Gambaran Kelainan Kulit pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2

Oleh :
dr. Novianti Rizky Reza, Sp.KK

Kelainan pada kulit dapat ditemukan pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2. Berbagai kelainan terkait diabetes melitus perlu untuk diketahui untuk memberikan gambaran mengenai kepatuhan berobat maupun prediksi diagnosis diabetes melitus tipe 2.

Perubahan gaya hidup pada masyarakat pada saat ini berakibat pada meningkatnya berbagai penyakit yang akan meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2, penyakit kardiovaskular dan stroke. Diabetes melitus merupakan penyakit yang serius dan dapat memberikan manifestasi pada berbagai organ tubuh termasuk diantaranya pada kulit. Manifestasi diabetes melitus pada kulit dapat ditemukan pada 30% pasien dan kemungkinan muncul akibat prekursor dari penyakit.[1]

shutterstock_1225831168-min (1)

Kelainan kulit pada diabetes melitus memberikan gambaran klinis yang bervariasi mulai dari ringan sampai berat. Selain itu adanya perubahan pada kulit dapat menjadi penanda keadaan glikemik pasien dan juga penanda adanya diabetes melitus yang tidak terdiagnosis.[2]

Patofisiologi Kelainan Kulit pada Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 mempengaruhi metabolisme kulit yang menyebabkan timbulnya manifestasi dermatologi diabetes melitus tipe 2. Resistensi insulin dan hiperglikemia dapat menyebabkan kerusakan sel secara langsung dan tidak langsung.

Kerusakan Sel Langsung akibat Hiperglikemia

Hiperglikemia secara langsung mempengaruhi aktivitas keratinosit dan fibroblas. Hal ini menimbulkan perubahan pada sintesis protein, proliferasi dan migrasi. Selanjutnya, peningkatan kadar gula darah menyebabkan disfungsi vasodilatasi melalui inhibisi molekul nitrit oksida.[1,2]

Penelitian pada tikus menunjukan bahwa konsentrasi gula yang tinggi menyebabkan perubahan pada fungsi dan morfologi sel keratinosit. Kadar konsentrasi glukosa yang tinggi mengakibatkan keratinosit berhenti berproliferasi. Peningkatan konsentrasi glukosa juga menyebabkan perubahan cara kerja insulin dan IGF-I pada berbagai proses sel.[3]

Kerusakan Sel Secara Tidak Langsung akibat Penurunan Sensitivitas Insulin

Manifestasi kulit diabetes melitus bekerja melalui beberapa mekanisme yaitu: hiperglikemia diduga menyebabkan pembentukan produk akhir glikasi lanjut, protein, lipid dan, asam nukleat. Produk akhir glikasi lanjut  (advanced glycation end-products/AGE) berhubungan dengan berbagai komplikasi pada diabetes melitus dengan bekerja di berbagai jalur antara lain mendorong spesies oksigen reaktif (ROS), merusak klirens ROS, serta aktivitas protein intra dan ekstraseluler, dan menginduksi sitokin pro-inflamasi melalui jalur NF-β.[1,4]

AGE dapat mengubah sifat kolagen, mengurangi kekuatan dan kelarutan, dan meningkatkan kekakuan. AGE juga berpartisipasi dalam produksi DM, penuaan kulit dan bahkan imunosupresi terkait diabetes. Tingkat glikemik yang tinggi secara patologis dapat mempengaruhi homeostasis kulit melalui hambatan pada proses proliferasi dan migrasi keratinosit.[5]

Manifestasi kelainan kulit pada pasien dengan Diabetes Melitus berhubungan dengan komplikasi efek metabolik pada sistem vaskular baik makroangiopati maupun mikroangiopati, dan juga gangguan pada penyembuhan luka. Selain itu juga didapatkan adanya perubahan pada kolagen kulit. Adanya hubungan antara diabetes mellitus serta perkembangan dan progresi komplikasi mikrovaskular juga telah diketahui.[6]

Kelainan dermatologis pada pasien dengan diabetes melitus dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu:

  1. kelainan kulit yang berhubungan dengan diabetes melitus,
  2. infeksi pada kulit,
  3. kelainan kulit akibat komplikasi diabetes melitus, dan
  4. reaksi kulit akibat terapi diabetes melitus[5,7]

Kelainan Kulit yang Berhubungan Dengan Diabetes Melitus Tipe 2

Kelainan kulit dapat ditemukan pada 79.2% pasien diabetes melitus. Adanya manifestasi klinis kulit dibawah ini berhubungan dengan kejadian diabetes melitus. Manifestasi kulit dapat muncul seiring dengan perjalanan penyakit, namun dapat juga menjadi gejala awal yang mendahului. Oleh karena itu pemeriksaan dermatologis pada pasien diabetes melitus sebaiknya dilakukan secara rutin.[7]

Pruritus

Pruritus kronis dapat merupakan gejala yang sering ditemukan pada pasien DM. Gejala dapat berupa xerosis cutis, papula eritematosa sampai prurigo nodularis. Gangguan disfungsi kelenjar keringat dan sistem saraf simpatis dapat berperan pada keluhan ini.[1]

Diabetes Dermopati (DD)

Diabetes dermopati merupakan kelainan spesifik diabetes melitus yang sering ditemukan.  Pada umumnya didapatkan pada pasien yang lebih tua, dengan perjalanan penyakit yang telah lama. Keluhan berupa adanya lesi kecoklatan pada ekstremitas bawah terutama pada daerah dekat tulang. Hal ini diduga berhubungan dengan terjadinya trauma.[7]

Nekrobiosis Lipoidika (NL)

Nekrobiosis Lipoidika dapat ditemukan pada berbagai kelainan sistemik, namun paling sering pada DM. Keluhan ditemukan pada region pretibial berupa papul berbatas tegas yang akan bergabung menjadi plak kekuningan dengan tepi kemerahan dan bagian tengah yang atrofik disertai dengan telangiektasis.[1,2]

Granuloma Annulare

Granuloma annulare berupa papula berwarna kemerahan atau violaceous. Lesi dapat bergabung membentuk plak anular dengan bagian tengah yang tampak cekung, pada permukaan umumnya halus dan berbatas tegas.[1,2]

Acanthosis Nigricans

Kelainan ini dapat merupakan terjadinya resistensi insulin pada pasien obesitas dan petanda awal terjadinya diabetes mellitus. Acanthosis nigricans pada umumnya didapatkan pada daerah lipatan seperti pada area leher, aksila dan lipatan paha. Lesi berupa adanya warna kehitaman yang terdiri dari plak papilomatosa seperti beludru. Keluhan ini dilaporkan dapat membaik dengan terapi pada penyakit yang mendasari.[9,10]

Bula Diabetik

Adanya bula spontan terutama pada daerah ekstremitas distal dapat ditemukan pada pasien dengan diabetes melitus meskipun jarang. Pada umumnya bula muncul spontan dan tidak berhubungan dengan trauma. Keluhan dapat menunjukkan vesikel atau bula dengan cairan jernih dan memiliki ukuran yang bervariasi. Keluhan pada umumnya tidak nyeri dan dapat sembuh sendiri.[1]

Skin Tags (Acrochordons)

Adanya skin tag berhubungan dengan kejadian diabetes melitus dan obesitas. Skin tag pada umumnya berupa tumor kulit jinak bertangkai, berukuran kecil yang dapat tumbuh pada daerah leher, punggung, aksila, badan, dan juga wajah.[10]

Eruptive Xanthoma

Eruptive Xanthoma jarang ditemukan dan lebih sering terjadi pada DM tipe 2 yang tidak terkontrol. Kelainan ini timbul akibat perubahan deposisi lemak dermal dan intraseluler yang terjadi secara cepat. Tanda ini juga merupakan indikator major hipertrigliseridemia.[9,10]

Xanthoma pada umumnya berupa papul berbentuk kubah multiple, berwarna kekuningan dengan dasar eritem pada permukaan area ekstensor seperti ekstremitas, perut, dan juga tangan. Terapi dengan menurunkan kadar trigliserida dan obat sistemik dapat mengatasi kelainan ini dan mencegah terjadinya komplikasi.[9,10]

Kelainan Kulit Akibat Infeksi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Infeksi pada kulit terjadi pada sekitar 20-50% pasien dengan diabetes melitus dan berhubungan dengan kontrol gula darah yang tidak baik. Adanya mikrosirkulasi yang tidak baik, penyakit vaskular perifer, neuropati perifer dan penurunan respons imun berhubungan dengan kerentanan infeksi pada pasien diabetes melitus.[7]

Kandidiasis

Infeksi oleh Candida Sp. sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik. Infeksi Candida baik pada kulit maupun kuku dapat merupakan tanda awal adanya diabetes mellitus. Pada wanita adanya lesi pada daerah genital berhubungan erat dengan diabetes melitus. Pada pria adanya balanitis kandida, balanopostitis dan intertriginosa dapat menjadi pertanda adanya diabetes.[11]

Infeksi Dermatofit

Infeksi dermatofit pada diabetes melitus dapat disebabkan oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton interdigitale dan Candida parapsilosis. Infeksi jamur berhubungan dengan adanya hiperglikemia pada pasien dengan diabetes mellitus. Keluhan dapat mengenai berbagai lokasi seperti tinea kruris maupun tinea pedis.[1]

Pada tinea pedis sering disertai adanya mikrofisura yang memudahkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Infeksi jamur pada pasien diabetes melitus penting untuk didiganosa dan di terapi secara tepat. Infeksi jamur pada saluran otorinolaring jarang ditemukan namun dapat menjadi penyakit yang berbahaya yang disebut dengan mucormycosis rhinocerebral.[1]

Infeksi Bakteri

Pasien dengan diabetes melitus berisiko untuk mengalami infeksi bakteri pada kulit. Infeksi bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A dan B dapat berupa adanya folikulitis, abses maupun impetigo kontagiosa. Selain itu infeksi oleh organisme lain seperti Pseudomonas aeruginosa  juga bisa terjadi pada pasien dengan diabetes melitus. Pada pasien diabetes melitus infeksi kulit oleh bakteri dapat terjadi secara berulang.[1,4]

Gejala infeksi bakteri dapat berupa infeksi ringan seperti diatas, namun juga dapat berupa infeksi pada jaringan kulit sampai jaringan lunak dan tulang seperti pada selulitis, ulkus pada kaki, dan ulkus dekubitus. Selain itu dapat juga terjadi otitis eksterna maligna yang sebagian besar disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosaNecrotizing fasciitis yang merupakan infeksi inflammatory progresif pada fasia yang disertai dengan nekrosis jaringan subkutan juga dapat ditemukan pada pasien diabetes melitus.[11]

Kelainan Kulit Akibat Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada perjalanan penyakit pasien diabetes melitus terutama yang tidak terkontrol dengan baik, komplikasi pada berbagai organ seperti mata, ginjal, dan juga kulit dapat terjadi. Komplikasi pada kulit dapat berupa adanya sindrom kaki diabetik dan sindrom tangan diabetik. Komplikasi pada diabetes mellitus yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan terjadinya amputasi organ.[11]

Sindrom Kaki Diabetes

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi yang sering dikhawatirkan oleh pasien karena dapat menyebabkan adanya amputasi. Mekanisme kelainan ini sangat kompleks dan dapat menyebabkan kecacatan pada pasien.[8] Adanya kombinasi angiopati diabetik, neuropati, dan adanya trauma mekanis berperan penting pada patogenesis sindrom kaki diabetes, serta adanya gangguan vaskular terutama pada jaringan perifer. [1,2] Sekitar 25% pasien sindrom kaki diabetes dapat mengalami komplikasi berupa infeksi dan osteomielitis yang dapat berakhir pada terjadinya amputasi.[1]

Keluhan awal dapat berupa adanya kalus yang disebabkan oleh gangguan sensitivitas akibat diabetes neuropati. Kalus dapat berkembang menjadi ulkus kronis yang sulit untuk sembuh. Hal ini disebabkan adanya imunosupresi yang mendasari.[8]

Lokasi tersering didapatkan pada tulang metatarsal satu, dua, dan lima, region tumit, bagian luar kaki serta jempol. Berdasarkan penyebabnya sindrom kaki diabetik dapat dibagi menjadi 3: Iskemik, neuropatik atau campuran.[1]

Pada ulkus jenis neuropati ulkus bersifat hangat, pulsasi masih teraba, dan terdapat hipohidrosis. Sedangkan pada ulkus neuroiskemik kaki teraba dingin, tidak teraba pulsasi dan terdapat atrofi jaringan subkutan dan kulit.[2]

Pada sindrom kaki diabetes dibutuhkan penanganan multidisiplin. Pembersihan jaringan hiperkeratotik disertai dengan debridement luka, pemberian antiseptik topikal, serta dressing diperlukan untuk menciptakan kondisi yang optimal untuk proses penyembuhan.[1]

Sindrom Tangan Diabetik

Sindrom Tangan Diabetik dapat menyebabkan kelainan muskuloskeletal pada tangan yang mengakibatkan mobilitas sendi terbatas, Dupuytren’s disease, dan sindrom lorong karpal (SKL). Keterbatasan mobilitas sendi pada tangan dapat ditemukan pada 30-40% pasien, dan menyebabkan gerakan ekstensi pada jari menjadi terbatas.[1]

Dupuytren’s disease disebabkan adanya fibrosis dan juga pemendekan dan penebalan pada fasia telapak tangan dan mengakibatkan kontraktur fleksi. Pada saat ini tidak didapatkan penatalaksanaan khusus untuk keterbatasan mobilitas sendi, namun untuk Dupuytren’s disease dapat dilakukan terapi fisik dengan pembedahan pada kasus berat.[1]

Pada sindrom lorong karpal (carpal tunnel syndrome) dapat ditemukan sensasi terbakar dan hilangnya rasa sensoris pada area yang dipersarafi nervus median. SLK dapat ditemukan pada 30% pasien dengan diabetes, sedangkan pada kelompok non-diabetes dapat ditemukan sebanyak 14% kasus.[1]

Kelainan Kulit Akibat Terapi Diabetes Melitus

Penggunaan obat-obatan penurun glukosa oral dan juga penggunaan insulin secara injeksi dapat menyebabkan adanya kelainan kulit pada pasien dengan diabetes melitus.[12]

Penggunaan obat hipoglikemik oral dapat menyebabkan reaksi alergi pada sekelompok pasien. Reaksi pada penggunaan obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi pertama dapat ditemukan berupa adanya eritema multiforme, eritema nodosum, reaksi fototoksik dan fotoalergi, serta urtikaria. Pada penggunaan sulfonilurea golongan dua dilaporkan adanya fotosensitivitas, urtikaria, dan juga pruritus.[1,12]

Pada penggunaan obat hipoglikemik oral golongan biguanid yang merupakan lini pertama terapi oral dilaporkan adanya reaksi psoriasiformis, vaskulitis leukoklastik, dan eritema multiforme.[8]

Penggunaan insulin dalam jangka panjang dapat memberikan reaksi pada kulit pasien. Manifestasi yang sering ditemukan dapat berupa kegagalan penyuntikan (injeksi intradermal), reaksi idiosinkrasi, alergi terhadap insulin dan lipodistrofi, lipohipertrofi, infeksi lokal, nodul subcutaneous maupun alergi terhadap insulin. Komplikasi lain berupa adanya keloid, papul keratotic, purpura, infeksi dan pigmentasi juga dapat timbul pada penggunaan injeksi insulin.[1,12]

Kesimpulan

Manifestasi kelainan kulit sangat sering didapatkan pada pasien dengan Diabetes mellitus tipe 2. Kelainan kulit pada DM dapat disebabkan oleh kadar gula darah yang tidak terkontrol dan dapat menjadi petunjuk adanya diabetes melitus pada pasien yang belum terdiagnosis.

Patogenesis manifestasi kulit pada diabetes mellitus dapat disebabkan oleh kadar glikemik yang tinggi, adanya peran AGE’s, serta adanya kerusakan baik pada mikroangiopati maupun angiopati.

Kelainan dermatologis pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dapat dikategorikan menjadi: kelainan yang berhubungan dengan diabetes mellitus, infeksi kulit, kelainan kulit akibat komplikasi diabetes melitus dan reaksi kulit akibat pengobatan diabetes melitus.

Seiring dengan meningkatnya kejadian diabetes mellitus diagnosis dan terapi perlu untuk dilakukan secara dini. Pengenalan gejala kulit pada diabetes perlu untuk dapat mengenali adanya diabetes secara dini. Selain itu evaluasi rutin pada kulit pasien juga perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi yang dapat muncul baik akibat perjalanan penyakit maupun terapi yang dilakukan.

Referensi