatan untuk Hipertensi Esensial
    Pilihan Pengobatan untuk Hipertensi Esensial
  • Pilihan Obat Antihipertensi pada Orang dengan Penyakit Kardiovaskuler
    Pilihan Obat Antihipertensi pada Orang dengan Penyakit Kardiovaskuler
  • Metode Pemeriksaan Tekanan Darah di Layanan Primer
    Metode Pemeriksaan Tekanan Darah di Layanan Primer
  • Serba-serbi Pengukuran Tekanan Darah dengan Digital Sphygmomanometer
    Serba-serbi Pengukuran Tekanan Darah dengan Digital Sphygmomanometer

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Hudiyati Agustini
10 hari yang lalu
Efek Dosis dan Durasi Konsumsi Natrium Terhadap Tekanan Darah – Telaah Jurnal SKP Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter!"Tensi Anda naik, segera kurangi makan asin".. edukasi ini sering kita sampaikan ke pasien, bukan? Nah, ternyata sudah ada penelitian yang...
Anonymous
16 Februari 2023
Tata laksana albuminuria pada pasien hipertensi
Oleh: Anonymous
11 Balasan
Alo dokter, saya memiliki pasien wanita usia 53 thn, datang dengan hasil labor, dengan hasil : albuminuria yaitu 38 dan kol total dan LDL yg meningkat, hasil...
Anonymous
27 Desember 2022
Bacaan diagnosis dari surat keterangan dokter
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Mohon bantuanya untuk bacaan diagnosisnya?

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.