Manifestasi Penyakit Kulit pada Pasien HIV/AIDS

Oleh :
dr. Fresa Nathania Rahardjo, M.Biomed, Sp.KK

Manifestasi kulit pada pasien dengan infeksi HIV dapat disebabkan oleh infeksi oportunistik seperti herpes zoster, serta penyebab noninfeksi seperti sarkoma Kaposi. Diperkirakan bahwa 90% pasien HIV mengalami keluhan kulit selama perjalanan penyakitnya. Penyakit kulit juga dilaporkan memiliki angka kejadian yang lebih tinggi secara signifikan pada pasien HIV positif dibandingkan yang negatif.[1]

Sekilas Mengenai Stadium Klinis Infeksi HIV

Pada infeksi HIV, retrovirus akan menyerang imunitas seluler, yaitu limfosit T, yang menyebabkan imunodefisiensi terkait penurunan kadar sel CD4. Infeksi HIV memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan oleh karenanya WHO mengklasifikasikan derajat infeksi HIV menjadi stadium 1 hingga 4.[2,3]

Manifestasi Penyakit Kulit pada Pasien HIVAIDS-min Openi, 2013.

Stadium Klinis 1

Pada stadium klinis 1, pasien HIV umumnya asimtomatik atau memiliki limfadenopati generalisata persisten. Limfadenopati terjadi pada setidaknya dua lokasi, tidak termasuk inguinal, selama lebih dari 6 bulan. Pada fase ini, hitung CD4 > 500/mcL.[2,3]

Stadium Klinis 2

Pada stadium klinis 2, pasien bisa mengalami gejala ringan berupa penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (<10% dari total berat badan) dan infeksi saluran pernapasan berulang seperti sinusitisbronkitisotitis media, dan faringitis. Pasien juga bisa mengalami berbagai kondisi mukokutan, termasuk herpes zoster, angular cheilitis, ulserasi oral berulang, Pruritic Papular Eruption (PPE), dermatitis seboroik, dan infeksi jamur kuku. Pada fase ini, hitung CD4 berkisar antara 350-500/mcL.[2,3]

Stadium Klinis 3

Pada stadium klinis 3, pasien mengalami penurunan berat badan >10% dari total berat badan, diare berkepanjangan (lebih dari 1 bulan), tuberkulosis paru, dan infeksi bakteri sistemik berat seperti pneumonia, pyelonephritis, empiema, piomiositis, meningitis, dan bakteremia. Kondisi mukokutan, termasuk kandidiasis oral berulang, hairy tonguegingivitis, atau periodontitis, juga dapat terjadi pada tahap ini. Pada fase ini, hitung CD4 umumnya berkisar antara 200-350/mcL.[2,3]

Stadium Klinis 4

Pada stadium klinis 4, pasien HIV sudah mengalami gejala berat. Hal ini termasuk HIV wasting syndromepneumocystis pneumonia (PCP), tuberkulosis ekstrapulmonal, ensefalopati HIV, toksoplasmosis sistem saraf pusat, sarkoma Kaposi, infeksi sitomegalovirus (CMV), mikosis diseminata, leukoensefalopati multifokal progresif, isopsoriasis kronik, dan kardiomiopati atau nefropati terkait HIV.[2,3]

Manifestasi Infeksi Kulit pada HIV Stadium Klinis 2 dan 3

Infeksi kulit pada HIV stadium klinis 2 dan 3 dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, maupun jamur. Infeksi kulit pada pasien dengan HIV umumnya memiliki manifestasi lebih berat dan bersifat nonresponsif terhadap terapi.

Varicella

Varicella atau cacar air disebabkan oleh virus Varicella Zoster. Secara umum, terdapat fase prodromal dengan keluhan demam, kelemahan, dan nyeri kepala, kemudian timbul lesi kulit berupa vesikel.

Perbedaan gambaran klinis varicella pada pasien HIV stadium klinis 2 dan 3 adalah munculnya infeksi dalam bentuk lebih berat dibandingkan individu imunokompeten. Hal ini ditandai dengan lesi kulit yang hampir menyatu (konfluen) dan menyeluruh sebarannya, serta munculnya lesi di membran mukosa tubuh. Komplikasi penyakit kulit ini juga sering timbul pada pasien dengan HIV, yaitu berupa lesi kulit hemoragik, hepatitis, pneumonia, ensefalitis, hingga kematian.[2]

Herpes Zoster

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella Zoster. Penyakit kulit ini ditandai dengan munculnya bintil-bintil berair yang nyeri dan bergerombol sesuai dermatoma. Komplikasi penyakit ini terdiri dari ulserasi kulit, neuralgia pasca herpes, herpes keratitis, dan herpes generalisata. Menurut kriteria WHO, herpes zoster merupakan tanda stadium klinis 2 infeksi HIV, terutama jika muncul <24 bulan pasca varicella.[4]

Infeksi Bakteri

Beberapa contoh infeksi bakteri kulit yang dapat dialami pasien HIV adalah impetigofolikulitis hingga furunkulosis dan abses, selulitis, serta paronikia. [2,5,6]

Pada pasien HIV, karakteristik infeksi bakteri pada kulit tidak seperti pada pasien normal. Manifestasi umumnya akan lebih berat dan dapat menimbulkan lesi di seluruh tubuh. Infeksi pada pasien dengan imunokompromais juga lebih sering berhubungan dengan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Sebuah studi menunjukkan bahwa impetigo dan furunkulosis berulang ditemukan pada 26,11% pasien HIV anak.[7]

Skabies

Skabies atau kudis (scabies) ditandai dengan adanya papul gatal di area lipatan tubuh, seperti pergelangan, sela jari, dan selangkangan. Pada pasien HIV, skabies biasanya bermanifestasi sebagai papul pruritus berkrusta.[8]

Dermatofitosis

Pada pasien HIV, lesi kulit akibat dermatofita umumnya lebih luas dan refrakter terhadap terapi.[9]

Kandidiasis

Kandidiasis pada HIV umumnya bersifat berulang dan memiliki lesi yang luas. Kandidiasis oral sering ditemukan pada anak dengan HIV, dimana lesi ditandai dengan mengeringnya sudut bibir (angular cheilitis) dan terdapat makula eritematosa yang memiliki lesi satelit.  Kandidiasis juga dapat muncul sebagai ruam popok, namun dengan lesi satelit yang luas.

Munculnya kandidiasis pada pasien HIV dianggap sebagai penanda stadium klinis 2 yang lanjut. Hal ini karena Candida sp merupakan flora normal kulit yang tidak akan tumbuh subur apabila tidak terjadi imunosupresi. Sebuah studi di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya melaporkan bahwa 81,1% sampel pasien dengan HIV stadium klinis 2 mengalami kandidiasis oral.[10]

Manifestasi Infeksi Kulit pada HIV Stadium Klinis 4

Pada stadium klinis 4, infeksi kulit akan memiliki manifestasi lebih berat. Karena nilai CD4 pada stadium klinis 4 umumnya telah kurang dari 200/mcL, maka flora normal manusia dapat dengan mudah berubah menjadi patogen.

Infeksi Mikobakterial Luas

Pada HIV stadium klinis 4, pasien berisiko lebih tinggi untuk mengalami tuberkulosis ekstrapulmonal. Hubungannya dengan manifestasi kulit adalah terjadinya luka dengan nekrosis pengejuan yang sering disebut skrofuloderma. Pada pasien HIV stadium klinis 4, bakteri penyebab bisa saja Mycobacterium tuberculosis, M. avium complex, M. kansasii, M.chelonae, M. abscessus, ataupun M. genavense.[2]

Infeksi Jamur Luas

Pada HIV stadium klinis 4, manifestasi infeksi jamur di kulit dapat disertai fokus jamur di sistem tubuh lain, seperti cryptococcosis dan histoplasmosis. Pasien bisa mengalami infeksi jamur diseminata, termasuk coccidioidomycosis.[11]

Infeksi Virus Herpes Simpleks (HSV) Kronis

Infeksi HSV kronis dapat bermanifestasi sebagai papul bergerombol hingga ulkus. Pada pasien HIV stadium klinis 4, infeksi HSV menetap lebih dari 1 bulan dengan gejala yang berat di regio oral, anal, maupun genital.[4,6]

Moluskum Kontagiosum

Moluskum kontagiosum ditandai oleh adanya papul sewarna kulit dengan delle. Bila papul tersebut pecah, maka akan keluar cairan berwarna seperti madu yang sering meninggalkan krusta berwarna sama.

Pada pasien HIV, moluskum kontagiosum umumnya bersifat kronik dan tidak responsif dengan pengobatan. Lesi yang luas dan refrakter, utamanya ditemukan di wajah. Pada stadium klinis 4, giant atau tipe verukosa dari moluskum kontagiosum dapat muncul.[12]

Manifestasi Kulit Noninfeksi pada Infeksi HIV

Penggunaan antiretroviral pada pasien HIV dapat menimbulkan efek samping dermatologi, utamanya yang berkaitan dengan erupsi obat. Selain itu, pasien dengan HIV mengalami peningkatan risiko perubahan neoplastik pada kulit akibat vaskulopati terkait infeksi virus HIV.[2]

Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi merupakan neoplasma kulit pada pasien HIV yang berhubungan dengan infeksi human herpes virus 8. Kelainan kulit ini ditandai oleh lesi kulit berwarna merah, ungu, atau coklat, dengan manifestasi lesi bervariasi mulai dari makula, papul, nodul, hingga tumor.[13]

Pruritic Papular Eruption (PPE)

Penyebab terjadinya Pruritic Papular Eruption (PPE) pada pasien HIV masih belum diketahui pasti. Sesuai namanya, lesi kulit pada PPE bersifat papular dan gatal, serta dapat disertai peningkatan eosinofil dan IgE dalam darah.[14,15]

Erupsi Obat

Obat yang dikonsumsi oleh pasien HIV dapat menyebabkan erupsi obat yang umumnya ditandai dengan erupsi eritematosa makular atau morbiliformis. Perlu diketahui bahwa infeksi HIV telah dikaitkan dengan peningkatan risiko sindroma Stevens Johnson dan toxic epidermal necrolysis. Hal ini diduga disebabkan oleh peningkatan paparan terhadap obat-obatan maupun adanya kondisi imunokompromais.[11]

Kesimpulan

Manifestasi kulit sangat sering ditemukan pada pasien dengan HIV, dapat disebabkan oleh infeksi maupun lesi noninfeksi. Pada pasien HIV, infeksi kulit dapat timbul akibat infeksi oportunistik, memiliki manifestasi dan risiko komplikasi lebih berat, dan lebih sulit ditangani.

Contoh infeksi kulit yang dapat terjadi pada pasien HIV antara lain varicella, herpes zoster kronik, kandidiasis, skrofuloderma, dan moluskum kontagiosum. Seiring dengan memberatnya stadium klinis pasien, manifestasi kulit juga akan semakin berat dan dapat melibatkan organ selain kulit.

Selain dari infeksi, manifestasi kulit pada pasien HIV dapat disebabkan oleh neoplasma, yaitu sarkoma Kaposi, serta Pruritic Papular Eruption (PPE) dan erupsi obat.

Referensi