Milrinone VS Dobutamin dalam Tata Laksana Syok Kardiogenik – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Mhd. Aripandi Wira, SpAn

Milrinone as Compared with Dobutamine in the Treatment of Cardiogenic Shock

Mathew R, Di Santo P, Jung RG, Marbach JA, Hutson J, Simard T, Ramirez FD, Harnett DT, Merdad A, Almufleh A, Weng W, Abdel-Razek O, Fernando SM, Kyeremanteng K, Bernick J, Wells GA, Chan V, Froeschl M, Labinaz M, Le May MR, Russo JJ, Hibbert B. Milrinone as Compared with Dobutamine in the Treatment of Cardiogenic Shock. N Engl J Med. 2021 Aug 5;385(6):516-525. doi: 10.1056/NEJMoa2026845. PMID: 34347952.

Abstrak

Latar Belakang: Syok kardiogenik berkaitan dengan kejadian morbiditas dan mortalitas yang substansial. Meskipun inotropik suportif merupakan terapi medis andalan untuk syok kardiogenik, masih sedikit bukti yang tersedia untuk memandu pemilihan agen inotropik dalam praktik klinis.

Metode: Kami secara acak memilih pasien dengan syok kardiogenik untuk mendapatkan milrinone atau dobutamin dengan penyamaran ganda. Luaran primer adalah gabungan dari kematian di rumah sakit penyebab apapun, henti jantung yang diresusitasi, kebutuhan transplantasi jantung atau sokongan sirkulasi mekanik, infark miokard nonfatal, transient ischemic attack (TIA) atau stroke yang didiagnosis oleh spesialis saraf, atau inisiasi terapi penggantian ginjal. Luaran sekunder mencakup komponen individu dari hasil komposit primer.

Hasil: Sebanyak 192 partisipan (96 di setiap kelompok) diikutkan dalam penelitian. Luaran primer tidak berbeda signifikan antar kelompok perlakuan; kejadian luaran primer didapatkan pada 47 partisipan (49%) kelompok milrinone dan 52 partisipan (54%) kelompok dobutamin (risiko relatif, 0,90; P = 0,47). Juga tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok sehubungan dengan luaran sekunder, termasuk kematian di rumah sakit, henti jantung yang diresusitasi, kebutuhan sokongan sirkulasi mekanis, atau inisiasi terapi penggantian ginjal.

Kesimpulan: Pada pasien dengan syok kardiogenik tidak didapati perbedaan signifikan antara milrinone dan dobutamin terkait luaran komposit primer maupun sekunder.

Milrinone VS Dobutamin dalam Tata Laksana Syok Kardiogenik-min

Ulasan Penelitian

Jurnal ini membandingkan penggunaan obat milrinone dan dobutamin sebagai terapi dalam mengatasi syok kardiogenik pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui agen inotropik mana yang lebih baik sebagai terapi medis andalan untuk mengatasi syok kardiogenik karena masih sedikit bukti ilmiah yang dapat memandu pemilihan agen inotropik dalam praktik.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini adalah uji klinis dengan penyamaran ganda yang membandingkan 2 kelompok perlakuan. Sebagian partisipan studi mendapat terapi milrinone, serta sebagian lainnya mendapat dobutamin.

Studi dilakukan pada pasien yang secara berurutan dirawat di Coronary Care Unit (CCU) Ottawa Heart Institute. Secara keseluruhan, ada 319 pasien yang diskrining dan 192 diikutkan dalam penelitian (96 pada masing-masing kelompok perlakuan.

Pasien yang diikutsertakan diklasifikasikan berdasarkan definisi Society for Cardiovascular Angiography and Intervention (SCAI), dan didapatkan bahwa mayoritas pasien dalam studi ini masuk dalam Kelas C.

Untuk dosis, dobutamin dan milrinone diberikan berdasarkan skala standar yang berkisar dari tahap 1 hingga tahap 5. Pada kelompok dobutamin, dosis yang diberikan adalah 2,5, 5,0, 7,5, 10,0, dan >10 ug/kg/menit. Pada kelompok milrinone, dosis yang diberikan adalah 0,125, 0,250, 0,375, 0,500, dan >0,500 ug/kg/menit. Penyesuaian dosis dilakukan dengan penyamaran (blinding) oleh tim yang merawat dan didasarkan pada penilaian klinis. Apabila dalam perjalanannya terapi dianggap tidak aman, maka dokter yang merawat menjadi unblinded dan penanganan dilakukan secara open-label.

Ulasan Hasil Penelitian

Pasien pada kedua kelompok perlakuan memiliki kecocokan yang setara, dengan rerata usia partisipan 69-72 tahun, serta 35-38% partisipan adalah wanita. Sementara itu, 65-69% partisipan mengalami kardiomiopati iskemik.

Luaran primer mencakup komposit kematian dalam perawatan di rumah sakit, henti jantung yang diresusitasi, kebutuhan transplantasi jantung atau sokongan sirkulasi mekanik, infark miokard nonfatal, TIA atau stroke, dan inisiasi terapi pengganti ginjal. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan terkait luaran tersebut, dengan risk ratio 0,90. Luaran sekunder yang mencakup komponen individual dari luaran primer juga tidak berbeda bermakna.

Selain itu, tidak ditemukan perbedaan bermakna durasi penggunaan inotropik, lama perawatan di ICU atau rumah sakit, kebutuhan ventilasi mekanik invasif dan noninvasif, durasi ventilasi, aritmia yang memerlukan intervensi, cedera ginjal akut, denyut jantung, mean arterial pressure, skor vasoaktif-inotropik, kadar laktat serum, kadar kreatinin serum, maupun luaran urine per jam. Dalam segi keamanan (adanya aritmia atrium atau ventrikel, hipotensi berkepanjangan, atau intensifikasi terapi vasopresor), juga tidak ditemukan perbedaan bermakna antar kelompok percobaan.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi tambahan terkait topik yang relevan secara klinis. Penelitian ini membahas mengenai isu yang belum terjawab dalam manajemen syok kardiogenik. Penelitian ini juga membandingkan langsung 2 jenis obat yang berbeda, sehingga dapat terlihat jelas perbedaan manfaat dan keamanan dari kedua intervensi.

Peneliti juga berhasil melakukan randomisasi yang selama ini sulit dilakukan untuk penelitian di bidang kegawatdaruratan medis. Selain itu, selama penelitian terdapat tim independen yang melakukan pemantauan berkala terkait rekrutmen dan keamanan. Wadah obat dan pompa intravena juga disamarkan untuk memastikan blinding.

Limitasi Penelitian

Keterbatasan dari penelitian ini adalah dilakukan pada ICU-only dan pada 1 layanan kesehatan saja (tidak multisenter). Selain itu, penyesuaian dosis didasarkan pada penilaian klinis dokter yang merawat, bukan oleh protokol standar berdasarkan parameter hemodinamik atau biokimia, sehingga ada kemungkinan perbedaan dalam penyesuaian dosis antara kelompok perlakuan.

Keterbatasan lain ada pada luaran primer yang digunakan. Luaran primer pada studi ini merupakan luaran komposit atau gabungan dari beberapa luaran klinis. Meski demikian, beberapa komponen yang ada tidak sesuai jika digabungkan. Salah satunya adalah stroke, yang mana belum ada bukti kuat yang mengindikasikan bahwa milrinone dapat mempengaruhi luaran stroke.

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Terlepas dari keterbatasannya, hasil penelitian ini dapat diterapkan di Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa obat milrinone tidak inferior dibandingkan dengan dobutamin. Pada kasus dimana salah satu obat inotropik tidak tersedia atau tidak dapat digunakan pada pasien, obat lainnya dapat menjadi alternatif pengganti tanpa mengurangi efikasi maupun keamanan.

Referensi