Edukasi dan Promosi Kesehatan Gagal Jantung
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien dengan gagal jantung merupakan salah satu komponen terapi yang penting serta berkaitan dengan perbaikan kualitas hidup pasien dan penurunan frekuensi perawatan di RS [79,80].
Edukasi Pasien dan Keluarganya
Edukasi terhadap pasien dan keluarga yang terlibat dalam manajemen gagal jantung pada pasien meliputi edukasi spesifik tentang pemberian obat dan edukasi tentang aspek nonfarmakologi. Edukasi yang terkait dengan terapi medikamentosa mencakup jadwal pemberian, dosis, cara konsumsi, dan pengenalan gejala efek samping obat. Sementara itu, edukasi nonfarmakologi meliputi modifikasi diet dan pembatasan cairan, pemantauan berat badan, identifikasi tanda dan gejala perburukan gagal jantung, hasil penilaian risiko dan prognosis, penilaian kualitas hidup, dan latihan resusitasi jantung paru bagi keluarga pasien [2].
Pembatasan asupan sodium merupakan modifikasi diet yang penting dalam tata laksana gagal jantung. American Heart Association (AHA) menyarankan agar asupan sodium tak melebihi 1,5 gram/hari pada pasien gagal jantung stadium A dan B. Data tentang rekomendasi restriksi garam untuk pasien dengan stadium C dan D masih belum memadai. Namun, mengingat asupan sodium pada populasi umum yang tinggi, pembatasan sodium biasanya menjadi < 3 gram/hari pada pasien dengan gagal jantung stadium C dan D untuk memperbaiki gejala gagal jantung [2].
Pemantauan berat badan memegang peran penting dalam identifikasi kejadian kakheksia jantung dan perburukan retensi cairan. Selain itu, pasien yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih tinggi terhadap luaran buruk akibat gagal jantung dibandingkan pasien dengan indeks massa tubuh normal. Oleh sebab itu, pasien dan keluarganya sebaiknya disarankan untuk melakukan pemantauan berat badan secara berkala (biasanya secara harian) guna memonitor kakheksia dan retensi cairan [2].
Pasien dan keluarganya dapat menjadi sumber informasi yang dapat diandalkan terkait perburukan gejala dan tanda gagal jantung. Oleh sebab itu, keluarga pasien perlu mendapat edukasi tentang hal-hal yang dapat membantu tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi suatu gagal jantung stadium lanjut. Informasi tersebut mencakup adanya riwayat rawat inap lebih dari 2 kali akibat perburukan gagal jantung dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, keluhan sesak saat aktivitas harian minimal, adanya perburukan fungsi ginjal (produksi urin menurun, peningkatan ureum dan kreatinin serum), penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas (misalnya akibat kakheksia jantung), intoleransi terhadap ACE-I yang ditunjukkan dengan hipotensi atau perburukan fungsi ginjal, dan peningkatan frekuensi terapi kejut apabila pasien menggunakan ICD [2].
Edukasi pada pasien dan keluarganya tentang hasil penilaian risiko, prognosis, dan kualitas hidup pasien dengan gagal jantung memiliki beberapa manfaat. Pertama, pasien dapat mengetahui faktor risiko yang meningkatkan luaran buruk gagal jantung yang dialaminya serta strategi efektif untuk menurunkan risiko tersebut. Kedua, hasil penilaian risiko dan prognosis dapat membangun kesadaran keluarga pasien tentang risiko kardiovaskuler yang dipengaruhi oleh adanya riwayat kardiovaskuler pada anggota keluarga kandung. Ketiga, evaluasi kualitas hidup pasien gagal jantung dapat membantu mengarahkan pasien dan keluarganya dalam pembuatan keputusan bersama untuk menentukan langkah terapeutik lanjutan yang dapat ditempuh [81].