Rekomendasi Pemberian Vaksin pada Pasien Immunocompromised

Oleh :
dr. Reren Ramanda

Pemberian vaksin pada pasien immunocompromised sering menjadi dilema bagi dokter karena pasien immunocompromised memerlukan proteksi yang lebih daripada pasien immunocompetent, tetapi pasien immunocompromised juga dikhawatirkan mengalami infeksi aktif akibat vaksin. Untuk keamanan pasien, dokter perlu memahami jenis vaksin yang dapat diberikan dan jenis vaksin yang perlu dihindari.

Pasien immunocompromised adalah pasien dengan sistem imun tubuh yang melemah, yang disebabkan oleh gangguan fungsi komponen imun maupun penurunan jumlah komponen imun, sehingga sistem imun tidak mampu menjalankan fungsinya dengan optimal untuk menjaga tubuh dari patogen asing.[1,2]

Depositphotos_75025297_original_compressed

Macam-Macam Pasien Immunocompromised

Kondisi immunocompromised bisa dibedakan menjadi kondisi immunocompromised primer atau sekunder. Kondisi primer terjadi akibat penyakit bawaan sejak lahir seperti agammaglobulinemia terkait-X dan penyakit granulomatosa kronis. Sementara itu, kondisi sekunder terjadi akibat faktor yang didapat, seperti HIV/AIDS, penyakit kronis, keganasan, atau paparan obat-obatan imunosupresif.[1-3]

Secara lebih lengkap, contoh kondisi immunocompromised sekunder adalah:

Masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh pasien immunocompromised adalah risiko infeksi. Infeksi yang umumnya bersifat ringan pada populasi normal dapat berisiko fatal pada pasien immunocompromised. Oleh karena itu, vaksinasi dianjurkan oleh berbagai pedoman klinis sebagai salah satu metode preventif infeksi pada pasien immunocompromised.[1,5]

Kendala Pemberian Vaksin pada Pasien Immunocompromised

Kurangnya cakupan vaksinasi pada pasien immunocompromised sering disebabkan oleh kurang tepatnya konsep dokter tentang efektivitas dan efek samping vaksinasi pada pasien immunocompromised. Dokter mencemaskan pasien immunocompromised akan mengalami infeksi aktif akibat vaksin. Vaksin memang bisa menyebabkan infeksi aktif, tetapi hal ini dapat dicegah dengan pemberian vaksin yang inaktif bagi pasien immunocompromised.[1-5]

Pemberian vaksin pada pasien immunocompromised juga dinilai tidak menghasilkan efek proteksi yang optimal karena sistem imunnya lemah, sehingga vaksin sering tidak diberikan. Padahal, efek proteksi yang terbentuk pada pasien immunocompromised tetap dibutuhkan dan mungkin bermanfaat meskipun lebih lemah daripada efek proteksi yang terbentuk pada pasien immunocompetent.[1-5]

Pemilihan Jenis Vaksin untuk Pasien Immunocompromised

Secara umum, vaksin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu vaksin yang mengandung patogen yang dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin yang berisi patogen yang sudah mati (inaktif). Patogen atau komponen patogen yang inaktif ini tidak bisa bereplikasi dan tidak bisa menyebabkan penyakit.[6-8]

Vaksin Inaktif: Direkomendasikan

Karena tidak dapat menyebabkan infeksi, vaksin inaktif bersifat lebih aman bagi pasien immunocompromised. Contoh vaksin inaktif adalah vaksin polio tipe injeksi (IPV atau inactivated polio vaccine), vaksin hepatitis B (subunit), vaksin hepatitis A (inaktif), vaksin influenza (konjugat), vaksin pneumococcus (konjugat), vaksin pertusis, toksoid difteri, toksoid tetanus, dan vaksin HPV (human papillomavirus) yang inaktif. Vaksin COVID-19 juga bersifat inaktif atau hanya mengandung komponen tertentu virus.[9]

Pada pasien immunocompromised, hampir semua jenis vaksin inaktif dapat diberikan sesuai jadwal. Sebaliknya, vaksin live attenuated umumnya dikontraindikasikan pada pasien immunocompromised, terutama pasien immunocompromised berat.[9,10]

Vaksin Live Attenuated: Tidak Direkomendasikan

Contoh vaksin live attenuated adalah vaksin polio yang tipe oral (OPV atau oral polio vaccine), vaksin measles mumps rubella (MMR), vaksin bacille Calmette-Guérin (BCG), vaksin tifoid oral, vaksin rotavirus, vaksin varicella, dan vaksin influenza tertentu. Bila diberikan pada pasien immunocompromised, vaksin jenis live attenuated memiliki risiko infeksi sistemik berat.[10]

Namun, vaksin live attenuated tertentu mungkin dapat diberikan pada pasien gangguan imunitas yang telah mengalami remisi atau pada kondisi di mana manfaat dianggap lebih besar daripada risikonya.[10]

Pedoman Vaksinasi pada Pasien Immunocompromised

Jadwal vaksinasi pasien immunocompromised umumnya mirip dengan populasi umum, kecuali untuk vaksin-vaksin yang dikontraindikasikan. Untuk vaksin yang diperbolehkan, modifikasi minor kadang diperlukan karena pasien immunocompromised mungkin membutuhkan tambahan dosis.[9]

Pada vaksinasi HPV, pasien immunocompromised membutuhkan 3 dosis. Hal ini agak berbeda dengan populasi umum yang membutuhkan 2 dosis saja. Untuk vaksin MCV (meningococcal conjugate vaccine) dan PCV (pneumococcal conjugate vaccine) pasien immunocompromised dianjurkan menerima booster. Anak immunocompromised juga mungkin membutuhkan vaksinasi booster difteri-tetanus.[9,11]

Pada pasien yang menerima imunosupresan, vaksinasi dilakukan saat pasien dalam kondisi imun terbaik. Terkadang, jadwal vaksinasi pasien mungkin mundur dari jadwal yang seharusnya. Vaksinasi sebaiknya tidak dilakukan saat kemoterapi dan radiasi sedang berjalan.[1,3]

Apabila dalam 14 hari pascavaksinasi pasien menerima terapi imunosupresan ataupun pasien sedang dalam terapi imunosupresan saat vaksin diberikan, pasien dianjurkan untuk vaksinasi ulang setidaknya 3 bulan setelah terapi imunosupresan selesai.[1,3]

Tabel 1. Rekomendasi Vaksinasi Untuk Orang Dewasa dengan Indikasi Medis atau Kondisi Tertentu, Satgas Imunisasi PAPDI, 2021

Vaksin Infeksi HIV (berdasarkan hitung CD4+) Kondisi immunocompromised selain HIV Penyakit kronis jantung, hati, atau ginjal, diabetes, dan asplenia
<200 sel/uL ≥200 sel/uL
Influenza 1 dosis setiap tahun
Tetanus, difteri, pertusis (Td/Tdap) 1 dosis menggunakan Tdap dan 2 dosis menggunakan Td, lalu 1 dosis booster Td setiap 10 tahun
Varicella Kontraindikasi 2 dosis Kontraindikasi 2 dosis
HPV pada wanita 3 dosis sampai usia 26 tahun 3 dosis sampai usia 55 tahun
HPV pada pria 3 dosis sampai usia 26 tahun 3 dosis sampai usia 21 tahun
Zoster Kontraindikasi Belum ada rekomendasi Kontraindikasi 1 dosis
MMR Kontraindikasi 1 atau 2 dosis Kontraindikasi 1 atau 2 dosis
Pneumococcal Polisakarida (PPSV23) 1 atau 2 dosis
Pneumococcal konjugat 13-valent (PCV13) 1 dosis
Meningitis meningococcal 1 dosis
Hepatitis A 2 dosis
Hepatitis B 3 dosis
COVID-19 inaktif (Sinovac Sinopharm) Belum ada rekomendasi 2 dosis
COVID-19 mRNA (Pfizer Moderna) 3 dosis: dosis ketiga jeda 28 hari dari dosis kedua 2 dosis
COVID-19 vektor viral (AstraZeneca) Belum ada rekomendasi 2 dosis
COVID-19 vektor viral (J&J) Belum ada rekomendasi 1 dosis
COVID-19 subunit (Novavax) Belum ada rekomendasi 2 dosis

Sumber: Satgas Imunisasi PAPDI, 2021.[12]

Rekomendasi Vaksinasi untuk Anggota Keluarga Pasien Immunocompromised

Hal lain yang sering dilupakan adalah imunisasi pada orang-orang immunocompetent yang berada di sekitar pasien immunocompromised, baik orang yang tinggal serumah ataupun petugas kesehatan. Orang immunocompetent bisa menjadi sumber penularan infeksi bagi pasien immunocompromised di sekitarnya.[12-16]

Vaksinasi orang immunocompetent dapat membentuk imunitas kelompok atau herd immunity. Imunitas kelompok ini dapat memberikan pasien immunocompromised proteksi secara tidak langsung, terutama terhadap vaksin yang tidak dapat diberikan. Orang immunocompetent yang tinggal serumah dengan pasien immunocompromised harus diberikan vaksinasi, antara lain:

  • Vaksin inaktif: harus diberikan sesuai jadwal
  • Vaksin influenza: diberikan 1 kali setiap tahun
  • Vaksin hidup: zoster, MMR, varicella diberikan sesuai jadwal
  • Vaksin rotavirus pada anak usia 2–7 tahun yang tinggal serumah dengan pasien immunocompromised

  • Vaksin polio oral dikontraindikasikan, tetapi vaksin polio injeksi inaktif (IPV) harus diberikan sesuai jadwal[12-16]

Kesimpulan

Vaksinasi merupakan upaya preventif infeksi yang mudah dan efektif, baik pada pasien immunocompromised ataupun immunocompetent. Pasien dengan masalah sistem imun lebih membutuhkan efek proteksi vaksin terhadap penyakit daripada orang yang immunocompetent. Meskipun vaksinasi pada pasien immunocompromised mungkin tidak menghasilkan efek proteksi sebaik pasien immunocompetent, imunitas tetap dapat terbentuk. Hal ini masih lebih baik daripada tidak adanya imunitas sama sekali.

Secara umum, vaksin yang dapat diberikan pada pasien immunocompromised adalah vaksin inaktif. Vaksin aktif dapat diberikan hanya bila manfaat yang didapatkan lebih banyak daripada kerugiannya. Vaksin aktif juga dapat diberikan kepada orang yang tinggal serumah dengan pasien immunocompromised. Selain itu, petugas kesehatan juga harus divaksinasi secara lengkap karena dapat menjadi sumber penularan infeksi, terutama bagi pasien immunocompromised.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan

Referensi