Diagnosis Demam Tifoid
Diagnosis demam tifoid ditegakkan terutama melalui pemeriksaan penunjang dengan kultur darah, namun dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan data penting terutama manifestasi klinis untuk menunjang diagnosis demam tifoid serta mendeteksi komplikasi. Riwayat pasien seperti tinggal di tempat dengan sanitasi yang buruk, minum air yang tidak bersih atau sedang melakukan perjalanan ke daerah endemik demam tifoid merupakan penanda penting mengenai kemungkinan paparan demam tifoid.
Anamnesis
Anamnesis pasien demam tifoid pada fase awal umumnya hanya menemukan gejala demam disertai keluhan yang tidak khas. Terkadang dijumpai keluhan arthralgia. Keluhan gastrointestinal biasanya baru dirasakan pasien setelah masa inokulasi antara 12 hingga 48 jam. Gejala gastrointestinal berupa enterokolitis ini umumnya diawali dengan keluhan nausea vomitus yang selanjutnya akan berkembang menjadi keluhan nyeri perut yang bersifat difus, kembung, anoreksia, konstipasi dan diare (sekitar 66%) yang dapat berkembang menjadi diare berat dan disentri.[1]
Setelah fase enterocolitis, pasien selanjutnya sering mengalami fase asimtomatik sementara dengan keluhan utama berupa demam (sekitar 96%) disertai gejala-gejala mirip flu. Demam tifoid klasik dengan pola demam step ladder biasanya muncul sekitar satu minggu setelah pasien terpapar bakteri salmonella.[1]
Pasien yang dicurigai mengalami demam tifoid, perlu ditanyakan mengenai riwayat berikut ini:
- Riwayat tempat tinggal permanen
- Riwayat perjalanan ke daerah endemik demam tifoid
- Status sosial ekonomi,
- Pola hidup, seperti jajan makanan di luar rumah dan defekasi di jamban
- Onset dan durasi penyakit
- Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi
- Riwayat minum air yang kurang higienis
- Kontak dengan hewan
- Gigitan serangga
- Makan makanan setengah matang[1]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada demam tifoid bersifat tidak spesifik. Manifestasi klinis yang timbul bisa saja bervariasi tiap orang, bahkan manifestasi klinis pada minggu pertama kedua dan ketiga akan berubah bergantung pada patofisiologi penyakit.
Tabel.1 Pemeriksaan Fisik Demam Tifoid
Minggu | Hasil pemeriksaan fisik |
Ke-1 | Demam, bradikardi relatif |
Ke-2 | Lidah tampak kotor. Distensi abdomen, tanda perforasi ileum (tenderness, rigiditas, dan tahanan dinding abdomen). Rose spots (jarang), pucat, tanda dehidrasi seperti mata cekung, kulit kering, dan letargi. Jaundice, splenomegali. |
Ke-3 | Pada tampakan keadaan umum: pasien akan tampak toksik, anoreksik, dengan penurunan berat badan yang signifikan. Bila terjadi komplikasi perforasi saluran cerna, maka akan ditemukan tanda dari pemeriksaan fisik berupa distensi abdomen dan peritonitis. Pada komplikasi pneumonia, pasien akan ditemukan tanda seperti takipnea dan crackles pada auskultasi di basal paru. Pada komplikasi sistem saraf pusat seperti meningitis, akan ditemukan kaku kuduk |
Sumber: dr.Reren, 2021[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam tifoid antara lain adalah
Amebic Liver/Abses hepar
Amebic liver abscess adalah manifestasi ekstraintestinal dari infeksi Entamoeba histolytica. Protozoa E histolytica, menginfeksi hepar dengan cara memasuki sistem vena porta dari kolon. Amebic liver abscess merupakan salah satu penyebab utama lesi hepar dengan bentuk space-occupying lesions di negara-negara berkembang.[10]
Demam Dengue
Demam dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan serangga nyamuk genus Aedes, yang paling sering ditemukan di daerah subtropis dan tropis. Umumnya pasien dengue tidak bergejala, manifestasi klinis yang banyak dikeluhkan adalah rasa menggigil yang bersifat prodromal; timbulnya ruam, dan facial flushing, yang dapat bertahan hingga 2-3 hari.[11]
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Sekitar 80-90% kasus bersifat asimptomatik. Gejala yang umum dikeluhkan antara lain limfadenopati servikal, demam, malaise, keringat malam, myalgia dan nyeri tenggorokan.[12]
Tuberkulosis
Gejala klasik yang umum ditemukan pada pasien tuberkulosis antara lain adalah batuk, penurunan berat badan /anoreksia, demam., keringat malam, hemoptisis, nyeri dada dan kelelahan.[13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan metode diagnostik utama demam tifoid. Teknik kultur merupakan standar utama diagnosis demam tifoid, terutama kultur darah merupakan standar diagnosis demam tifoid yang direkomendasikan oleh WHO. Pemeriksaan penunjang lain yang relatif lebih murah dan sederhana terus dikembangkan untuk mempermudah diagnosa demam tifoid. Saat ini dua pemeriksaan yang paling umum digunakan adalah Tes Widal dan Rapid Diagnostid Test (TUBEX), Tubex memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan tes Widal. Walaupun, Tubex memiliki kekurangannya.
Pemeriksaan Darah Tepi
Dari pemeriksaan gambaran darah tepi, pada pasien demam tifoid dapat ditemukan gambaran leukopenia (sekitar 25% kasus), limfositosis relatif, monositosis dan trombositopenia ringan. Bila ditemukan gambaran penurunan hemoglobin pada pemeriksaan darah di minggu ke 3-4, perlu dicurigai adanya komplikasi perdarahan intraabdomen.[9]
Tes Serologis Widal
Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O (permukaan) dan H (flagellar) salmonella. Titer antibodi yang menjadi rujukan tidak sama untuk setiap daerah endemik, umumnya titer O 1:320 dapat menjadi penunjang kuat diagnosis demam tifoid. Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dilakukan bila terjadi peningkatan titer hingga empat kali lipat dengan jeda pengambilan spesimen sekitar 5-7 hari.[1,9]
Pemeriksaan widal saat ini dianggap tidak definitif sebagai alat diagnostik demam tifoid karena angka negatif palsu dan positif palsu yang tinggi.[1,9]
Kultur Darah
Kultur darah merupakan standar utama yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dalam mendiagnosis demam tifoid. Sampel darah sebaiknya diambil pada fase bakteremia sekunder. Efikasi kultur akan meningkat dengan semakin banyaknya sampel yang diambil.[1,14]
Namun perlu menjadi perhatian sekitar 30% hingga 50% dari hasil kultur negatif adalah negatif palsu. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah teknik pemeriksaan dan waktu pemeriksaan. Selain itu kelemahan dari pemeriksaan kultur adalah waktu pemeriksaan yang membutuhkan waktu yang lama (sekitar 24-48 jam) sehingga tidak dapat dilakukan penegakkan diagnosis demam tifoid dihari yang sama.[1,9,14]
Kultur Feses
Kultur feses tidak terlalu efektif pada fase bakterimia demam tifoid. Kultur feses lebih bermanfaaat pada diagnosis demam tifoid pada minggu kedua dan ketiga, selain itu kultur feses positif pada pasien demam tifoid hanya ditemukan pada 37% kasus yang telah menerima terapi antibiotik. Derajat sensitivitas kultur feses bergantung pada jumlah sampel feses dan durasi penyakit saat sampel diambil. Namun, kultur feses sangat bermanfaat dalam mendeteksi karier kronik Salmonella typhi.[1,9]
Kultur Sumsum tulang
Sensitivitas pemeriksaan kultur sumsum tulang dalam mendiagnosis demam tifoid sangat tinggi yaitu sekitar 90% dan bahkan kultur sumsum tulang positif ditemukan pada lebih dari 50% kasus demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotik. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan yaitu sangat mahal dan bersifat invasif sehingga pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosa demam tifoid.[1]
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) tidak dianjurkan sebagai metode pemeriksaan demam tifoid karena sensitivitasnya yang rendah dan pemeriksaan ini juga memiliki biaya yang mahal.[1]
Rapid Diagnostic Test (RDT)
Pemeriksaan rapid diagnostic test seperti pemeriksaan TUBEX, Typhidot, Typhidot‐M, Test‐it Typhoid dan jenis pemeriksaan RDT lainnya dibuat agar mudah dipakai, lebih murah dan memberikan hasil diagnostik lebih cepat untuk menegakkan diagnosa dan pembuatan keputusan dalam skenario sehari-hari tanpa perlu hasil kultur. TUBEX memiliki rata-rata sensitivitas 78% dan spesifisitas 87%. Alat RDT lain seperti Typhidot, Typhidot‐M, dan TyphiRapid‐Tr02, memiliki rata-rata sensitivitas 84% dan spesifisitas 79%.[14]
Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan biopsi histologi dari lesi kulit “rose spots” pada pasien demam tifoid dapat memberikan hasil positif hingga 63% walaupun sebelumnya pasien telah menerima terapi antibiotik. Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah pemeriksaan kultur urin yang umumnya akan ditemukan positif pada minggu ke 2-3 sakit.[1,9]
Pemeriksaan elektrokardiogram, ultrasonografi, enzim hati, analisis urin dan rontgen dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan dan membantu penegakan diagnosa pada kondisi demam tifoid dengan komplikasi.[1]