Teknik Operasi Katarak
Teknik operasi katarak berkembang sangat pesat dalam 2 dekade terakhir. Teknik yang sudah ada terus dimodifikasi serta disesuaikan dengan ketersediaan instrumentasi dan keahlian operator. Teknik operasi katarak secara garis besar dibagi menjadi ekstraksi katarak intrakapsular dan ekstrakapsular. Teknik ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) mengeluarkan lensa secara utuh dengan keseluruhan kapsul lensa (anterior dan posterior).
Teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK) dilakukan dengan membuang kapsul anterior, mengeluarkan nukleus lensa dan menyisakan bagian kapsul posterior untuk implantasi lensa intraokular (LIO). Teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular dikembangkan dengan mengeluarkan lensa secara utuh melalui insisi yang lebih kecil (manual small incision cataract surgery). Kemudian teknik tersebut dikembangkan lagi menjadi teknik fakoemulsifikasi untuk memecahkan lensa secara mekanik menjadi beberapa fragmen untuk kemudian dilakukan aspirasi menggunakan alat khusus.[13]
Persiapan Pasien
Evaluasi dan persiapan pasien preoperatif katarak meliputi hal-hal berikut:
Anamnesis
Beberapa poin penting yang perlu ditanyakan pada anamnesis preoperatif katarak adalah riwayat penggunaan obat antikoagulan dan imunosupresan yang mungkin menimbulkan gangguan saat operasi atau memengaruhi penyembuhan luka operasi. Pada operasi dengan clear cornea incision yang risiko perdarahannya minimal, penggunaan obat antikoagulan tidak perlu dihentikan. Penggunaan obat antagonis α-1 adrenergik sistemik, seperti tamsulosin, berhubungan dengan intraoperative floppy iris syndrome (IFIS) dan memengaruhi ukuran pupil yang dapat mengganggu proses operasi.[3]
Pada anamnesis, dokter perlu menanyakan riwayat alergi pasien, termasuk regimen anestesi dan larutan antiseptik. Operasi katarak umumnya menggunakan anestesi topikal dan membutuhkan kerja sama pasien untuk mengikuti instruksi dokter selama operasi. Beberapa faktor yang dapat mengganggu jalannya operasi, misalnya pasien dengan gangguan pendengaran (tuli), keterbatasan kemampuan bahasa, dementia, tremor di daerah kepala, sindrom restless leg. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan bagi dokter untuk memilih suatu teknik operasi dan anestesi.[3]
Riwayat operasi katarak sebelumnya juga perlu diketahui. Komplikasi intraoperatif, pascaoperatif, dan hasil operasi katarak pada mata satunya perlu diketahui dokter untuk menentukan tindakan yang sesuai untuk operasi pada mata kedua.[3]
Berikan informed consent kepada pasien mengenai tujuan operasi katarak, yakni mengeluarkan lensa yang keruh dan akan digantikan dengan implantasi lensa intraokular (LIO) yang akan membantu fungsi penglihatan pasien. Setelah operasi katarak, kebanyakan pasien masih memerlukan kacamata untuk membaca dekat. Jelaskan pada pasien bahwa operasi katarak juga memiliki risiko dan komplikasi yang dapat terjadi intraoperatif maupun pascaoperatif.[17]
Pemeriksaan Preoperatif
Pemeriksaan preoperatif operasi katarak meliputi pemeriksaan visus untuk menilai tajam penglihatan jauh dan dekat, corrected distance visual acuity (CDVA), corrected near visual acuity (bila menggunakan LIO multifokal), tekanan intraokular, pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata, dan biometri.[3,11]
Pemeriksaan eksternal mata meliputi posisi bola mata, gerakan bola mata, pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan mata menggunakan slit-lamp meliputi:
- Konjungtiva: vaskularisasi, sikatriks, simblefaron, tanda infeksi
- Kornea: distrofi kornea, keratitis, sikatriks, bekas operasi refraktif kornea
- Kamera okuli anterior (KOA): kedalaman KOA, iridodonesis, eksfoliasi, koloboma iris
- Lensa kristalin: densitas kekeruhan lensa, tipe katarak, sindrom pseudoeksfoliasi, posisi lensa, gangguan zonula[3]
Pemeriksaan funduscopy diperlukan untuk mengevaluasi kelainan preoperatif yang dapat memengaruhi hasil operasi. Evaluasi meliputi bagian vitreus, makula, nervus optikus, retina perifer, dan pembuluh darah retina. Pemeriksaan-pemeriksaan mata tersebut dilakukan untuk mendeteksi penyakit komorbid, seperti glaukoma, kelainan retina, dan kelainan nervus optikus yang dapat memengaruhi hasil akhir tajam penglihatan setelah operasi.
Apabila katarak sudah terlalu matur, pemeriksaan ultrasonografi B-scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi bagian fundus dan mendeteksi kelainan seperti kekeruhan vitreus, ablatio retina, atau tumor pole posterior.[3,18]
Pengukuran biometri juga diperlukan untuk menentukan panjang aksial bola mata yang akan memengaruhi perhitungan kekuatan LIO. Parameter lain yang diukur pada biometri adalah kurvatura kornea, kedalaman KOA, dan diameter kornea. Pemeriksaan topografi kornea diperlukan apabila ada astigmatisme yang besar, keratokonus, pasien dengan riwayat operasi refraktif kornea, rencana penggunaan LIO torik atau presbiopi, atau apabila ada rencana melakukan insisi kornea sekaligus untuk mengoreksi astigmatisme.[3]
Lensa Intraokular
Lensa intraokular (LIO) yang digunakan bervariasi secara bentuk, bahan, dan ukurannya. LIO dapat terbuat dari bahan akrilik hidrofobik, akrilik hidrofilik, atau silikon. Sebagian besar LIO bersifat foldable atau injectable. LIO yang digunakan dapat bersifat monofokal, multifokal, akomodatif, atau lensa torik yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.[11,19,20]
Kekuatan refraksi (power) LIO ditentukan berdasarkan kekuatan refraksi kornea, perkiraan kedalaman KOA pascaoperatif, dan panjang aksial bola mata. Kekuatan refraksi kornea diukur menggunakan keratometri atau dengan optical coherence biometry. Berbagai rumus dapat digunakan untuk menghitung kekuatan LIO seperti rumus Holladay, Hoffer Q, SRK-T, Haigis, atau Olsen. Pasien dengan riwayat bedah refraktif kornea memerlukan perhitungan LIO secara khusus untuk mendapat tajam penglihatan yang baik setalah operasi katarak.[5,18,20]
Pemilihan Teknik Anestesi
Pemilihan teknik anestesi topikal paling sering ditemukan untuk pasien dewasa yang kooperatif. Pemberian tetes mata yang mengandung tetracaine atau lidocaine menjadi pilihan dalam operasi katarak. Selain anestesi topikal, dapat diberikan tambahan anestesi intrakamera berupa lidocaine 1% (tanpa bahan preservatif). Anestesi subkonjungtiva diperlukan untuk insisi yang dilakukan di daerah konjungtiva, misalnya pada teknik EKIK, EKEK, dan MSICS untuk kontrol nyeri yang baik.[21]
Alternatif anestesi topikal pada pasien yang kooperatif adalah anestesi berupa blok peribulbar, anestesi sub-tenon atau blok retrobulbar. Anestesi tersebut dilakukan apabila diperlukan relaksasi total otot ekstraokular dan memberikan rasa nyeri yang minimal.[5]
Anestesi umum direkomendasikan untuk operasi katarak pasien anak-anak, pasien yang tidak kooperatif, pasien yang mengalami batuk kronis, operasi katarak dengan trauma mata, nistagmus yang signifikan, tremor, serta riwayat alergi terhadap agen anestesi topikal dan injeksi.[5,11]
Midriasis Pupil
Midriasis pupil yang maksimal dibutuhkan selama operasi katarak untuk memudahkan mobilisasi dan pengeluaran lensa ke KOA. Midriasis pupil dilakukan dengan pemberian tetes mata tropicamide 0,8% dan phenylephrine 5% (biasanya tidak diberikan bila tekanan darah tinggi atau aritmia). Tetes mata untuk midriasis pupil dapat diberikan sekitar 1 jam sebelum operasi. Pemberian dapat diulang dengan jarak 15 menit bila pupil belum midriasis.[3,15]
Antiseptik Daerah Kulit Periokular dan Konjungtiva
Antiseptik daerah kulit periokular menggunakan larutan povidone iodine 5% yang disemprotkan dari arah nasal ke temporal. Pertahankan povidone iodine selama 30-60 detik kemudian bilas dengan balanced salt solution (BSS) atau salin normal semaksimal mungkin, sehingga tidak ada sisa larutan antiseptik. Setelah itu, pasang eye drape disposable, lalu pasang spekulum mata. Drape dan spekulum harus membuka bulu mata ke arah luar sehingga tidak menyentuh permukaan mata. Spekulum mata harus membuka mata hingga tampak sklera minimal 1-2 mm superior dari limbus. Tindakan menggunting bulu mata preoperatif sudah tidak lagi dilakukan karena tidak memberikan manfaat dalam mencegah endoftalmitis.[13,22,23]
Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis diberikan sebagai usaha untuk mengurangi jumlah patogen pada mata dalam mencegah terjadinya endoftalmitis. Antibiotik profilaksis dapat diberikan preoperatif dan intraoperatif katarak. Antibiotik yang diberikan umumnya berupa antibiotik topikal. Tidak ada ketentuan jenis antibiotik yang harus diberikan, namun yang paling banyak digunakan adalah golongan fluorokuinolon generasi empat, seperti moxifloxacin atau gatifloxacin. Jenis antibiotik topikal lain yang dapat diberikan adalah fluorokuinolon generasi awal, trimethoprim-polymyxin B, tobramycin, dan gentamycin. Antibiotik sistemik profilaksis umumnya tidak diperlukan.
Saat operasi katarak setelah, antibiotik topikal diberikan pada mata sebelum menutup mata dengan kasa dan dop. Pemberian injeksi antibiotik intrakameral secara intraoperatif terbukti efektif mencegah endoftalmitis, sehingga mulai banyak dilakukan sekarang ini. Antiobiotik yang biasa dipakai untuk injeksi intrakameral adalah cefuroxime, moxifloxacin, atau vancomycin [3,23,24]
Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk operasi katarak tidak mutlak harus sama. Peralatan yang disediakan di dalam set instrumen operasi katarak dapat disesuaikan dengan teknik operasi yang dilakukan dan preferensi operator.
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Peralatan ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) umumnya terdiri dari:
- Mikroskop operasi
- Gunting Westcotts (konjungtiva)
- Forceps Landolts (superior rektus)
- Forceps fiksasi
- Forceps Moorfields bergigi dan tidak bergigi
- Forceps capsulorrhexis
- Forceps mosquito lurus dan bengkok
- Forceps suture tying
- Forcep nukleus
- Pisau razor fragmen atau blade slit knife
- Keratom
- Pisau crescent (bevel up)
- Pisau 15 derajat
-
Razor fragments atau blade slit knife
- Cystostome irigasi
- Kanul irigasi vectis
- Kanul viskoelastis
- Kanula Simcoe irigasi/aspirasi (I/A)
- Hook Sinskey lurus atau bengkok
- Needle holder
- Lens expressor
- Lens loop atau wire vectis[25]
Manual Small Incision Cataract Surgery (MSICS)
Peralatan yang dibutuhkan untuk manual small incision cataract surgery (MSCIS) tidak selalu sama, bisa dilakukan modifikasi. Peralatan standar yang digunakan dalam MSCIS, antara lain:
- Spekulum
- Gunting Westcott
- Kauter diatermi bipolar
- Kaliper Castroviejo
- Pisau crescent angled 2,5 mm (bevel up)
- Keratom 2,7-3,5 mm (bevel up)
- Keratom 3,2 mm (bevel up) dengan sudut 45 derajat
- Pisau MVR 19G
- Pisau stab 15 derajat
- Forceps colibri atau Pierce Hoskin
- Bent cystostome needle
- Forceps capsulorrhexis
- Jarum 27 gauge
- Syringe 3 ml untuk cairan irigasi
- Gunting long shafted
- Vectis, lens loop atau wire
- Hook Sinskey
- Lens expressor
- Iris spatula
- Kanula-kanula seperti pada EKEK[25,26]
Fakoemulsifikasi
Peralatan tambahan (selain peralatan standar MSICS) yang diperlukan untuk fakoemulsifikasi terdiri atas:
- Pisau MVR 19G
- Keratome (bevel up) 2,7-3,5 mm
- Mesin fakoemulsifikasi yang secara garis besar terdiri dari bagian handpiece, pedal kaki, sistem irigasi, dan pompa penyedotan (vacuum pump)
- Phaco handpiece, tip dan aksesoris lain
- Irigasi/aspirasi tip
- Irigasi bimanual tip
- Phaco chopper
- Spatula
- Forceps untuk melipat dan memasukkan LIO ke injector LIO[3,25]
Posisi Pasien
Posisi pasien saat operasi katarak adalah terlentang. Pada teknik fakoemulsifikasi, operator biasanya berada di sisi temporal pasien. Posisi ini membuat operator tidak terhalang dengan batas atas orbita. Posisi superotemporal juga digunakan oleh operator untuk menghindari halangan hidung. Posisi di superior kepala pasien banyak digunakan oleh operator senior dan dokter spesialis mata bagian retina karena teknik lama EKEK dan operasi retina menggunakan pendekatan dari superior.[13]
Prosedural
Prosedural operasi katarak yang banyak dilakukan masa kini adalah teknik manual small incision cataract surgery (MSICS) dan fakoemulsifikasi. Teknik EKIK dan EKEK perlahan-lahan sudah mulai ditinggalkan. Teknik femtosecond laser cataract surgery mulai berkembang untuk mendapatkan insisi yang lebih presisi.[27]
Prinsip prosedural EKIK adalah mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa dengan cara memutus zonula lalu mengeluarkannya melalui insisi sklera yang lebar. Lensa tidak dikeluarkan dari kapsul.[27]
Prosedural EKEK terdiri dari 3 langkah utama, yakni kapsulotomi anterior, ekspresi nukleus untuk mengeluarkan nukleus secara utuh (nucleus delivery), dan pembersihan sisa korteks. Perbedaan mendasar EKEK dengan EKIK adalah pada EKEK lensa kristalin dipisahkan dari bagian kapsul anterior lalu dikeluarkan dengan meninggalkan kapsul posterior tetap di posisinya.[27] Prosedur EKEK adalah sebagai berikut:
- Fiksasi rektur superior dengan jahitan bridle. Umumnya tidak dilakukan bila operasi hanya menggunakan anestesi topikal atau bisa ditambahkan injeksi lidokain infiltrasi di sekitar otot yang akan dibuatkan jahitan
- Membuat flap konjungtiva
- Membuat insisi limbal superior dari arah jam 10-12 menggunakan blade nomor 15
- Kauterisasi bed sklera
- KOA ditembus menggunakan razor blade
- Injeksi pewarna trypan blue ke dalam KOA,tunggu 30 detik agar pewarnaan adekuat. Kemudian irigasi menggunakan BSS (balanced salt solution)
- Injeksi viskoelastis ke dalam KOA
- Melakukan kapsulotomi anterior. Kapsulotomi anterior dapat dilakukan dengan cara continuous curvilinear capsulorrhexis (CCC), envelope opening, atau can opener capsulotomy. Instrumen untuk kapsulotomi dapat menggunakan jarum gauge 26/27 yang dibengkokkan 90o bagian ujungnya ke bawah
- Melakukan hidrodiseksi dengan tekanan cairan infus menggunakan kanula untuk memisahkan nukleus dari epinukleus
- Melebarkan insisi dari arah jam 10–jam 2 (10-12 mm). Insisi lebih lebar diperlukan untuk katarak matur dan operator pemula
- Menggunakan alat ekspresor lensa beri tekanan di arah jam 6 sedikit di luar limbus dan tekanan berlawan (counter pressure) menggunakan wire vectis dari arah jam 12, 2 mm dari insisi sklera. Kedua tekanan tersebut mengarah ke sentral hingga lensa kristalin terpisah dari kapsul posteriornya. Nukleus lensa kemudian dikeluarkan menggunakan wire vectis
- Mengeluarkan sisa korteks lensa dengan irigasi menggunakan larutan infus dengan ketinggian botol 60 cm dari ketinggian mata pasien yang disambungkan dengan kanula irigasi/aspirasi
- Injeksi kembali viskoelastis ke dalam KOA
- Implantasi lensa intraokular, sebelumnya pastikan jenis LIO tepat dan kekuatan lensa sesuai dengan pengukuran preoperatif. Setelah masuk ke dalam sulkus, rotasi LIO dapat menggunakan hook
- Irigasi sisa viskoelastis dari KOA menggunakan kanula irigasi
- Penutupan luka insisi menggunakan benang nylon monofilamen 10-0
- Injeksi antibiotik subkonjungtiva, pemberian tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
- Pemasangan kasa steril dan dop mata[28,29]
Manual Small Incision Cataract Surgery
Manual small incision cataract surgery (MSICS) merupakan prosedur yang paling banyak dilakukan di negara-negara berkembang. Selain biaya prosedur yang relatif murah dan durasi operasi yang lebih singkat, MSICS memiliki angka keberhasilan operasi hingga 90-95%.[26]
Langkah MSICS secara umum adalah sebagai berikut:
- Membuat jahitan bridle pada otot rectus superior bola mata untuk imobilisasi bola mata, tetapi umumnya tidak dilakukan bila operasi hanya menggunakan anestesi topikal atau bisa ditambahkan injeksi lidokain infiltrasi di sekitar otot yang akan dibuatkan jahitan
- Membuat flap konjungtiva (peritomi konjungtiva) di bagian superior mata. Perdarahan dikontrol menggunakan kauter diatermi bipolar
- Insisi sklera partial-thickness curvilinear selebar 3 mm di posterior limbus. Lebar insisi dapat lebih besar hingga 6-7 mm untuk katarak kortikal dan 7-8 mm untuk katarak hipermatur. Bentuk insisi sklera bisa bervariasi yakni insisi membentuk smile, garis lurus, frown, chevron, dan inverted batwing. Kedalaman insisi adalah setengah hingga tiga perempat tebal sklera
- Membuat sclerocorneal tunnel menggunakan pisau crescent melalui insisi sklera yang sudah dibuat. Sclerocorneal tunnel ini akan berperan seperti saluran serta katup yang membantu pengeluaran nukleus lensa nantinya. Panjang sclerocorneal tunnel ideal adalah 3-3,5 mm dengan lebar di sisi anterior (kornea) 7-8 mm dan lebar di sisi posterior (sklera) 6-7 mm. Tunnel dibuar lebih lebar daripada insisi sklera untuk memungkinkan pengeluaran nukleus lensa secara utuh. Jka sclerocorneal tunnel dibuat dengan baik, penjahitan karena luka tidak diperlukan lagi karena luka akan menutup dengan sendirinya saat tekanan intraokular meningkat
- Membuat parasentesis port di arah jam 9 menggunakan blade 15 derajat lancet tip. Side port nantinya menjadi celah masuk untuk injeksi viskoelastis maupun zat pewarna trypan blue
- Injeksi viskoelastis untuk memperdalam KOA
- Melakukan keratotomi melalui sclerocorneal tunnel menembus kornea hingga ke KOA menggunakan mikrokeratom
- Injeksi pewarna trypan blue untuk mewarnai kapsul anterior lensa melalui side port
- Injeksi viskoelastis untuk memperdalam KOA
- Melakukan kapsulotomi dengan teknik continuous curvilinear capsulorhexis menggunakan cystotome atau forcep rhexis
- Hidrodiseksi multiple dilakukan untuk melepaskan nukleus lensa dari korteks lensa. Hidrodiseksi dilakukan hingga ada salah satu ekuator lensa keluar dari kapsul lensa (bag). Bila mengalami kesulitan, gunakan hook Sinskey untuk melepaskan nukleus lensa
- Nukleus lensa kemudian dikeluarkan melalui sclerocorneal tunnel. Instrumen yang dapat digunakan adalah lens loop, irrigating vectis, hook Sinskey, atau fish hook (jarum suntik yang dibengkokkan) tergantung preferensi operator. BSS tetap diinjeksikan ke dalam KOA untuk mempertahankan tekanan dan membantu pengeluaran nukleus (delivery of nucleus)
- Aspirasi sisa korteks lensa menggunakan kanula Simcoe. Irigasi KOA dengan BSS dan injeksi kembali viskoelastis
- Implantasi LIO ke dalam sisa kapsul (bag). Sisa viskoelastis diaspirasi dan diirigasi menggunakan kanula Simcoe
- Injeksi BSS ke tepi luka insisi parasentesis port untuk menutup luka (hidrasi intrastroma). Memeriksa ada tidaknya kebocoran pada luka insisi sclerocorneal tunnel
- Mengembalikan posisi flap konjungtiva dan menutup luka konjungtiva dengan kauter diatermi bipolar
- Memberikan tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
- Pemasangan dop mata[26,29-31]
Fakoemulsifikasi
- Insisi side port selebar 1,2 mm pada perifer kornea (clear corneal incision) arah jam 3-4 dari insisi main port
- Injeksi viskoelastis ke dalam KOA melalui side port
Main port corneal clear incision dilakukan dengan lebar 2,7-3,2 mm tergantung lebar instrumen yang akan digunakan. Insisi dibuat dengan teknik multiplanar agar penyembuhan baik walaupun tanpa jahitan. Insisi sklera tunnel lebih banyak digunakan pada operator yang baru mengerjakan fakoemulsifikasi agar dapat dikonversi ke MSICS apabila ditemukan kesulitan intraoperatif
- Injeksi pewarna trypan blue dan viskoelastis ke dalam KOA
- Melalukan capsulorrhexis untuk membuang kapsul anterior menggunakan jarum 25-26 gauge yang ujungnya dibengkokkan dan forsep kapsul. Teknik yang paling sering digunakan sekarang adalah continuous curvilinear capsulorrhexis (CCC)
- Melakukan hidrodiseksi dan hidrodelineasi nukleus lensa
- Melakukan emulsifikasi, fragmentasi, dan aspirasi massa lensa menggunakan handpiece fakoemulsifikasi menyisakan kapsul posterior yang akan berfungsi sebagai tempat insersi LIO (capsular bag)
- Melakukan irigasi dan aspirasi sisa korteks lensa menggunakan irigasi/aspirasi tip
- Insersi LIO foldable
- Aspirasi sisa korteks
- Irigasi sisa viskoelastis di KOA
- Memastikan tidak ada kebocoran di luka insisi
- Pemberian tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
- Pemasangan dop mata[13,26,32-34]
Operasi Katarak dengan Laser Femtosecond
Operasi katarak dengan laser femtosecond (Femtosecond Laser Asssisted Cataract Surgery/ FLACS) bertujuan untuk mendapatkan insisi kornea, kapsulotomi anterior, dan fragmentasi lensa yang lebih akurat dan presisi. Dalam prosedur operasi katarak dengan laser femtosecond ada prosedur docking untuk aplanasi kornea oleh alat laser sehingga alat dapat mengambil gambar segmen anterior mata dapat mengidentifikasi penanda anatomi mata seperti kapsul anterior, iris, kasul posterior. Prosedur docking ini sulit dilakukan pada pasien dengan tremor, pasien yang tidak kooperatif, kekeruhan kornea, pannus, gangguan permukaan bola mata. Docking juga dapat meningkatkan tekanan intraokular mata yang mungkin berbahaya untuk pasien glaukoma, optik neuropati, atau kelainan endotel kornea. Teknik femtosecond laser dalam operasi katarak masih membutuhkan penelitian medis dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan follow-up lebih lama untuk dapat menentukan apakah teknik ini aman dan efektif untuk pasien katarak.[35]
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Operasi Katarak
Teknik Operasi | Kelebihan/Kekurangan |
EKEK | Kelebihan:
|
Kekurangan:
| |
MSICS | Kelebihan:
|
Kekurangan:
| |
Fakoemulsifikasi | Kelebihan:
|
Kekurangan:
|
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020.[12,18,22,26-28,36,37]
Follow-up
Tidak ada ketentuan yang seragam mengenai berapa kali follow-up yang harus dilakukan setelah operasi katarak. AAO menganjurkan follow-up dalam 24 jam setelah operasi pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien yang mengalami komplikasi pascaoperatif, seperti peningkatan tekanan intraokular, serta pasien yang memiliki satu mata yang berfungsi normal. Follow-up dapat dilakukan dalam 48 jam pertama untuk pasien tanpa risiko tinggi komplikasi setelah operasi katarak insisi kecil.[15,20]
Follow-up setelah operasi katarak dilakukan dalam beberapa kali kunjungan, yakni setelah 24 jam, 1-2 minggu setelah operasi, 3-4 minggu, 6-8 minggu setelah operasi.[15,38]
Follow-up Hari Pertama
Follow-up hari pertama setelah operasi katarak meliputi anamnesis keluhan pasien, pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan tekanan intraokular, dan pemeriksaan segmen anterior mata. Pemeriksaan tajam penglihatan umumnya dilakukan tanpa koreksi, namun boleh ditambahkan dengan uji pinhole. Pemeriksaan segmen anterior mata dengan slit lamp untuk mengamati lokasi LIO, jahitan intak atau tidak, kondisi konjungtiva (perdarahan), kornea (edema kornea), KOA (air bubble, hifema), kapsul lensa. Pemeriksaan funduscopy dapat dipertimbangkan apabila pasien memiliki penyakit retina atau terjadi tajam penglihatan sangat buruk setalah operasi namun tidak disertai kelainan yang bermakna di segmen anterior mata.[38]
Follow-up Setelah 1-2 Minggu
Follow-up setelah 1-2 minggu meliputi pemeriksaan tajam penglihatan tanpa koreksi dan uji pinhole. Pemeriksaan tekanan intraokular dan pemeriksaan dengan slitlamp dilakukan dan membandingkan dengan hasil pemeriksaan di hari pertama follow-up. Pemeriksaan funduscopy dilakukan bila dicurigai adanya kelainan pada retina. Frekuensi pemberian tetes mata antibiotik dan kortikosteroid dikurangi di tiap minggunya. Aktivitas pasien tetap harus dibatasi.[38]
Follow-up Setelah 3-4 Minggu
Follow-up setelah 3-4 minggu sama seperti pada follow-up 1-2 minggu.
Follow-up Setelah 6-8 Minggu
Pemeriksaan yang dilakukan sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Pemeriksaan tajam penglihatan ditambah dengan pemeriksaan refraksi untuk pemberian kacamata koreksi dengan ukuran yang tepat bagi pasien. Koreksi refraksi dibutuhkan apabila ada sisa gangguan refraksi akibat undercorrection atau overcorrection kekuatan LIO, astigmatisme dan kacamata untuk presbiopia. Koreksi refraksi ini sebaiknya dilakukan di atas >4 minggu setelah operasi katarak agar refraksi pasien sudah stabil, walaupun ada beberapa pasien yang mengalami fluktuasi refraksi setelah berminggu-minggu kemudian, sehingga perlu penggantian kekuatan kacamata.
Jahitan kornea dapat dilepaskan, terutama bila timbul astigmatisme yang berat. Obat-obatan seperti antibiotik dan kortikosteroid umumnya dihentikan apabila pemeriksaan mata tenang. Obat tetes mata lubrikasi dapat diberikan apabila ada keluhan mata kering.[38]
Funduscopy perlu dilakukan apabila dicurigai adanya komplikasi pada segmen posterior. Jika perbaikan tajam penglihatan setelah operasi katarak tidak sesuai dengan yang diharapkan, pemeriksaan penunjang diagnostik perlu dilakukan. Pemeriksaan OCT (optical coherence tomography) atau angiografi fluoresen dapat mendeteksi komplikasi edema makula sistoid atau kelainan degenerasi makula. Astigmatisme kornea dapat didiagnosis dari pemeriksaan topografi kornea. Pemeriksaan penunjang lain dapat disesuaikan dengan penyakit yang dicurigai menggangu tajam penglihatan pasien.[15]