Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Diagnosis Gagal Jantung general_alomedika 2021-11-17T14:36:08+07:00 2021-11-17T14:36:08+07:00
Gagal Jantung
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Gagal Jantung

Oleh :
Sunita
Share To Social Media:

Diagnosis gagal jantung tidak mudah dilakukan baik pada skenario gagal jantung akut maupun kronik. Pada kasus akut, gagal jantung dapat memiliki gejala yang mirip dengan iskemia miokard, eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), emboli, dan infeksi paru. Sementara itu, pada situasi kronik, gagal jantung kadang sulit dibedakan dari depresi, asthma, sirosis hati, dan hipotiroidisme. Oleh sebab itu, prinsip kehati-hatian perlu diterapkan dalam menangani pasien yang dicurigai dengan gagal jantung agar pemeriksaan diagnostik dan intervensi yang tepat dapat segera dilakukan.

Anamnesis

Anamnesis yang terarah pada pasien yang dicurigai gagal jantung dapat mengungkap adanya beragam gejala, faktor risiko, faktor pencetus gejala akut, yang dapat membantu dalam menentukan tata laksana yang tepat. Gejala gagal jantung sangat beragam dan tidak sepenuhnya sensitif serta spesifik dalam membantu mengidentifikasi ada atau tidaknya kongesti. Selain itu, tidak ada kelompok gejala yang dapat dikenali sebagai gejala spesifik untuk membedakan gagal jantung dengan fraksi ejeksi menurun maupun normal.

Anamnesis Sesak

Sesak yang bertambah berat merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien dengan gagal jantung. Gejala ini disebabkan oleh peningkatan tekanan pengisian ventrikel maupun penurunan curah jantung [43]. Namun, gejala ini dapat disamarkan akibat perubahan gaya hidup pasien, misalnya dengan membatasi aktivitas yang memerlukan kebutuhan energi lebih tinggi. Untuk mengungkap hal ini, anamnesis perlu diarahkan agar pasien menceritakan kapasitas latihan fisik pasien dari waktu ke waktu agar dokter mendapat gambaran penurunan kapasitas fisik yang tersamarkan tersebut.

Sesak saat istirahat atau berbaring lebih sering dikeluhkan oleh kelompok pasien gagal jantung yang sedang dalam perawatan di RS dan memiliki sensitivitas diagnostik yang cukup tinggi pada populasi tersebut. Pasien biasanya menggambarkan perlunya berbaring dengan kepala sedikit lebih tinggi dari badan guna mengurangi sesak (ortopnea) maupun adanya sesak yang muncul ketika berbaring ke sisi kiri (trepopnea) [44]. Sesak saat berbaring yang kemudian membuat pasien terbangun dan terjadi 1-2 jam setelah pasien tidur (paroxysmal nocturnal dyspnea/PND) juga merupakan indikator penting gagal jantung [45]. Seluruh varian gejala sesak tersebut adalah manifestasi kongesti paru akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang berlanjut sebagai hipertensi vena pulmonalis [46].

Anamnesis Lainnya

Sementara itu, riwayat penambahan berat badan, lingkar perut, cepat kenyang, dan pembengkakan ekstremitas dan skrotum menggambarkan adanya kongesti jantung kanan. Kongesti jantung kanan juga dapat menimbulkan gejala berupa nyeri perut kanan atas yang tidak spesifik akibat kongesti hati [47]. Gejala penting lainnya yang perlu digali dalam anamnesis pasien gagal jantung mencakup riwayat mudah lelah yang merefleksikan adanya penurunan curah jantung serta perubahan respons metabolik otot rangka terhadap peningkatan aktivitas. Namun, kelelahan pada pasien gagal jantung juga perlu diinterpretasi secara hati-hati sebab hal tersebut juga dapat muncul akibat depresi, anemia, disfungsi ginjal, perubahan endokrin, dan efek samping obat yang terjadi pada pasien [2,15].

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik akan mengonfirmasi data yang didapatkan dari anamnesis pasien sekaligus membantu dalam menentukan derajat keparahan gagal jantung. Seperti halnya data anamnesis, temuan pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang beragam untuk mendiagnosis gagal jantung serta tidak khas dalam membedakan gagal jantung dengan fraksi ejeksi menurun atau normal. Evaluasi tanda fisik yang penting dalam mengungkap keparahan gagal jantung mencakup keadaan umum, pemeriksaan tanda vital pada posisi duduk dan berdiri, pemeriksaan fisis jantung dan pembuluh darah, pemeriksaan organ lain yang terkait dengan kongesti dan hipoperfusi serta komorbiditas lainnya.

Keadaan Umum

Keadaan umum pasien yang perlu dinilai antara lain tingkat kesadaran, perawakan tubuh, serta ekspresi pasien yang mungkin menunjukkan kesulitan saat bernapas, menahan nyeri, dan batuk.

Pemeriksaan Kulit

Pemeriksaan kulit dapat mengungkap adanya pucat atau sianosis akibat hipoperfusi, riwayat penyalahgunaan alkohol kronik (misalnya eritema palmar atau spider angiomata), eritema nodosum akibat sarkoidosis, dan kulit yang menjadi gelap seperti perunggu pada hemokromatosis yang dapat mengarahkan pada kemungkinan etiologi [48-50].

Tekanan Darah

Pasien dengan perfusi sistemik yang buruk biasanya memiliki tekanan darah sistolik yang rendah, tekanan nadi yang menyempit, dan pulsasi yang lemah. Namun, banyak pula ditemukan pasien gagal jantung dengan tekanan sistolik di bawah 90 mmHg  dan perfusi adekuat. Sementara itu, sebagian pasien lainnya memiliki curah jantung rendah tapi dapat menunjukkan tekanan darah dalam rentang normal dengan mengorbankan perfusi perifer [51].

Pola Pernapasan

Pada gagal jantung tahap lanjut, pola pernapasan Cheyne-Stokes dapat diamati pada pasien dan sangat berkaitan dengan curah jantung yang rendah serta gangguan bernapas saat tidur. Pernapasan Cheyne-Stokes merupakan salah satu prediktor prognosis yang buruk pada pasien dengan gagal jantung [52]. Selain itu, pemeriksaan fisis paru juga dapat menunjukkan adanya pekak saat perkusi paru serta penurunan bunyi napas pada salah satu atau kedua bagian basal paru yang mengindikasikan suatu efusi pleura. Kebocoran cairan dari kapiler pulmoner ke dalam alveoli dapat menimbulkan ronki basah halus sedangkan bronkokonstriksi reaktif bermanifestasi sebagai mengi. Namun, ronki basah halus mungkin tidak ditemukan pada gagal jantung berat akibat adanya peningkatan drainase limfatik lokal [51].

Bunyi Jantung

Adanya bunyi jantung ketiga (S3 gallop) merupakan temuan yang penting sebab hal tersebut berkaitan dengan peningkatan volume pengisian ventrikel. Selain itu, bunyi jantung ketiga sangat spesifik dalam memprediksi diagnosis gagal jantung dan mempunyai nilai prognostik khusus. Pasien gagal jantung dengan distensi vena jugularis dan S3 gallop berisiko lebih tinggi untuk memerlukan perawatan di RS serta kematian akibat gagal jantung [51].

Status Volume Cairan dan Perfusi

Aspek pemeriksaan fisik lainnya yang juga penting dilakukan setiap melakukan evaluasi pasien dengan gagal jantung adalah pemeriksaan status volume cairan dan perfusi. Metode yang tepat untuk menilai status volume adalah dengan melakukan pemeriksaan tekanan vena jugularis  (jugular venous pressure/JVP). Peningkatan JVP memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 79% dalam mendeteksi peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Perubahan JVP pada pasien yang mendapat terapi gagal jantung biasanya juga berkaitan dengan perubahan pada tekanan pengisian ventrikel kiri. Oleh sebab itu, JVP tak hanya baik untuk mendeteksi status volume tapi juga untuk memantau respons pengobatan [51].

Edema

Edema dapat ditemukan pada pemeriksaan ekstremitas bawah pasien dengan gagal jantung yang disertai kelebihan volume cairan tubuh. Namun, edema ekstremitas bawah lebih menggambarkan volume ekstravaskuler dibandingkan intravaskuler serta dapat ditemukan pada kondisi lain seperti insufisiensi vena, obesitas, limfedema, sindrom nefrotik, dan sirosis. Adanya kombinasi distensi vena jugularis dan edema pedis meningkatkan kemungkinan diagnosis gagal jantung dibandingkan diagnosis banding lainnya [51].

Diagnosis Banding

Diagnosis banding gagal jantung mencakup berbagai kondisi yang melibatkan retensi cairan dan garam dengan manifestasi kongesti (misalnya, gagal ginjal) serta segala penyebab edema paru ekstrakardiak (misalnya, sindrom distres pernapasan akut).

Edema paru nonkardiogenik dapat disebabkan oleh jejas langsung, jejas hematogen pada paru, dan jejas paru dengan peningkatan tekanan hidrostatik. Jejas langsung paru dapat terjadi seperti pada trauma dinding dada, aspirasi, pneumonia, dan emboli paru [53]. Sementara itu, berbagai mediator inflamasi dan infeksi yang menyebar secara hematogen dapat pula menimbulkan kerusakan parenkim dan edema paru seperti yang mungkin ditemukan pada sepsis, pankreatitis, transfusi darah, dan kelebihan dosis obat tertentu (misalnya heroin) [54,55]. Kemudian, gagal jantung juga perlu dibedakan dari jejas paru akibat peningkatan tekanan hidrostatik seperti yang terjadi pada edema paru imbas ketinggian dan ekspansi pleura yang cepat [56,57].

Anamnesis dapat mengarahkan pada informasi awal yang berkaitan dengan penyebab paling mungkin gagal jantung sekaligus menyingkirkan penyebab kongesti paru nonkardiogenik lainnya. Pemeriksaan fisik yang mengarah pada kongesti paru akibat gagal jantung biasanya ditandai dengan adanya bunyi jantung ketiga, peningkatan JVP, ronki basah halus, dan edema perifer. Sementara itu, hasil pemeriksaan fisik pada diagnosis banding gagal jantung akan mendukung temuan anamnesis dan mengarahkan pada diagnosis banding yang sesuai. Adanya memar pada dada biasanya sesuai dengan trauma dada, sedangkan peningkatan suhu tubuh disertai batuk produktif biasanya mengarahkan pada suatu diagnosis pneumonia.

Pemeriksaan penunjang seperti rontgen dada yang mendukung diagnosis gagal jantung antara lain pembesaran siluet jantung pada foto toraks posteroanterior, penebalan interstisial, infiltrat perihiler, dan efusi pleura. Sementara itu, pada edema paru nonkardiogenik, rasio jantung-toraks masih dalam batas normal dan infiltrat alveolar biasanya terdistribusi merata di seluruh lapang paru [58]. Selain itu, manifestasi hipoksemia pada edema paru kardiogenik biasanya berespons baik dengan pemberian oksigen sedangkan edema paru nonkardiogenik hanya berespons parsial atau bahkan refrakter terhadap pemberian oksigen [59].

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk gagal jantung adalah sebagai berikut:

Rontgen Dada

Rontgen dada masih menjadi pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Temuan klasik pada rontgen dada yang mengarahkan pada diagnosis edema paru akibat gagal jantung adalah pola menyerupai kupu-kupu pada interstisial paru dan opasitas alveolar bilateral yang menyebar dari perifer paru. Selain itu, garis Kerley B (garis lurus horizontal halus yang memanjang dari permukaan pleura akibat penumpukan cairan di ruang interstisial), peribronchial cuffing, serta peningkatan corakan vaskuler pada lobus atas paru juga dapat ditemukan. Namun, pada kasus gagal jantung berat, hasil pemeriksaan rontgen dada sangat mungkin terlihat normal walaupun pasien sangat sesak yang mengisyaratkan bahwa nilai prediktif negatif pemeriksaan ini sangat rendah untuk dengan mudah menyingkirkan diagnosis gagal jantung [60].

Sumber: Openi, 2009. Sumber: Openi, 2009.

Gambar 2. Rontgen dada depan pada pasien dengan gambaran edema paru interstisial akibat gagal jantung yang mencakup hilangnya batas pembuluh darah pulmoner besar, munculnya garis septa lobus paru, penebalan septa interlobaris, dan kardiomegali (kanan).[60]

Elektrokardiogram

Elektrokardiogram (EKG) dapat memberikan petunjuk penting tentang etiologi gagal jantung sekaligus evaluasi penyebab dekompensasi gagal jantung pada pasien yang pernah terdiagnosis. Pada kasus gagal jantung akut yang dicetuskan oleh sindrom koroner akut, EKG dapat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST. Sementara itu, EKG juga dapat menunjukkan perubahan irama jantung (misalnya fibrilasi atrium), gambaran infark miokard lama, memprediksi hipertrofi ventrikel kiri, serta memantau perubahan interval QT, R-R, dan kompleks QRS selama pemberian terapi [2].

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada gagal jantung mencakup pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin serum, uji fungsi hati, profil lipid, thyroid-stimulating hormone (TSH), asam urat, dan urinalisis. Apabila pasien tertentu memiliki faktor risiko terhadap infeksi human immunodeficiency virus (HIV), skrining infeksi HIV dapat dipertimbangkan [2].

Pemeriksaan darah perifer lengkap dapat mengungkap adanya anemia yang bukan hanya merupakan komorbiditas utama gagal jantung [2], tapi juga mungkin disebabkan oleh kondisi lain seperti hemodilusi, penggunaan zat besi dalam tubuh yang buruk, anemia akibat penyakit kronik, dan keganasan. Kadar elektrolit serum dapat membantu mengidentifikasi hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat meningkatkan risiko aritmia ventrikuler pada pasien gagal jantung [1]. Hiperkalemia biasanya mengisyaratkan adanya gagal ginjal sebagai komplikasi gagal jantung kronik dan dapat pula disebabkan oleh suplementasi kalium maupun efek samping obat penghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) [61]. Selain itu, elektrolit serum juga dapat menguatkan bukti adanya hiponatremia yang lazim terjadi pada pasien dengan gagal jantung kronik serta akibat penggunaan diuretik dan pengaruh obat lain.

Peningkatan kadar kreatinin serum atau penurunan estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR < 60 ml/menit/1,73 m2) dapat ditemukan pada pasien gagal jantung yang telah mengalami komplikasi penyakit ginjal kronik, pasien dengan kongesti ginjal, dehidrasi, penggunaan ACE-I, ARB, serta obat-obatan nefrotoksik lainnya[62]. Namun, interpretasi eGFR juga perlu dilakukan dengan saksama, khususnya pada pasien dengan penyakit hati kronik yang dapat mengalami pelepasan kreatinin yang rendah (sehingga kreatinin tampak normal) dan nilai murni eGFR tersamarkan oleh peningkatan bilirubin serum serta penurunan albumin [63].

Hasil pemeriksaan fungsi hati yang abnormal pada pasien dengan gagal jantung akut dapat berkaitan peningkatan risiko kematian total. Secara spesifik, peningkatan kadar transaminase serta penurunan albumin pada hari ketiga sejak perawatan merupakan prediktor independen luaran mortalitas buruk 6 bulan pada pasien gagal jantung akut. Parameter enzim kolestatik alih-alih kadar transaminase lebih berkaitan dengan keparahan gagal jantung kronik. Sementara itu, peningkatan transaminase lebih jelas terlihat pada pasien gagal jantung akut dan syok kardiogenik meskipun enzim kolestatik juga dapat sedikit meningkat [64].

Pemeriksaan profil lipid puasa amat penting pada pasien gagal jantung dengan berbagai stadium keparahan. Pada pasien gagal jantung stadium A, terapi hiperlipidemia pada pasien yang berisiko tinggi dapat membantu menekan risiko gagal jantung di masa yang akan datang [2]. Pemeriksaan fungsi tiroid terutama penting pada pasien yang memiliki riwayat penyakit tiroid atau pernah mengalami aritmia ventrikuler akibat tirotoksikosis [65]. Di sisi lain, peningkatan TSH disertai kadar hormon tiroid yang rendah dapat mengindikasikan suatu hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat berpengaruh terhadap luaran pada pasien gagal jantung yang mendapat terapi resinkronisasi jantung maupun pasien gagal jantung secara umum [66,67].

 Asam urat dapat meningkatkan stres oksidatif, vasokonstriksi, dan disfungsi endotel serta peningkatan risiko gagal jantung. Pemeriksaan asam urat pada gagal jantung perlu dilakukan sebagai prediktor risiko kejadian kardiovaskuler pada gagal jantung seperti fibrilasi atrium, perawatan berulang di RS, dan mortalitas jangka panjang. Sementara itu, urinalisis akan sangat membantu dalam mengidentifikasi sedimen urin abnormal pada kasus gagal jantung imbas penyakit glomerulus maupun sebagai prediktor adanya kerusakan organ seperti albuminuria [65].

Pemeriksaan Biomarker

Pasien dengan gagal jantung awitan baru atau mengalami dekompensasi akut perlu menjalani pemeriksaan biomarker untuk mendukung temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

BNP (brain natriuretic peptide) dan NT-proBNP (N-terminal pro-B-type natriuretic peptide) merupakan biomarker gagal jantung yang muncul sebagai akibat dari peregangan ventrikel dan stres pada dinding ventrikel. Pasien dengan gagal jantung akut umumnya memiliki nilai BNP dan NT-proBNP yang jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan gagal jantung kronik yang stabil.  Namun, berbagai kondisi lain juga dapat menimbulkan peningkatan NT-proBNP seperti penyakit jantung katup, hipertensi pulmonal, penyakit jantung iskemik, aritmia atrium. Oleh sebab itu, interpretasi kadar BNP dan NT-proBNP perlu hati-hati dengan mempertimbangkan data anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya secara akurat [68].

Pemeriksaan Noninvasif

Ekokardiografi, pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging/MRI), computed tomography (CT) jantung, dan pencitraan nuklir merupakan metode pemeriksaan noninvasif yang dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis gagal jantung.

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan noninvasif awal yang disarankan bagi seluruh pasien yang datang dengan manifestasi gagal jantung [2]. Ekokardiografi 2 dimensi dengan Doppler bermanfaat dalam menilai fungsi, ukuran, ketebalan dinding, gerakan dinding ventrikel, serta fungsi katup jantung. Apabila terdapat temuan klinis yang mengarah pada diagnosis penyakit jantung katup, diseksi aorta, endokarditis, penyakit jantung kongenital, dan trombus intrakaviti pada kasus fibrilasi atrium yang memerlukan kardioversi, teknik ekokardiografi transesofageal dapat dipertimbangkan [1].

MRI jantung memiliki kelebihan dibandingkan ekokardiografi dalam hal penyangatan resolusi, kemampuan dalam evaluasi ukuran dan fungsi ventrikel, serta penilaian adanya pirau dan katup. Meskipun bukan pemeriksaan noninvasif yang rutin dilakukan pada gagal jantung, MRI dapat dipertimbangkan apabila perlu dilakukan identifikasi penyakit infiltratif pada jantung (misalnya amiloidosis, hemokromatosis), membedakan kardiomiopati iskemik dari non iskemik, dan miokarditis [1,65].

CT jantung terutama baik dilakukan untuk memvisualisasi anatomi arteri koroner pada pasien gagal jantung yang memiliki pre-test probability penyakit jantung koroner yang rendah atau hasil uji stres non invasif yang meragukan. Seperti halnya CT jantung, pencitraan nuklir juga dapat membantu penilaian iskemia dan viabilitas jaringan. Selain itu, pencitraan nuklir juga dapat membantu menilai prognosis pasien gagal jantung dengan kardiomiopati iskemik yang memerlukan penilaian perfusi miokard dibandingkan fraksi ejeksi ventrikel kiri dalam penentuan prognosis [1,65].

Pemeriksaan Invasif

Angiografi koroner, kateterisasi ventrikel kiri, evaluasi kateter arteri pulmonal dan biopsi endomiokard adalah beberapa pemeriksaan invasif yang mungkin perlu dilakukan pada pasien dengan gagal jantung.

Angiografi koroner dan kateterisasi ventrikel kiri disarankan bagi pasien gagal jantung dengan nyeri dada yang membandel terhadap terapi farmakologi apabila pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap revaskularisasi koroner. Angiografi koroner juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat aritmia ventrikuler simptomatik atau pernah mengalami henti jantung. Jika pasien memiliki pre-test probability penyakit jantung koroner yang tinggi dan terdapat bukti iskemia pada pemeriksaan non invasif, angiografi koroner dapat membantu menegakkan etiologi iskemia dan derajat keparahan penyakit jantung koroner [1,2].

Terapi yang dipandu evaluasi kateter arteri pulmonal (pulmonary artery catheter/PAC) mungkin diperlukan pada pasien tertentu meskipun belum ada bukti peran evaluasi kateter arteri pulmonal dalam memperbaiki luaran pasien dengan gagal jantung akut. Pemberian terapi gagal jantung yang dipandu evaluasi PAC dapat dipertimbangkan pada pasien gagal jantung stadium akhir yang refrakter. Selain itu, penggunaan PAC berguna pada pasien gagal jantung akut yang gagal terapi disertai kesulitan pemantauan status volum berdasarkan parameter klinis semata, mengalami gagal ginjal, instabilitas hemodinamik, dan mendapat obat vasopresor [1,65].

Biopsi endomiokard dapat bermanfaat apabila suatu diagnosis spesifik perlu ditegakkan segera guna memulai terapi atau pasien mengalami perburukan klinis secara cepat walau telah mendapat terapi farmakologi optimal. Amiloidosis jantung primer merupakan salah satu kondisi yang memerlukan peran biopsi endomiokard sebelum kemoterapi dapat dimulai. Selain itu, pada pasien dengan kardiomiopati idiopatik dan miokarditis akut tanpa penyebab yang jelas, biopsi endomiokard dapat membantu mengarahkan diagnosis. Mengingat peran dan hasil diagnostik dari biopsi endomiokard sangat terbatas, pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada pasien dengan gagal jantung [2].

Referensi

1. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur Heart J [Internet]. 2016 Jul 14;37(27):2129–200. Available from: https://academic.oup.com/eurheartj/article-lookup/doi/10.1093/eurheartj/ehw128
2. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure. J Am Coll Cardiol [Internet]. 2013;62(16):e147–239. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109713021141
15. Kemp CD, Conte J V. The pathophysiology of heart failure. Cardiovasc Pathol [Internet]. 2012;21(5):365–71. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.carpath.2011.11.007
43. Dubé B-P, Agostoni P, Laveneziana P. Exertional dyspnoea in chronic heart failure: the role of the lung and respiratory mechanical factors. Eur Respir Rev [Internet]. 2016 Sep;25(141):317–32. Available from: http://err.ersjournals.com/lookup/doi/10.1183/16000617.0048-2016
44. Fujita M, Miyamoto S, Tambara K, Budgell B. Trepopnea in patients with chronic heart failure. Int J Cardiol [Internet]. 2002 Aug;84(2–3):115–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12127363
45. Rials SJ, Hatlestad JD, Smith A, Pubbi D, Slotwiner DJ, Boehmer JP. Night-time Elevation Angle in Heart Failure Patients Indicates Orthopnea and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea. J Card Fail [Internet]. 2017 Aug;23(8):S81. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1071916417304517
46. Watson RD, Gibbs CR, Lip GY. ABC of heart failure. Clinical features and complications. BMJ [Internet]. 2000 Jan 22;320(7229):236–9. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10642237
47. Kavoliuniene A, Vaitiekiene A, Cesnaite G. Congestive hepatopathy and hypoxic hepatitis in heart failure: A cardiologist’s point of view. Int J Cardiol [Internet]. 2013 Jul;166(3):554–8. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167527312006146
48. Liu SW, Lien MH, Fenske NA. The effects of alcohol and drug abuse on the skin. Clin Dermatol [Internet]. 2010 Jul;28(4):391–9. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0738081X10000489
49. Köstler E, Porst H, Wollina U. Cutaneous manifestations of metabolic diseases: uncommon presentations. Clin Dermatol [Internet]. 2005 Sep;23(5):457–64. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0738081X0500026X
50. Marcoval J, Moreno A, Ma J. Papular sarcoidosis of the knees: A clue for the diagnosis of erythema nodosum?associated sarcoidosis. J Am Acad Dermatol [Internet]. 2003 Jul;49(1):75–8. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0190962203008788
51. Thibodeau JT, Drazner MH. The Role of the Clinical Examination in Patients With Heart Failure. JACC Hear Fail. 2018;6(7):543–51.
52. Poletti R, Passino C, Giannoni A, Zyw L, Prontera C, Bramanti F, et al. Risk factors and prognostic value of daytime Cheyne–Stokes respiration in chronic heart failure patients. Int J Cardiol [Internet]. 2009 Sep;137(1):47–53. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167527308008231
53. Assaad S, Kratzert WB, Shelley B, Friedman MB, Perrino A. Assessment of Pulmonary Edema: Principles and Practice. J Cardiothorac Vasc Anesth [Internet]. 2018 Apr;32(2):901–14. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1053077017307103
54. Sporer KA, Dorn E. Heroin-Related Noncardiogenic Pulmonary Edema. Chest [Internet]. 2001 Nov;120(5):1628–32. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0012369215363716
55. Drosatos K, Lymperopoulos A, Kennel PJ, Pollak N, Schulze PC, Goldberg IJ. Pathophysiology of sepsis-related cardiac dysfunction: driven by inflammation, energy mismanagement, or both? Curr Heart Fail Rep [Internet]. 2015 Apr;12(2):130–40. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25475180
56. Dias OM, Teixeira LR, Vargas FS. Reexpansion pulmonary edema after therapeutic thoracentesis. Clinics (Sao Paulo) [Internet]. 2010;65(12):1387–9. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21340232
57. Paralikar SJ. High altitude pulmonary edema-clinical features, pathophysiology, prevention and treatment. Indian J Occup Environ Med [Internet]. 2012 May;16(2):59–62. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23580834
58. Milne E, Pistolesi M, Miniati M, Giuntini C. The radiologic distinction of cardiogenic and noncardiogenic edema. Am J Roentgenol [Internet]. 1985 May;144(5):879–94. Available from: http://www.ajronline.org/doi/10.2214/ajr.144.5.879
59. Mahajan RP. Acute lung injury: options to improve oxygenation. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain [Internet]. 2005 Apr;5(2):52–5. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S174318161730567X
60. Khan A, Hamdan A-J, AL-Ghanem S, Alaa G. Reading chest radiographs in the critically ill (Part II): Radiography of lung pathologies common in the ICU patient. Ann Thorac Med [Internet]. 2009;4(3):149. Available from: http://www.thoracicmedicine.org/text.asp?2009/4/3/149/53349
61. Sarwar CMS, Papadimitriou L, Pitt B, Piña I, Zannad F, Anker SD, et al. Hyperkalemia in Heart Failure. J Am Coll Cardiol [Internet]. 2016 Oct;68(14):1575–89. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109716346563
62. Persson F, Rossing P. Diagnosis of diabetic kidney disease: state of the art and future perspective. Kidney Int Suppl [Internet]. 2018 Jan;8(1):2–7. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2157171617300606
63. Beben T, Rifkin DE. GFR Estimating Equations and Liver Disease. Adv Chronic Kidney Dis [Internet]. 2015 Sep;22(5):337–42. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1548559515000683
64. Correale M, Tarantino N, Petrucci R, Tricarico L, Laonigro I, Di Biase M, et al. Liver disease and heart failure: Back and forth. Eur J Intern Med [Internet]. 2018;48(October):25–34. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejim.2017.10.016
65. Patarroyo-Aponte M, Colvin-Adams M. Evaluation of Patients with Heart Failure. Cardiol Clin [Internet]. 2014;32(1):47–62. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ccl.2013.09.014
66. Razvi S, Jabbar A, Pingitore A, Danzi S, Biondi B, Klein I, et al. Thyroid Hormones and Cardiovascular Function and Diseases. J Am Coll Cardiol [Internet]. 2018 Apr;71(16):1781–96. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109718333795
67. Sharma AK, Vegh E, Orencole M, Miller A, Blendea D, Moore S, et al. Association of Hypothyroidism With Adverse Events in Patients With Heart Failure Receiving Cardiac Resynchronization Therapy. Am J Cardiol [Internet]. 2015 May;115(9):1249–53. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002914915006980
68. Baggish AL, van Kimmenade RRJ, Januzzi JL. The Differential Diagnosis of an Elevated Amino-Terminal Pro–B-Type Natriuretic Peptide Level. Am J Cardiol [Internet]. 2008 Feb;101(3):S43–8. Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002914907022448

Epidemiologi Gagal Jantung
Penatalaksanaan Gagal Jantung

Artikel Terkait

  • Pemeriksaan Skor Kalsium (Coronary Artery Calcium Score) untuk Stratifikasi Risiko Kejadian Penyakit Jantung
    Pemeriksaan Skor Kalsium (Coronary Artery Calcium Score) untuk Stratifikasi Risiko Kejadian Penyakit Jantung
  • Peran Artificial Intelligence dalam Kedokteran Kardiovaskular
    Peran Artificial Intelligence dalam Kedokteran Kardiovaskular
  • Manajemen Ketoasidosis Diabetik pada Pasien Gagal Jantung dan Gagal Ginjal
    Manajemen Ketoasidosis Diabetik pada Pasien Gagal Jantung dan Gagal Ginjal
  • Red Flags Edema Perifer
    Red Flags Edema Perifer
  • Waspadai Obat yang Dapat Memperparah Kondisi Gagal Jantung Berikut Ini
    Waspadai Obat yang Dapat Memperparah Kondisi Gagal Jantung Berikut Ini

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Intan Fajriani
28 Maret 2022
Live Webinar : "Virtual Book 5/8 - Kupas Tuntas Gagal Jantung Kanan." Selasa, 29 Maret 2022. Pukul 19.00 - 22.00
Oleh: dr. Intan Fajriani
1 Balasan
Jangan lewatkan Live Webinar dengan topik, "Virtual Book 5/8 - Kupas Tuntas Gagal Jantung Kanan."Narasumber :dr. Estu Rudiktyo, Sp.JP (K) FIHAModerator :dr....
dr. Intan Fajriani
14 Maret 2022
Live Webinar Alomedika - Virtual Book 4/8 - Gagal Jantung Akut Terdekompensasi. Selasa, 15 Maret 2022 (19.00 - 20.00)
Oleh: dr. Intan Fajriani
1 Balasan
Jangan lewatkan Live Webinar dengan topik, "Virtual Book 4/8 - Gagal Jantung Akut Terdekompensasi : Diagnosi dan Tata Laksana."Narasumber :dr. Alexandra...
drg. Annisa Widiandini
02 Februari 2022
Live Webinar Alomedika-Virtual Book Tour 3/8: Aritmia pada Gagal Jantung. Sabtu 05 Februari 2022 (10.00 - 11.00 WIB)
Oleh: drg. Annisa Widiandini
1 Balasan
ALO, Dokter!Jangan lewatkan Live Webinar dengan topik, "Virtual Book Tour 3/8: Aritmia pada Gagal Jantung".Narasumber: dr. Sunanto Ng, Sp.JP(K)Pada hari &...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.