Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Furunkulosis general_alomedika 2022-11-03T15:31:42+07:00 2022-11-03T15:31:42+07:00
Furunkulosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Pendahuluan Furunkulosis

Oleh :
dr. Agnes Tjakrapawira
Share To Social Media:

Furunkulosis adalah infeksi dalam folikel rambut yang menyebabkan terbentuknya abses dengan akumulasi pus dan jaringan nekrotik. Umumnya, furunkulosis disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus atau S.aureus. Kasus furunkulosis dapat timbul secara berulang atau rekuren, dan dapat menyebar ke anggota keluarga pasien.[1–3]

Furunkulosis rekuren didefinisikan sebagai serangan furunkulosis sebanyak 3 kali atau lebih dalam 12 bulan. Kolonisasi S.aureus pada nares anterior diduga berperan penting dalam rekurensi furunkulosis. Selain di nares anterior, kolonisasi juga dapat terjadi di area lipatan kulit yang lembab seperti area belakang telinga dan inguinal.[1,3]

furunkulosiscomp

Diagnosis furunkulosis dapat ditegakkan secara klinis. Furunkulosis bermanifestasi sebagai inflamasi kulit berupa nodul multipel yang disertai eritema, bengkak, dan nyeri pada area kulit berambut. Gejala sistemik, seperti demam dan fatigue, kadang dapat menyertai. Kultur apusan dari area yang terkena dan juga area karier, seperti hidung dan perineum, dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi agen penyebab infeksi.[1]

Penatalaksanaan furunkulosis ringan dapat dengan melakukan kompres hangat menggunakan cairan salin normal. Selain itu, dapat dioleskan salep antibiotik, misalnya mupirocin 2%. Bila sesuai indikasi, antibiotik sistemik juga dapat diberikan, misalnya dicloxacillin atau cephalexin. Insisi dan drainase dapat dilakukan pada furunkulosis yang berukuran besar.[4,5]

Prognosis furunkulosis umumnya baik, terutama pada pasien muda yang imunokompeten. Namun, terdapat risiko terjadi rekurensi. Faktor risiko terjadinya rekurensi, antara lain kurang menjaga kebersihan diri, hiperhidrosis, diabetes melitus, dan pada pasien immunocompromised, misalnya yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).[5,6]

Edukasi pada pasien diberikan untuk mencegah rekurensi furunkulosis, terutama cara untuk mengurangi kolonisasi S. aureus. Pasien dan keluarga sebaiknya mandi menggunakan sabun dan sampo yang mengandung chlorhexidine 2%. Salep mupirocin juga dapat dioleskan di nares anterior untuk menurunkan karier S. aureus. Bila perlu, dapat digunakan terapi rifampisin yang dikombinasikan dengan clindamycin selama 10 hari.[4,5]

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

1. Ibler K, Kromann C. Recurrent furunculosis – Challenges and management: a review. Clinical, Comestic and Investigational Dermatology. 2014; 7: 59-64. Doi: 10.2147/CCID.S35302.
2. Atanaskova N, Tomecki K. Innovative Management of recurrent Furunculosis. 2010. Dermatol Clin 28 (2010) 479–487 doi:10.1016/j.det.2010.03.013
3. Bijen E, Paget J, Heijer C, Stobberingh E, Bruggeman C, Schellevis F. Evidence-based primary care treatment guidelines for skin infections in Europe A comparative analysis. The European Journal of General Practice, 2014, 294-300, DOI: 10.3109/13814788.2013.872621.
4. Children’s Health Queensland Hospital and Health Service. Recurrent Boils (furunculosis): Guidelines for management and Staphylococcal decolonisation (MRSA and MSSA). 2019. https://www.childrens.health.qld.gov.au/wp-content/uploads/PDF/ams/gdl-01063.pdf
5. Universitas Airlangga. Buku Seri Dermatologi dan Venereologi 1: Infeksi Bakteri di Kulit. Airlangga University Press. 2019. https://repository.unair.ac.id/95086/1/Infeksi%20Bakteri%20Kulit.pdf
6. Ramakrishnan K, Salinas RC, Agudelo Higuita NI. Skin and Soft Tissue Infections. Am Fam Physician. 2015 Sep 15;92(6):474-83. PMID: 26371732.

Patofisiologi Furunkulosis
Diskusi Terbaru
dr. Irene Cindy Sunur
Kemarin, 15:15
Methadone untuk Penatalaksanaan Nyeri pada Anak dengan Kanker Stadium Lanjut - Artikel CME SKP Alomedika
Oleh: dr. Irene Cindy Sunur
1 Balasan
ALO Dokter!Methadone sering diberikan kepada pasien anak yang mengalami nyeri terkait kanker stadium lanjut, misalnya nyeri akibat progresivitas kanker...
Anonymous
Kemarin, 09:38
Acyclovir sebagai terapi cacar air pada anak
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo TS. Ijin berdiskusi. Apakah acyclovir perlu ditambahkan sebagai terapi farmakologi pada anak yang mengalami cacar air dengan gejala klinis ringan?...
Anonymous
1 hari yang lalu
Pasien 27 tahun dengan GERD mengeluh nyeri ulu hati
Oleh: Anonymous
6 Balasan
Alo dokter. Saya mempunyai pasien usia 27 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati (+) dada terasa penuh ( +) sering berdehem2 Krn merasa dahak susah kluar ,...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.