Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai gejala klasik diabetes, pemeriksaan fisik terkait komplikasi diabetes, serta pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar gula darah, tes toleransi glukosa oral, serta HbA1c untuk kontrol keberhasilan terapi.
Anamnesis
Hal utama yang perlu ditanyakan saat anamnesis diabetes mellitus tipe 2 adalah mengenai gejala klasik diabetes. Gejala klasik tersebut adalah poliuria, polidipsi, dan polifagia. Dokter juga perlu menanyakan mengenai gejala lain yang dapat mengarahkan kepada hiperglikemia seperti penurunan berat badan serta kemungkinan komplikasi diabetes seperti masalah penglihatan, parestesia ekstremitas bawah, luka yang sulit sembuh, ulkus diabetik, serta disfungsi seksual.
Pada pasien yang telah didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 sebelumnya, dokter perlu menanyakan hal-hal berikut:
- Durasi pasien mengetahui menderita diabetes dan pengobatan yang didapat
- Apakah kontrol dilakukan secara teratur dan hasil kontrol gula darah pasien
- Kejadian hipoglikemia berat akibat pengobatan diabetes pasien dan pengetahuan pasien mengenai hipoglikemia dan penanganan pertamanya
- Komplikasi diabetes
- Riwayat penyakit lain yang berhubungan seperti hipertensi, dislipidemia, stroke
Pemeriksaan Fisik
Mayoritas pasien diabetes merupakan pasien dengan berat badan berlebih atau obesitas. Untuk itu, penting dilakukan pengukuran indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul untuk menentukan status gizi pasien. Dokter juga perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah untuk melihat adanya hipertensi serta memeriksa apakah pasien memiliki hipotensi ortostatik yang menunjukkan pasien mengalami neuropati otonom. Dokter juga perlu menginspeksi pola pernapasan pasien apakah pasien memiliki pola respirasi Kussmaul yang menandakan ketoasidosis diabetik serta inspeksi kulit untuk melihat adanya acanthosis nigricans, atau infeksi kulit.
Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi bertujuan untuk memeriksa retina pasien. Jangan lupa untuk mendilatasi pupil pasien sebelum melakukan funduskopi. Jika ditemukan tanda perdarahan atau eksudat, atau terdapat neovaskularisasi, segera rujuk pasien ke spesialis mata untuk penanganan lebih lanjut.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis bertujuan untuk menilai tanda-tanda neuropati sensori perifer pada pasien. Hal yang perlu dicek adalah kemampuan sensori pasien terhadap suhu dan sentuhan serta refleks tendon.
Pemeriksaan Kaki
Pemeriksaan kaki bertujuan untuk memeriksa pembuluh darah tibialis posterior dan dorsalis pedis. Lakukan palpasi pada kedua pembuluh darah tersebut. Pulsasi yang lemah atau tidak teraba menandakan mikrovaskularisasi yang buruk. Dokter juga perlu memeriksa tanda-tanda infeksi kaki untuk mencegah terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama diabetes mellitus tipe 2 adalah diabetes mellitus tipe 1. Hal ini sangat penting untuk menentukan apakah pasien 100% memerlukan insulin eksogen atau masih dapat menggunakan modifikasi gaya hidup dan obat antidiabetes oral untuk penanganan diabetesnya. Diagnosis banding ini dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan kadar insulin, C-peptida, dan uji antibodi.
Diagnosis Banding Lain
Kondisi prediabetes dapat dikatakan sebagai faktor risiko DM 2, namun demikian dapat juga dimasukkan ke dalam diagnosis banding yang mesti dibedakan dengan DM 2, karena tidak menyingkirkan kemungkinan hal-hal di bawah ini dapat dicegah progresivitasnya ke DM 2.[24] Prediabetes dibedakan antara toleransi glukosa terganggu dan gangguan glukosa puasa:
-
Toleransi glukosa terganggu (TGT) / impaired glucose tolerance: kadar gula darah hasil tes toleransi glukosa oral sebesar >140-200 mg/dL
-
Gangguan glukosa puasa (GGP) / impaired fasting glycaemia (IFG): gula darah puasa >100-126 mg/dL[25,26]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk diabetes mellitus adalah pemeriksaan kadar gula darah. Diabetes didefinisikan sebagai kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu di atas 200 mg/dL. Lakukan pemeriksaan ulang pada pasien yang memiliki gejala klasik diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia) dengan kadar gula darah di bawah angka tersebut. Jika hasil tetap di bawah batas, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa.
Pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes memerlukan pemeriksaan toleransi glukosa jika kadar gula darah sewaktunya di antara 140-199 mg/dL atau kadar gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL. Pasien tanpa gejala klasik dengan kadar gula darah di bawah angka tersebut dapat langsung didiagnosis sebagai tidak terkena diabetes mellitus dan tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tes Toleransi Glukosa Oral
Ukur kadar gula darah puasa pasien lalu berikan larutan glukosa oral 75 gram dan ukur ulang kadar gula darah setelah 2 jam. Pada diabetes gestasional, pengukuran ulang dilakukan 2 kali, setelah 1 jam dan setelah 2 jam pasca meminum larutan gula. Hasil tes sebesar >200 mg/dL dikategorikan sebagai diabetes mellitus, 140-199 mg/dL toleransi glukosa terganggu, hasil di bawah 140 mg/dL normal.[18,24,27]
HemoglobinA1c (HbA1c)
Hemoglobin A1C (HbA1C) terutama digunakan untuk pengukuran keberhasilan terapi diabetes. Hal ini disebabkan oleh kemampuan HbA1c untuk melihat perkiraan kadar glukosa selama 3 bulan ke belakang dari waktu pemeriksaan, berbeda dengan uji kadar gula darah yang hanya dapat melihat kadar glukosa tepat saat pemeriksaan. Nilai HbA1c di atas 6,5% menunjukkan kontrol gula darah yang tidak baik selama 3 bulan sebelum pengukuran.[28]
Aseton Darah
Pasien dengan kadar aseton plasma 1 mmol/L atau di atas perlu segera dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan selanjutnya.[29]
Penentuan Tipe Diabetes Mellitus
Untuk membedakan antara diabetes mellitus tipe 1 dan 2, dapat dilakukan pemeriksaan kadar insulin, C-peptide, dan marker antibodi seperti glutamic acid decarboxylase (GAD).[26]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pada pasien yang dicurigai mengalami infeksi atau sepsis, lakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit serta kultur darah dan urin. Kecurigaan akan ketoasidosis diabetik perlu dilakukan pemeriksaan kadar aseton plasma atau kadar keton darah. Selain itu, pemeriksaan elektrolit juga diperlukan untuk melihat ada tidaknya gangguan kalium akibat ketoasidosis diabetik.
Pemeriksaan laboratorium lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol darah serta pemeriksaan fungsi ginjal jika dicurigai adanya komplikasi nefropati.