Diagnosis Tifoid
Diagnosis tifoid yang merupakan baku emas adalah melalui kultur darah, walau demikian pemeriksaan yang umum dilakukan adalah widal yang sudah tidak disarankan untuk dilakukan dan pemeriksaan serologi seperti Tubex yang belum sepenuhnya terbukti secara ilmiah.
Anamnesis
Orang dengan tifoid umumnya datang dengan demam non-spesifik yang makin parah setelah beberapa hari dan tidak ada perbaikan gejala dengan pengobatan suportif. Perlu dipastikan juga mengenai riwayat mengonsumsi makanan dan minuman yang kurang higienis serta paparan terhadap lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
Gejala dapat bervariasi antar individu satu dengan individu lainnya, dari ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran klinis yang khas. Menurut beberapa penelitian, di daerah endemik tifoid, pasien tifoid kebanyakan adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun, mengalami demam yang non-spesifik di mana secara klinis tidak jelas bahwa pasien anak ini terkena infeksi tifoid. [2, 10]
Dalam minggu pertama sakit, keluhan dan gejala yang muncul mirip dengan penyakit infeksi akut pada umumnya namun tifoid memiliki gejala klasik, yaitu:
- Demam yang timbul mengikuti pola stepladderfever, yaitu suhu tubuh yang naik kemudian turun pagi harinya tapi tidak mencapai suhu normal, kemudian berulang secara progresif. Akan tetapi, pola demam ini sudah jarang terlihat
- Diaforesis atau berkeringat banyak setelah demam turun
- Malaise
- Nyeri abdomen menyeluruh dan konstipasi
- Batuk kering dan sakit kepala bagian frontal kepala [1]
Pada minggu kedua, keluhan dan gejala-gejala di atas bertambah intensitasnya dan mulai bermanifestasi dalam pemeriksaan fisik. Pada minggu ketiga, demam bertambah toksik, penderita mengalami anoreksia serta dapat mengalami diare pea soup, yaitu diare cair, kuning kehijauan dan berbau busuk.
Pemeriksaan Fisik
Pada minggu pertama sakit, tanda klinis tifod masih belum khas, mungkin hanya didapatkan suhu badan meningkat.
Pada minggu kedua, tanda klinis menjadi lebih jelas berupa:
- Distensi abdomen
- Rose spotberupa bercak-bercak makulopapul berukuran 1-4 cm, dengan jumlah tidak lebih dari 5, umumnya menghilang dalam 2-5 hari
- Lidah tampak kotor yang khas ditengah dan tepi, sedang ujungnya merah dan tremor
- Teraba bradikardi relatif dan dicrotic pulse (denyut ganda, dimana denyut kedua lebih lemah dari denyut pertama)
- Splenomegali yang lunak
- Hepatomegali
Sedangkan pada minggu ketiga biasanya ditemukan:
- Berat badan menurun selama sakit
- Tampak konjungtiva terinfeksi
- Abdomen lebih membuncit
- Penurunan kesadaran ke dalam typhoid state, yaitu apatis, somnolen, stupor, confusion, dan bahkan psikosis
- Penderita tampak takipneu, dengan denyut nadi teraba kecil dan lemah
- Terdengar krepitasi pada dasar paru
Apabila terjadi komplikasi, akan didapatkan melena, nyeri perut, simptom neuropsikiatrik, ataupun penurunan kesadaran seperti delirium, kurang waspada, stupor, koma, bahkan syok. [2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding tifoid dapat dibuat berdasarkan penyebaran penyakit secara kontinental, yaitu:
- Afrika/Asia: Malaria, Dengue, Toxoplasmosis
- Amerika/Asia: Brucellosis, Leishmaniasis, Rickettsia, Tuberkulosis, Tularemia, Leptospirosis
- Global: Influenza, Appendicitis, Ensefalitis [2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tifoid untuk menegakkan diagnosis dapat dinilai melalui pemeriksaan darah lengkap (complete blood count), widal, serologi, maupun kultur darah.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap (complete blood count) akan didapatkan leukopenia dan neutropenia. Pada anak-anak umumnya terjadi leukositosis yang dapat mencapai 20.000-25.000/mm3. Selain itu, laju endap darah juga akan meningkat.
Bila terdapat trombositopenia, kemungkinan terdapat komplikasi penyakit tifoid yang mengarah kepada disseminated intravascular coagulation (DIC). [1,12,13]
Tes Widal
Tes Widal sudah tidak lagi diakui dunia internasional sebagai serodiagnosis demam tifoid, karena tes ini rendah sensitifitas dan spesifisitasnya. [16] Meski begitu, masih banyak petugas medis dan laboratorium di Indonesia yang menggunakan tes Widal ini, karena mungkin hanya tes ini yang tersedia, dan harganya yang lebih terjangkau. Namun intrepetasi yang benar perlu dilakukan untuk menilai hasil tes ini karena di daerah di mana tifoid merupakan endemik dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang sehat.
Tes Widal mengukur aglutinasi antibodi terhadap antigen H dan O dari Salmonella typhi. Aglutinin titer H dianggap kurang sensitif, dan titer O dianggap lebih spesifik. Sebuah studi di Vietnam menemukan bahwa titer aglutinin H ≥ 100 dan aglutinin O ≥ 200 sudah dapat mendiagnosis tifoid 74% benar, bila dibandingkan dengan baku emas biakan darah yang positif infeksi tifoid. [18]
Di Indonesia, kebanyakan daerah memakai batas titer aglutinin O ≥ 1/320 sebagai batasan yang dianggap menyokong kuat diagnosis tifoid. [17] Perubahan aglutinin titer O dan H sedikitnya empat kali terhadap baseline titer dengan interval lebih dari dua minggu juga dianggap menyokong diagnosis tifoid. [19]
Beberapa faktor dapat memengaruhi hasil tes Widal, antara lain status gizi, antibiotika, obat-obatan imunosupresif, antibiotika, daerah endemik, vaksinasi tifoid, cross-reaction waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit, dan metode tes. [12]
Hasil tes widal positif belum tentu menunjukkan adanya infeksi tifoid dengan menimbang faktor-faktor perancu yang ada, sedangkan hasil tes negatif belum tentu tidak terjangkiti penyakit ini karena antibodi baru akan mulai terbentuk setelah satu minggu sakit.
Biakan Darah (Blood Culture)
Biakan darah merupakan standar diagnosis tifoid yang telah lama diterapkan dalam upaya memastikan adanya bakteri Salmonella typhi dalam darah. [14] Sampel darah diambil pada waktu pasien mengalami demam, sesegera mungkin sebelum pemberian antibiotika. Dengan teknik dan perlakuan yang benar dalam pemeriksaan biakan darah ini, sensitivitasnya dapat mencapai sekitar 73%-97%. [15]
Kultur dari Sampel Lainnya
Selain biakan darah, sampel pemeriksaan kultur dapat diambil dari berbagai organ, cairan, dan jaringan tubuh.
Baku emas utama untuk tifoid adalah biakan sumsum tulang (bone marrow), tapi pemeriksaan ini mahal, prosedur pengambilannya menyakitkan pasien, dan tidak praktis untuk negara-negara berkembang yang justru endemik tifoid [14]. Karenanya, yang umum dilakukan adalah biakan darah karena lebih praktis, meski kurang sensitif dibanding kultur sumsum tulang. [2]
Tes Serologi
Generasi baru tes serologi seperti Typhidot® dan Tubex® belum sepenuhnya terbukti secara ilmiah di Asia [20,21], dan tidak cukup kuat untuk mengevaluasi diagnosis tifoid dalam skala besar pada komunitas di suatu daerah.[1] Typhidot® dan Tubex® secara langsung mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen spesifik Salmonella typhi yang terdapat dalam darah host yang terinfeksi tifoid.
Pemeriksaan serologi lainnya yang lebih menjanjikan adalah antibody-in-lymphocyte-supernatant (ALS) assay, dengan mengambil sampel darah perifer.[16] Reaktifitas ALS terhadap serotipe Typhii membran bakteri diukur dengan mendeteksi IgA menggunakan ELISA. Tes ini positif pada pasien yang dicurigai tifoid secara klinis.
Di Indonesia, tes Tubex dan Widal merupakan dua tes yang umum dilakukan untuk diagnosis tifoid.
Polymerase chain reaction (PCR)
Polymerase chain reaction/ PCR spesifik terhadap pendeteksian organisme dalam darah, namun pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk penelitian (epidemiological research) dan tidak untuk diagnostik. [21]
Pemeriksaan Histologis
Pemeriksaan histologis spesifik sebagai penentu adanya infeksi tifoid dengan pengambilan sampel biopsi dari tifoid nodul yang berlokasi dalam jaringan dan organ tubuh. Secara mikroskopik akan tampak infiltrasi jaringan oleh makrofag (sel-sel tifoid) yang berisi bakteria, eritrosit, dan limfosit yang berdegenerasi. Akan tetapi pemeriksaan ini invasif dan tidak praktis sebagai penentuan diagnosis yang cepat.
Pemeriksaan lainnya
Penderita tifoid yang berlanjut dapat mengalami gangguan protrombin time, activated partial thromboplastin time, dan penurunan kadar fibrinogen. Bila terjadi peningkatan sirkulasi degradasi produk fibrin maka umumnya mengarah kepada keadaan subklinis disseminated intravascular coagulation (DIC).
Enzim hati transaminase (SGOT dan SGPT) dan serum bilirubin bisa meningkat dua kali terhadap nilai rujukan laboratorium. Bisa juga ditemukan hiponatremia dan hipokalemia ringan. Selanjutnya, bila ada kecurigaan klinis bahwa penyakit tifoid ini berlanjut dan telah terjadi perforasi usus maka pemeriksaan radiologi dan CT Scan dapat dilakukan. [12]