Pendahuluan Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis merupakan penyakit pada hepar yang merupakan bentuk lanjutan dari fibrosis hepar berupa konversi jaringan hepar normal menjadi nodul abnormal. Sirosis yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan penyakit hepar stadium akhir (end stage liver disease). [1,2]
Sirosis hepatis terjadi akibat kerusakan hati dalam jangka waktu yang lama. Sirosis dapat diakibatkan oleh infeksi, misalnya hepatitis B dan C, atau penyebab noninfeksius, seperti hepatitis autoimun, sirosis bilier primer, atau penyakit Wilson. Penyebab tersering sirosis hepatis di seluruh dunia adalah hepatitis B. [1,3,4]
Diagnosis sirosis hepatis dapat dilakukan dengan biopsi sebagai baku emas. Namun, apabila diagnosis berdasarkan kondisi klinis sudah jelas, pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya, termasuk biopsi tidak perlu dilakukan. Hasil pemeriksaan laboratorium yang umum ditemui di antaranya adalah peningkatan nilai international normalized ratio (INR) dan hipoalbuminemia akibat penurunan fungsi sintesis hati, peningkatan aspartat aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) akibat sitotoksisitas, serta peningkatan serum bilirubin akibat stasis empedu. Elastografi merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan untuk diagnosis dari sirosis hepatis dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Penatalaksanaan sirosis hepatis dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya komplikasi. Tanpa komplikasi, penatalaksanaan sirosis hepatis, dilakukan berdasarkan etiologi penyebab. Pengurangan konsumsi alkohol dan pemberian antivirus hepatitis B dan C terbukti memperbaiki kondisi sirosis hepatis.
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis di antaranya adalah varises esofagus dan gaster, asites, dan ensefalopati hepatikum. Varises berukuran kecil perlu dilakukan endoskopi periodik sedangkan yang berukuran besar dapat diberikan beta blocker seperti propranolol dan/atau ligasi endoskopik variseal. Antibiotik diberikan jika hasil parasentesis positif pada pasien dengan asites dan ensefalopati hepatikum, atau jika terjadi perdarahan akibat pecah varises.
Prognosis dapat dinilai dengan menggunakan skor Child-Pugh dan Model for End-Stage Liver Disease (MELD). Skor Child-Pugh digunakan untuk menghitung tingkat keparahan sirosis sedangkan MELD dapat digunakan sebagai indikator dilakukannya transplantasi hati.
Prevensi sirosis hepatis dapat dilakukan dengan edukasi dan promosi kesehatan mengenai diet dan gaya hidup. Mengurangi konsumsi alkohol dan berhenti merokok dapat mengurangi insidensi sirosis hepatis. Selain itu, penurunan berat badan pada pasien yang obesitas juga membantu mengurangi kemungkinan sirosis hepatis.
Pencegahan sirosis hepatis juga dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi hepatitis A dan B pada orang yang berisiko tinggi mengalami infeksi hepatitis, misalnya tenaga kesehatan atau pengguna narkotik, psikoaktif, atau zat adiktif lainnya (NAPZA) suntik). Edukasi mengenai perilaku seks yang aman juga harus diberikan untuk mencegah transmisi hepatitis melalui hubungan seksual.
Sumber: BruceBlaus, Wikimedia commons, 2015.