Memahami 4 Tipe Vaksin COVID-19

Oleh :
Audric Albertus

Pengembangan vaksin COVID-19 saat ini secara garis besar memiliki 4 tipe, yaitu vaksin whole virus (live attenuated atau inactivated), protein subunit, nucleic (DNA atau mRNA), dan viral vector. Memahami ke-4 tipe vaksin COVID-19 tersebut akan dapat membantu dokter memberikan edukasi yang lebih tepat. Vaksin merupakan salah satu penanganan utama dalam mengendalikan penyebaran SARS-CoV-2. Pengembangan vaksin yang efektif merupakan cara yang efektif dalam mencapai herd immunity.[1,2]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Terdapat lebih dari 200 vaksin COVID-19 yang dikembangkan hingga saat ini. Beberapa vaksin konvensional, seperti whole virus, protein subunit, dan viral vector, telah digunakan untuk mempercepat perkembangan vaksin. Pada vaksin yang hanya mengandalkan subunit protein S (spike), kemungkinan harus meneliti dan mendesain ulang vaksin karena tingginya mutasi protein S pada SARS-CoV-2. Vaksin yang ideal adalah vaksin yang efektif dalam melawan target infeksi, aman untuk populasi umum, dan dapat mencetuskan imunitas jangka panjang.[1,2]

Tipe Vaksin Whole Virus (Virus Utuh)

Imunisasi tradisional umumnya menggunakan patogen utuh yang telah dilemahkan atau diinaktivasi, dengan menggunakan perubahan fisik atau kimia. Tipe vaksin ini umumnya berhasil secara klinis, tetapi memiliki risiko mutasi yang dapat menyebabkan reaktivasi pada pasien dengan imunodefisiensi. Vaksin virus utuh dapat dibagi menjadi virus yang dilemahkan (live attenuated) atau virus yang tidak aktif (inactivated).[1,3,4]

Sumber Gambar: Toto Santiko Budi, Shutterstock, 2021. Sumber Gambar: Toto Santiko Budi, Shutterstock, 2021.

Vaksin Live Attenuated

Vaksin live attenuated/dilemahkan merupakan pemberian injeksi patogen virus yang telah dilemahkan sehingga tidak dapat menyebabkan sakit, tetapi mampu menginduksi respons imun seluler dan humoral yang menyerupai infeksi natural. Vaksin ini relatif mudah diproduksi, bahkan dapat diproduksi untuk pemberian intranasal yang dapat menginduksi sekresi IgA dan mencetuskan imunitas mukosa lokal. Vaksin live attenuated sebelumnya misalnya vaksin measles, mumps, dan rubella (MMR), Bacillus Calmette-Guérin (BCG), rotavirus, varicella, dan polio oral.[1,3,4]

Vaksin live attenuated umumnya diberikan 2 kali dosis untuk mencetuskan imun jangka panjang. Pemberian vaksin tipe ini harus hati-hati karena berisiko reaktivasi pada pasien imunodefisiensi. Kekhawatiran lainnya adalah pada pemberian vaksin yang tidak menginduksi antibodi natural atau proteksi, maka dapat terjadi gangguan respons imun.[1,3,4]

Oleh sebab itu, investigasi yang cukup panjang diperlukan sebelum vaksin dapat diberikan pada masyarakat umum. Hingga April 2021, terdapat 3 kandidat vaksin COVID-19 tipe live attenuated yang masih dalam tahap pengembangan preklinik.  [1,3,4]

Vaksin Inactivated

Vaksin inaktivasi/tidak aktif merupakan pemberian virus dengan kondisi RNA yang sudah dihancurkan, sehingga tidak memiliki risiko untuk melakukan replikasi di dalam tubuh pasien. Epitop glikoprotein hemagglutinin pada permukaan virus yang disuntikan dapat menginduksi antibodi protektif tubuh pasien. Contoh vaksin inaktivasi terdahulu adalah vaksin hepatitis A, influenza, polio, dan rabies.[1,3,4]

Penggunaan vaksin tipe ini umumnya lebih aman daripada vaksin live attenuated. Namun, ketidakmampuan virus untuk bereplikasi dalam tubuh pasien menyebabkan imunogenisitas pasien terhadap patogen lebih rendah, dan membutuhkan injeksi berulang sebanyak 2 kali, dengan durasi 14 atau 21 hari untuk menjamin imunitas jangka panjang. Vaksin jenis ini perlu pertimbangan untuk diberikan pada pasien imunodefisiensi.[1,3,4]

Hingga April 2021, terdapat 4 vaksin inaktivasi yang telah mencapai fase III uji klinik. Salah satunya adalah vaksin CoronaVac yang dikembangkan oleh Sinovac. Vaksin ini telah disetujui penggunaannya di China, dan disetujui penggunaan darurat pada beberapa negara, termasuk Indonesia.[1,3,4,7]

Tiga vaksin inaktivasi lain adalah vaksin yang dikembangkan oleh Sinopharm, Sinopharm-Wuhan, dan Bharat Biotech, yang juga telah mencapai fase klinik III dan sudah mulai diberikan pada masyarakat umum.[1,3,4]

Tipe Vaksin Nucleic

Vaksin asam nukleat menggunakan material genetik yang telah direkayasa, seperti RNA atau DNA, untuk membuat antigen dalam tubuh. Pada vaksin COVID-19, umumnya digunakan antigen protein S virus.[1,3-6]

Vaksin DNA

Vaksin DNA terdiri atas plasmid vektor yang memberikan kode pada target vaksin, sehingga dapat menstimulasi imunitas seluler dan humoral jangka panjang. Selain itu, vaksin ini juga tergolong aman saat diberikan pada masyarakat.[1,3-6]

Tipe vaksin ini dapat diproduksi dengan durasi cepat dan biaya terjangkau, serta tidak memerlukan penyimpanan pada suhu dingin. Vaksin DNA merupakan tipe vaksin baru dan belum digunakan pada penyakit lain sebelumnya. Vaksin ini telah berhasil digunakan untuk pencegahan virus West Nile pada kuda dan melanoma pada anjing.[1,3-6]

Kekurangan tipe vaksin ini adalah imunogenitas yang lebih rendah karena molekul DNA harus melewati membran nukleus untuk dapat ditranskripsi. Selain itu, DNA pada vaksin juga mudah terdegradasi oleh enzim inang sehingga efikasi pada manusia masih belum diketahui sepenuhnya.[1,3-6]

Hingga April 2021, sudah terdapat 4 kandidat vaksin COVID-19 tipe DNA yang sedang dalam evaluasi klinis, dan 14 kandidat sedang dalam tahap preklinik.[1,3-6]

Vaksin mRNA

Vaksin mRNA dapat bekerja dengan cara translasi pada sitoplasma sel inang dan tidak perlu melewati dinding nukleus, sehingga memiliki farmakodinamik yang lebih singkat daripada vaksin DNA. Vaksin mRNA telah lama dikembangkan, tetapi belum ada vaksin sebelumnya yang menggunakan tipe vaksin ini. [1,3-6]

Vaksin tipe ini aman diberikan pada masyarakat dan memiliki biaya produksi yang terjangkau. Namun, vaksin tipe mRNA harus disimpan pada suhu yang sangat dingin, beberapa membutuhkan penyimpanan pada suhu di bawah -70°C. Hal ini menyebabkan kesulitan pada distribusi vaksin, terutama pada negara berkembang dan berpenghasilan rendah.[1,3-6]

Tipe vaksin mRNA merupakan salah satu kandidat utama pada vaksinasi COVID-19, selain vaksin virus utuh atau protein subunit. Berdasarkan fase klinis I dan II, didapatkan vaksin COVID-19 tipe mRNA menghasilkan imunogenitas yang tinggi dengan respons sel T CD4+ dan CD8+ yang kuat.[1,3-6]

Hingga April 2021, vaksin COVID-19 tipe mRNA yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna telah mencapai fase klinis III dan sudah digunakan pada beberapa negara, seperti  Amerika Serikat, Switzerland, dan Inggris.[1,3-6,9]

Tipe Vaksin Protein Subunit

Vaksin protein subunit merupakan tipe vaksin yang menginduksi respons imun dan meningkatkan produksi antibodi dan respons sel T terhadap virus SARS-CoV-2 dengan cara memberikan komponen atau antigen patogen. Umumnya pada COVID-19 digunakan bagian epitope protein S, M, N, dan E dari SARS-CoV-2.[1,3-6]

Akibat pemberian hanya beberapa komponen dari virus, maka kekurangan dari tipe vaksin ini adalah efikasi imunogenitas yang masih dipertanyakan dan respons imun yang mungkin tidak stabil. Oleh sebab itu, diperlukan pemberian adjuvant untuk memproduksi antibodi neutralizing. Titer antibodi neutralizing yang tinggi dapat mencegah terjadinya infeksi COVID-19 dengan cara menginhibisi pengikatan receptor-binding domain (RBD) SARS-CoV-2 terhadap reseptor ACE 2 pasien.[1,3-6]

Vaksin tipe subunit yang telah digunakan sebelumnya adalah vaksin hepatitis B dan pertusis aseluler.[1,3-6]

Hingga April 2021, beberapa vaksin COVID-19 dengan protein subunit telah dikembangkan. Terdapat 2 vaksin yang telah memasuki tahap fase klinis III dan mulai diberikan pada masyarakat, yaitu vaksin yang dikembangkan oleh Novavax dan Vector Institute.[1,3-6]

Tipe Vaksin Vektor Virus

Vaksin vektor virus merupakan pemberian virus karier yang telah direkayasa dengan gen dari patogen target. Vektor virus yang digunakan misalnya adenovirus atau virus pox. Pemberian vektor virus ini diharapkan dapat menginduksi respons imun innate, yang kemudian menginduksi respons imun adaptif.[1,3-6]

Tipe vaksin ini umumnya dapat menginduksi respons imunologis yang kuat. Selain itu, vaksin vektor virus juga tidak memberikan partikel yang infeksius sehingga aman diberikan. Vaksin vektor sebelumnya telah digunakan dalam pencegahan terhadap penyakit ebola.[1,3-6]

Kekurangan vaksin tipe ini adalah kemungkinan efikasi yang berkurang saat pemberian ulang, hal ini karena pasien yang sudah diberikan vaksin vektor dapat memiliki imunitas terhadap vektor. Kekhawatiran lain adalah integrasi dari genom virus ke genom inang dapat meningkatkan risiko kanker. Hingga April 2021, beberapa vaksin vektor virus telah dikembangkan untuk COVID-19 dan umumnya menggunakan gen S virus, di antaranya:

  • Vaksin vektor adenovirus 5 (Ad5) yang mengandung SARS-CoV-2 rekombinan, dikembangkan oleh CanSino Biological Inc. dan Beijing Institute of Biotechnology, telah memasuki fase klinis III dan telah digunakan secara terbatas di China. Namun, pada uji klinis ditemukan bahwa peningkatan usia dapat mengganggu respons imun pada individu yang mendapatkan vaksin vektor Ad5
  • Vaksin rekombinan heterolog berbasis adenovirus (rAd), Gam-COVID-Vac (Sputnik V) yang telah mempublikasikan hasil analisis interim uji klinis fase III[8]
  • Vaksin chimpanzee adeno (ChAd)-vectored, dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca, sudah mulai digunakan darurat pada negara Inggris dan Eropa. Vaksin ini menggunakan adenovirus dari simpanse dengan protein S pada permukaannya, untuk mencetuskan imunitas dengan 1 kali suntikan
  • Vaksin Adenovirus 26 (Ad26), dikembangkan oleh Johnson & Johnson dan Gamaleya, sudah mulai diberikan pada beberapa negara[1,3-6]

Kesimpulan

Banyak vaksin COVID-19 terus dikembangkan sampai sekarang. Vaksin COVID-19 dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu vaksin whole virus (live attenuated atau inactivated), protein subunit, nucleic (DNA atau mRNA), dan viral vector. Masing-masing tipe vaksin memiliki kelebihan dan kekurangan.

Tipe vaksin yang tradisional adalah vaksin live attenuated, karena dapat mencetuskan imunogenitas jangka panjang. Namun, pada pasien imunodefisiensi dapat mengalami reaktivasi virus. Sedangkan vaksin inactivated lebih aman digunakan karena ketidakmampuan virus untuk bereplikasi di dalam tubuh. Namun, dengan alasan tersebut juga maka imunogenitas jangka panjang pemberian vaksin ini masih dipertanyakan.

Alternatif lain adalah tipe vaksin asam nukleat, baik DNA maupun RNA. Vaksin mRNA lebih unggul dibandingkan vaksin DNA dalam imunogenitas, tetapi perlu disimpan dalam suhu yang sangat dingin yaitu dibawah -70°C. Tipe vaksin lain adalah protein subunit dan viral vector dengan efek imunogenitas jangka panjang yang masih dipertanyakan. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan dari masing-masing tipe vaksin COVID-19.

Referensi