Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Syok Kardiogenik general_alomedika 2023-01-25T10:00:40+07:00 2023-01-25T10:00:40+07:00
Syok Kardiogenik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

Oleh :
dr. Mia Amelia Mutiara Salikim
Share To Social Media:

Syok kardiogenik merupakan kegawatdaruratan yang mengancam nyawa, sehingga penatalaksanaan awalnya adalah stabilisasi hemodinamik dan terapi etiologinya, seperti sindrom koroner akut (SKA). Pasien sebaiknya dirujuk ke Rumah Sakit tersier untuk tindakan spesialistik, seperti kateterisasi untuk reperfusi, perawatan intensif, dan bantuan sirkulasi mekanik.[3]

Persiapan Rujukan

Persiapan rujukan dari fasilitas kesehatan primer untuk syok kardiogenik dilakukan dengan pertama-tama melakukan stabilisasi hemodinamik agar pasien transportable. Bila tidak transportable maka tidak disarankan untuk dilakukan rujuk, terutama apabila perjalanan ke fasilitas kesehatan tersier sangat jauh dan lama.[22]

Rujukan harus dilakukan secepatnya, terutama pada pasien dengan syok kardiogenik akibat infark miokard akut (IMA) sebelum window period berakhir. Tujuannya adalah untuk terapi definitif, seperti tindakan percutaneous coronary intervention (PCI) primer untuk pasien STEMI.[22]

Semua pasien dengan syok kardiogenik perlu dievaluasi menggunakan EKG, rontgen toraks, dan echocardiography komprehensif dengan tujuan mencari penyebab untuk ketidakstabilan hemodinamik ini. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, elektrolit, kreatinin, fungsi hepar, analisa gas darah, laktat, dan kadar troponin jantung serial.[19]

Strategi Stabilisasi dan Resusitasi

Stabilisasi pada syok kardiogenik dilakukan untuk penatalaksanaan hipotensi dan hipoperfusi akibat gangguan pompa jantung untuk mempertahankan fungsi organ vital.[44]

Hipovolemia dapat terjadi karena penggunaan diuretik atau muntah, maka boleh diberikan cairan isotonik, seperti cairan salin, 250 ml sebelum dilakukan kateterisasi jantung. Akan tetapi, sebelum pemberian, pastikan tidak ada overload cairan, seperti edema paru dan tidak adanya tanda gangguan pernapasan pada pasien.[5,44]

Apabila ditemukan adanya tanda overload cairan dan edema paru kardiogenik tanpa hipotensi, maka pasien dapat diberikan diuretik, seperti furosemide; morfin; suplementasi oksigen; dan vasodilator, seperti nitrogliserin dan nitroprusside. Jangan memberikan beta blocker, seperti bisoprolol, pada pasien pre shock atau syok kardiogenik karena merupakan agen yang sifatnya inotropik negatif.[5,44,45]

Target oksigen bervariasi tergantung klinis pasien, namun pada kondisi akut, target saturasi oksigen >90% sudah cukup. Indikasi intubasi dan bantuan invasif lainnya, seperti trakeostomi, untuk mempertahankan patensi jalan napas antara lain:

  • Gagal napas
  • Apnea
  • Penurunan kesadaran dengan GCS kurang dari sama dengan 8

  • Cedera jalan napas atau impending respiratory failure

  • Obstruksi jalan napas total maupun parsial yang tidak respon dengan bantuan napas non invasif
  • Trauma laring
  • Pasien dengan risiko tinggi aspirasi[5,46]

Renal replacement therapy berkelanjutan juga perlu dipertimbangkan pada penyakit ginjal kronis stage 2 atau jika terdapat gangguan pada cairan, elektrolit, keseimbangan asam basa berat yang memerlukan dialisis.[5]

Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa pada syok kardiogenik intinya adalah mempertahankan fungsi jantung dan vaskularisasinya, misalnya dengan pemberian fibrinolitik, mempertahankan euvolemia, vasopresor atau vasodilator, dan inotropik. Beta blocker, seperti bisoprolol, tidak diberikan pada syok kardiogenik karena inotropik negatif.[5,44]

Inotropik dan vasopresor diindikasikan untuk keadaan gangguan hemodinamik yang disertai penurunan CO, walaupun hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Meskipun manfaatnya meningkatkan kontraktilitas miokardium, efek samping dari terapi inotropik, seperti aritmia dan peningkatan konsumsi oksigen miokardium, dapat berhubungan dengan peningkatan mortalitas.[4,5]

Inotropik

Agen inotropik, seperti dobutamin, dopamin, dan milrinone, meningkatkan kontraktilitas jantung, sehingga diperlukan untuk pasien dengan curah jantung rendah, hipotensi, dan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Akan tetapi, inotropik harus digunakan dengan hati-hati dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi bertahap bila secara klinis diperlukan.[4]

Inotropik ini digunakan untuk syok kardiogenik pada tekanan darah kurang dari 80 mmHg. Inotropik diindikasikan pada pasien dengan tanda hipoperfusi jaringan walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan. Inotropik meningkatkan kontraktilitas jantung dengan meningkatkan influks kalsium (Ca2+) ke dalam miosit. Hal inilah yang menyebabkan inotropik memiliki efek samping aritmia.[4,47,48]

Vasopressor

Agen vasopressor yang disarankan digunakan pada syok kardiogenik antara lain norepinefrin dan epinefrin. Vasopressor meningkatkan influks kalsium intrasel pada miosit pembuluh darah, sehingga menyebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi meningkatkan resistensi vaskular dan mean arterial pressure (MAP).[48]

Norepinefrin (NE) lebih banyak digunakan untuk vasopressor pada kasus syok kardiogenik karena efek beta adrenergiknya lemah, sehingga tidak terlalu mempengaruhi heart rate. Selain itu, NE juga selektif beta 1 adrenergik, sehingga meningkatkan CI tanpa meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Penggunaan norepinefrin juga disarankan dari dosis kecil 0.01 sampai 0.3μg/kg/menit lalu dititrasi bertahap tergantung klinis sampai 1μg/kg/menit.[4,5,48]

Epinefrin juga dapat digunakan sebagai pilihan kedua, karena memiliki efek vasopresor dan inotropik karena bekerja pada reseptor α dan β adrenergik, namun lebih kuat pada β adrenergik. Akan tetapi, efeknya bervariasi, dimana pada dosis rendah dapat meningkatkan CO karena efek inotropik dan kronotropik. Selain itu, epinefrin juga memiliki reseptor di α1 untuk vasokonstriksi dan β2 untuk vasodilatasi, sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan MAP dan SVR. Penggunaannya dimulai dari dosis kecil, yaitu 0.01 sampai 0.3ug/kg/menit kemudian titrasi bertahap sesuai klinis.[48]

Di bawah ini adalah panduan dosis penggunaan inotropik dan vasopressor pada klinis sehari-hari.

Tabel 2.  Penggunaan Inotropik dan Vasopressor

Obat Dosis
Dobutamine 2-20 mcg/kg/menit
Dopamine

3-5 mcg/kg/menit (inotropik)

>5 mcg/kg/menit (inotropik, vasopresor)

Milrinone 0,375-0,75 mcg/kg/menit
Enoximone 5-20 mcg/kg/menit
Levosimendan 0,1 mcg/kg/menit
Norepinefrin 0,2-1,0 mcg/kg/menit
Epinefrin 0,05-0,5 mcg/kg/menit

Sumber: dr. Mia Amelia Mutiara Salikim. Alomedika, 2022.[4]

Antitrombotik

Antitrombotik diberikan pada syok kardiogenik, terutama yang disebabkan oleh infark miokard akut (IMA). Antikoagulan yang disarankan PERKI adalah antiplatelet, seperti aspirin dengan dosis 160-320 mg dan penghambat  reseptor ADP (adenosine diphosphate), seperti ticagrelor dengan dosis awal 180 mg atau clopidogrel dengan dosis awal 300 mg.[39]

Aspirin yang disarankan adalah aspirin tidak bersalut, karena absorpsi sublingual yang lebih cepat. Pada pasien yang direncanakan reperfusi dengan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan oleh PERKI adalah clopidogrel.[39]

Antitrombotik juga disarankan pada semua pasien syok kardiogenik tanpa komplikasi perdarahan serius. Pasien ini disarankan untuk mendapat terapi dual antiplatelet setelah PCI.[19]

Pembedahan

Pembedahan pada syok kardiogenik dilakukan terutama pada keadaan infark miokard akut dengan tujuan reperfusi. Teknik kateterisasi dan revaskularisasi dilakukan pada fasilitas tersier, karena merupakan tindakan spesialistik.

Revaskularisasi

Revaskularisasi dengan reperfusi koroner direkomendasikan dilakukan secepat mungkin dari onset. Fibrinolitik diberikan sambil menunggu revaskularisasi dengan jarak “door-to-needle” diusahakan dalam 30 menit untuk terapi fibrinolitik dan waktu “door-to-balloon” dalam 90 menit untuk primary PCI.[2,5,41-43]

Panduan AHA dan ESC merekomendasikan revaskularisasi segera, baik dengan kateterisasi jantung atau percutaneous coronary intervention (PCI) maupun coronary artery bypass graft (CABG). Akan tetapi, mengingat keterbatasan mengakses pelayanan kesehatan tersier, teknik revaskularisasi yang banyak dilakukan di Indonesia adalah terapi fibrinolitik.[2,5]

Selain itu, panduan terbaru mengatakan, adanya left bundle branch block (LBBB) bukan lagi merupakan indikasi kateterisasi segera.[2,5]

Intra-Aortic Balloon Pump (IABP)

Intra-aortic balloon pump (IABP) bertujuan untuk membantu kerja jantung dengan cara mengurangi afterload secara tidak langsung dan memperbaiki tekanan diastolik pada aorta, sehingga meningkatkan aliran darah diastolik dan memperbaiki perfusi organ perifer dan pembuluh darah koroner. Kemudian, hal ini akan menyebabkan peningkatan CI dan mengurangi kebutuhan oksigen miokardium.[5,12,49]

Bantuan Sirkulasi Mekanik

Alat bantu sirkulasi mekanik (Mechanical Circulatory Support/MCS) dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerja, bagian yang menarik darah dari tubuh, bagian darah kembali, dan apakah dapat memberikan pertukaran oksigen dan karbondioksida.[5,12]

Alat-alat yang diperlukan pada MCS antara lain aortic counterpulsation pumps, transvalvular percutaneous LV assist devices (pLVADs), dekompresi atrium kiri perkutan, dan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Terlepas dari efek pada tekanan darah dan curah jantung, perbedaan bentuk MCS menghasilkan efek yang berbeda pada jantung dan paru.[5,12]

Penggunaan MCS dapat memperbaiki CO, PCWP, yang memperbaiki left ventricle end-diastolic pressure (LVEDP) dan kebutuhan oksigen miokardium (MVO2).[5,12]

Terapi Suportif

Terapi suportif pada syok kardiogenik meliputi tirah baring, suplementasi oksigen dengan target saturasi >90%, terapi cairan bila diperlukan untuk mempertahankan euvolemia, dan support end-organ. Continuous renal replacement therapy (CRRT) merupakan salah satu bentuk terapi untuk men-support end organ yang diindikasikan pada gagal ginjal akut yang disebabkan karena gagal jantung, overload cairan, hiperkatabolisme, dan gagal hati baik akut maupun kronik.[19,50]

Intervensi CRRT dapat dilakukan untuk pasien yang secara hemodinamik tidak stabil. Pada syok kardiogenik, dapat terjadi gagal ginjal akut, dimana pasien membutuhkan dialisis. Akan tetapi, karena secara hemodinamik tidak stabil, maka pasien harus distabilisasi dulu baru dilakukan dialisis. Adanya CRRT membantu terapi gagal ginjal akut dengan pasien yang tidak stabil.[50]

Selain mengeluarkan hasil metabolik, CRRT juga dapat “mencuci” darah dari sitokin proinflamasi. Maka dari itu, CRRT juga dapat digunakan pada pasien yang sepsis dengan multiorgan failure.[50]

Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)

Continuous renal replacement therapy (CRRT) dapat dipertimbangkan pada gagal ginjal akut derajat 2 (peningkatan serum kreatinin ≥2x dari batas dasar pasien dan urine output <0,5 ml/kg/jam selama ≥12 jam atau saat terdapat kondisi ketidakseimbangan asam basa, elektrolit, atau cairan yang mengancam nyawa.[19]

 

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Yenna Tasia

Referensi

3. Thiele H, Ohman EM, de Waha-Thiele S, Zeymer U, Desch S. Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction: an update 2019. Eur. Heart J. 2019;40:2671–83.
4. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M, et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure: Developed by the Task Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure of the European Society of Cardiology (ESC) With the special contribution of the Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur. Heart J. 2021;42:3599–726.
5. Rodriguez MML, Guerrero CJV, Garzon JCA, Marin DFHPAO, Avila AFS, Padilla JDV. Cardiogenic shock. Interv. Cardiol. 2019;11:123.
12. Lang CN, Kaier K, Zotzmann V, Stachon P, Pottgiesser T, von zur Muehlen C, et al. Cardiogenic shock: incidence, survival and mechanical circulatory support usage 2007–2017-insights from a national registry. Clin. Res. Cardiol. 2021;110:1421–30.
19. van Diepen S, Katz JN, Albert NM, Henry TD, Jacobs AK, Kapur NK, et al. Contemporary Management of Cardiogenic Shock: A Scientific Statement From the American Heart Association. Circulation 2017;136:e232–68.
22. Warren A, Rosner C, Gattani R, Truesdell A, Proudfoot A. Cardiogenic Shock: Protocols, Teams, Centers, and Networks. US Cardiol. Rev. 2021;15.
39. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ketiga, tahun 2020.
40. Xanthopoulos A,Starling RC, Kitai T, Triposkiadis F. Heart Failure and Liver Disease: Cardiohepatic Interactions. JACC: Heart Failure. Vol 7, Issue 2, February 2019, p. 87-97.
41. Soares ROS, Losada DM, Jordani MC, Évora P, Castro-E-Silva O. Ischemia/Reperfusion Injury Revisited: An Overview of the Latest Pharmacological Strategies. Int J Mol Sci. 2019;20(20):5034. Published 2019 Oct 11. doi:10.3390/ijms20205034
42. Naito H, Nojima T, Fujisaki N, et al. Therapeutic strategies for ischemia reperfusion injury in emergency medicine. Acute Med Surg. 2020;7(1):e501. Published 2020 Apr 13. doi:10.1002/ams2.501
43. Jordan M, Caesar J. Improving door-to-needle times for patients presenting with ST-elevation myocardial infarction at a rural district general hospital. BMJ Qual Improv Rep. 2016;5(1):u209049.w6736. Published 2016 Dec 19. doi:10.1136/bmjquality.u209049.w6736
44. Reyentovich A. Prognosis and treatment of cardiogenic shock complicating acute myocardial infarction. Wolters Kluwer, Uptodate. 2020.
45. Schumann J, Henrich EC, Strobl H, et al. Inotropic agents and vasodilator strategies for the treatment of cardiogenic shock or low cardiac output syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2018;1(1):CD009669. Published 2018 Jan 29. doi:10.1002/14651858.CD009669.pub3
46. Avva U, Lata JM, Kiel J. Airway Management. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470403/
47. Farmakis D, Agostoni P, Baholli L, Bautin A, Comin-Colet J, et al. A pragmatic approach to the use of inotropes for the management of acute and advanced heart failure: An expert panel consensus. International Journal of Cardiology 297 (2019) 83–90.
48. Shankar A, Gurumurthy G, Sridharan L, et al. A Clinical Update on Vasoactive Medication in the Management of Cardiogenic Shock. Clin Med Insights Cardiol. 2022;16:11795468221075064. Published 2022 Feb 7. doi:10.1177/11795468221075064
49. Khan TM, Siddiqui AH. Intra-Aortic Balloon Pump. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542233/
50. Tandukar S, Palevsky PM. Continuous Renal Replacement Therapy: Who, When, Why, and How. Chest. 2019;155(3):626-638. doi:10.1016/j.chest.2018.09.004

Diagnosis Syok Kardiogenik
Prognosis Syok Kardiogenik

Artikel Terkait

  • Milrinone VS Dobutamin dalam Tata Laksana Syok Kardiogenik – Telaah Jurnal Alomedika
    Milrinone VS Dobutamin dalam Tata Laksana Syok Kardiogenik – Telaah Jurnal Alomedika
  • Red Flag Pingsan
    Red Flag Pingsan
  • Evaluasi Hemodinamik dengan Kardiometri Elektrik untuk Penanganan Syok yang Lebih Baik
    Evaluasi Hemodinamik dengan Kardiometri Elektrik untuk Penanganan Syok yang Lebih Baik
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 11 Juni 2021, 11:35
Pasien dengan syok kardiogenik tatalaksana apa yang dapat diberikan
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter izin kemarin saya mendapatkan pasien syok dok nadi tidak teraba , sesak 40, kaki bengkak di kedua tungkai , nyeri dada tengah lebih 10 menit....
Anonymous
Dibalas 16 Maret 2021, 08:33
Penggunaan beta blocker pada UAP dengan multiple VES
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada, sempat ada pingsan 2x, didahului dengan mual muntahDari pemeriksaan vital sign :TD : 80/54mmhgHR : 58-70x/menit,...
dr.mitras citradam labiro
Dibalas 23 September 2019, 22:26
Apakah loading cairan dapat dilakukan pada pasien CHF dengan komplikasi syok?
Oleh: dr.mitras citradam labiro
9 Balasan
Permisi aloMedika! Pasien laki2 usia 65 th dgn Keluhan Sesak, Batuk, lemah seluruh tubuh.Tekanan darah: 80/60, Nadi 112x/m, pernapasan: 30x/m, S:...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.