Indeks Glikemik dan Beban Glikemik

Oleh :
dr. Katharina Listyaningrum Prastiwi

Indeks glikemik dan beban glikemik merupakan indikator yang sering digunakan dalam pemilihan jenis makanan. Penilaian indeks glikemik pada awalnya diperuntukan bagi pasien diabetes melitus dalam proses pemilihan diet rendah gula. Namun, seiring berjalannya waktu, penilaian beban glikemik ditemukan memiliki peran yang tidak kalah penting. Hal ini terkait dengan kemampuannya memprediksi seberapa besar peningkatan kadar gula dalam darah setelah konsumsi suatu makanan.[1,2]

Keterkaitan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik

Indeks glikemik merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukan kecepatan suatu makanan dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Beban glikemik merupakan nilai yang menunjukan seberapa besar karbohidrat dalam satu porsi makanan mampu meningkatkan kadar glukosa darah. Indeks glikemik dan beban glikemik memiliki keterkaitan satu sama lain.

shutterstock_567805294-min

Beberapa ahli mengatakan bahwa penilaian beban glikemik lebih penting dibandingkan dengan hanya menilai indeks glikemik suatu makanan. Namun, beban glikemik tidak dapat kita ketahui bila kita tidak mengetahui indeks glikemik dari suatu makanan.

Beban glikemik dapat kita ketahui dengan perhitungan berikut:

Beban glikemik = indeks glikemik x jumlah karbohidrat (gram) : 100 [1,2]

Saat ini, banyak penderita bukan hanya diabetes mellitus tapi juga penderita penyakit kronik lain, seperti obesitas, dislipidemia, penyakit jantung, dan kanker, menggunakan kedua indikator ini sebagai dasar pemilihan diet.[3-6]

Klasifikasi Indeks Glikemik

Indeks glikemik dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi yaitu:

  • Indeks glikemik rendah: kurang dari 55
  • Indeks glikemik sedang: 56-69
  • Indeks glikemik tinggi: lebih dari 70[3]

Kebanyakan varietas kacang-kacangan, pasta, buah, dan produk susu diklasifikasikan memiliki indeks glikemik yang rendah. Roti, sereal sarapan, nasi, dan produk makanan ringan tersedia dalam indeks glikemik sedang dan tinggi. Sebagian besar varietas kentang dan beras memiliki indeks glikemik tinggi (Tabel 1).[7]

Klasifikasi Beban Glikemik

Sementara itu, beban glikemik dibagi dalam tiga klasifikasi yaitu:

  • Beban glikemik rendah: kurang dari sama dengan 10
  • Beban glikemik sedang: >10 sampai <20
  • Beban glikemik tinggi: ≥20 [2]

Tabel 1. Contoh Indeks Glikemik dari Berbagai Makanan

Makanan Indeks Glikemik Makanan Indeks Glikemik
Apel 36 ± 2 Kentang rebus 78 ± 4
Jeruk 43 ± 3 Kentang tumbuk 87 ± 3
Pisang 51 ± 3 Kentang goreng 63 ± 5
Spageti 49 ± 2 Nasi putih 73 ± 4
Jagung manis 52 ± 5 Nasi merah 68 ± 4

Perbedaan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik

Perbedaan antara indeks glikemik dan beban glikemik terdapat pada spesifikasi indikator yang dinilai. Beban glikemik mampu menilai secara lebih spesifik peningkatan glukosa darah pada satu porsi makanan dengan jumlah karbohidrat tertentu. Sementara itu, indeks glikemik hanya mampu menilai kecepatan makanan dalam meningkatkan kadar glukosa darah.[1,2]

Kedua indikator ini tidak selalu berjalan beriringan. Nilai indeks glikemik yang rendah tidak selalu diikuti dengan beban glikemik yang rendah, begitupun sebaliknya. Jumlah karbohidrat dan makanan yang dikonsumsi memiliki peran penting dalam penentuan beban glikemik. Makanan yang memiliki indeks glikemik rendah dapat memiliki nilai beban glikemik yang tinggi bila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Sementara itu, makanan yang mengandung indeks glikemik yang tinggi dapat memiliki beban glikemik yang rendah apabila jumlah yang dikonsumsi sedikit.[3,4]

Indeks Glikemik, Beban Glikemik, dan Pemilihan Diet

Studi telah menunjukan bahwa pemilihan diet berdasarkan indeks glikemik dan beban glikemik bermanfaat dalam meningkatkan kontrol glikemik pada pasien hiperglikemia. [3,4] Kedua indikator ini juga ditemukan memiliki potensi dalam manajemen dislipidemia dan penyakit kardiovaskular. [5,6] Namun, indeks glikemik dan beban glikemik tidak dapat menggambarkan keseluruhan nutrisi maupun jumlah kalori suatu makanan, sehingga komposisi makanan tetap perlu diperhatikan. [3,4]

Selain dipengaruhi oleh jumlah karbohidrat, terdapat beberapa faktor lain dari makanan yang juga berpengaruh pada kadar glukosa darah, seperti kandungan lemak, serat, dan protein. Studi oleh Silva et al menunjukan bahwa kandungan serat mempengaruhi kadar glikemik post prandial pada pasien diabetes. Sementara itu, studi lain menunjukan bahwa perbaikan kadar glukosa darah dapat dicapai dengan pemilihan diet yang memperhatikan keseluruhan komponen makanan, bukan hanya indeks glikemik atau beban glikemik semata.[8,9]

Suatu makanan dapat dianggap baik bagi tubuh bila kadar lemak, protein, karbohidrat, dan serat sesuai dengan kebutuhan. Pada penderita diabetes misalnya, pemberian makanan rendah karbohidrat disarankan diikuti dengan kadar serat yang tinggi dan porsi makan yang tidak berlebih agar tidak terjadi peningkatan glukosa darah berlebihan.[10]

Kesimpulan

Indeks glikemik dan beban glikemik merupakan dua indikator penting dalam proses pemilihan makanan. Kedua indikator ini digunakan terutama untuk pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes, obesitas, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, dan kanker.

Indeks glikemik mengindikasikan seberapa cepat karbohidrat dicerna dan dilepaskan sebagai glukosa ke darah. Sementara itu, beban glikemik menilai jumlah karbohidrat yang ada dalam satu porsi makanan. Meskipun kedua indikator ini telah ditemukan bermanfaat dalam membantu mengarahkan pemilihan diet pada pasien dengan hiperglikemia dan penyakit kronik lain, komposisi makanan secara menyeluruh dalam diet pasien tetap perlu diperhatikan. Hal ini mencakup kandungan serat, lemak, dan protein.

Referensi