Teknik Urinalisis
Teknik standar pengambilan sampel urine untuk urinalisis adalah midstream clean-catch atau pemeriksaan urine 24 jam. Kondisi tertentu dapat memerlukan pengambilan sampel urine melalui kateter atau aspirasi suprapubik.[1,8]
Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus sebelum pengambilan sampel urine untuk urinalisis. Dokter umumnya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terkait kondisi klinis pasien sebelum mengusulkan pemeriksaan. Obat-obatan rutin tetap dikonsumsi seperti biasa, namun pasien perlu menginfokan pada dokter obat-obatan apa saja yang sedang dikonsumsi.[2]
Pasien tidak perlu berpuasa sebelum pemeriksaan kecuali jika urinalisis dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan lain yang membutuhkan puasa. Pasien disarankan untuk banyak minum air putih sebelum pemeriksaan untuk mempermudah buang air kecil.[2]
Terdapat perbedaan antara prosedur pengambilan sampel urine metode midstream clean-catch dan pemeriksaan urine 24 jam.
Midstream Clean-Catch
Pada pasien wanita:
- Jika terdapat perdarahan pervaginam, tampon dapat digunakan untuk mencegah kontaminasi
- Gunakan satu tangan untuk membuka labia dengan dua jari
- Gunakan tangan satunya untuk membersihkan labia dari depan ke belakang dengan povidone-iodine atau swab air sabun, dengan tujuan mencegah kontaminasi oleh sekret vagina
- Bersihkan area sekitar meatus uretra dengan swab baru
- Sambil tetap membuka labia, pasien buang air kecil ke dalam toilet sedikit, kemudian menahan buang air kecil di pertengahan aliran
- Posisikan wadah penampung beberapa sentimeter dari meatus uretra, dan buang air kecil ke dalam wadah sampai setengah penuh
- Lanjutkan buang air kecil ke dalam toilet [1-5,9]
Pada pasien pria:
- Pada pria yang tidak disunat, tarik kulup ke belakang
- Bersihkan kepala penis dengan swab
- Buang air kecil ke dalam toilet sedikit, kemudian tahan buang di pertengahan aliran
- Posisikan wadah penampung beberapa sentimeter dari meatus uretra, dan buang air kecil ke dalam wadah sampai setengah penuh
- Lanjutkan buang air kecil ke dalam toilet [9]
Setelah sampel terkumpul, hindari menyentuh bagian dalam wadah dan tutup wadah dengan rapat.[9]
Pemeriksaan Urine 24 Jam
Prinsip pengambilan sampel untuk pemeriksaan urine 24 jam adalah menampung seluruh urine yang dihasilkan dalam satu wadah khusus selama 24 jam. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
- Pada hari pertama, ketika buang air kecil pertama kali di pagi hari, buang seluruhnya ke dalam toilet
- Setiap kali buang air kecil setelahnya, selama 24 jam, kumpulkan seluruh urine ke dalam wadah. Simpan wadah dalam kulkas ketika tidak digunakan
- Pada hari kedua, ketika buang air kecil pertama kali di pagi hari, tampung seluruhnya ke dalam wadah
- Kembalikan wadah berisi sampel ke tempat pemeriksaan sesuai instruksi [10]
Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan sebelum pengambilan sampel untuk urinalisis adalah sebagai berikut:
- Wadah bersih (jika memungkinkan, steril) untuk menampung urine
- Povidone-iodine atau swab air sabun
- Tampon pada pasien wanita dengan perdarahan pervaginam untuk mencegah kontaminasi (penggunaan tampon jarang di Indonesia) [2,4]
Posisi Pasien
Pada pasien pria, pengambilan sampel urine dilakukan dengan posisi berdiri seperti buang air kecil biasa. Pada pasien wanita, pasien dapat berjongkok atau duduk menghadap bagian belakang toilet. Pada pasien posisi tirah baring, pengambilan sampel dilakukan menggunakan kateter yang diambil midstream.[4,5]
Prosedural
Urinalisis harus dilakukan dalam dua jam setelah pengambilan sampel untuk mendapat hasil yang reliabel. Jika pemeriksaan baru dapat dilakukan setelah dua jam, sampel urine harus ditempatkan dalam kulkas dengan suhu 4 derajat untuk mencegah kolonisasi bakteri.[3,5]
Tabel 1. Nilai Rujukan Normal Urinalisis
Parameter | Nilai Rujukan |
Warna | Kuning |
Kejernihan | Jernih atau sedikit keruh |
pH | 4,5-8 |
Berat jenis | 1,005-1,025 |
Glukosa | <130 mg/dL |
Keton | Negatif |
Nitrit | Negatif |
Leukosit esterase | Negatif |
Bilirubin | Negatif |
Urobilirubin | 0,5-1 mg/dL |
Darah | <3 RBCs |
Protein | <150 mg/dL |
Eritrosit | <2/LPB |
Leukosit | <2-5/LPB |
Epitel | <15-20/LPB |
Silinder | 0-5 cast hialin/LPK |
Kristal | Kadang-kadang ada |
Bakteri | Negatif |
Ragi | Negatif |
Sumber: dr. Krysandryka, 2020.[2]
Elemen makroskopis yang diperiksa dalam urinalisis adalah warna, kejernihan, dan aroma.
Warna normal urine bervariasi dari kuning jernih hingga pekat. Warna urine ditentukan oleh konsentrasi dan komposisi kimia. Kejernihan urine ditentukan oleh senyawa dalam urine, seperti debris seluler, cast, kristal, bakteri, atau protein. Discharge vagina, sperma, dan sekresi prostat juga dapat mempengaruhi kejernihan urine.[2]
Interpretasi Warna Urine
Urine berwarna kuning gelap memiliki konsentrasi lebih tinggi, dan dapat dijumpai pada pasien dehidrasi. Sebaliknya, urine dengan konsentrasi encer berwarna pucat, misalnya pada pasien diabetes insipidus.[2]
Warna urine dapat dipengaruhi obat-obatan, makanan, atau kondisi medis tertentu.
Urine berwarna merah dapat disebabkan:
- Makanan - buah bit, blackberry, rhubarb
- Obat - propofol, klorpromazin, thioridazine
- Kondisi medis - infeksi saluran kemih, nefrolitiasis, hemoglobinuria, porfiria [2,3]
Urine berwarna oranye dapat disebabkan:
- Makanan - wortel, vitamin C, pigmen cairan empedu
- Obat - rifampin, phenazopyridine [2,3]
Urine berwarna hijau dapat disebabkan:
- Makanan - asparagus
- Obat- vitamin B, metilen biru, propofol, amitriptilin
- Kondisi medis - infeksi saluran kemih akibat Pseudomonas spp [2,3]
Urine berwarna biru dapat disebabkan:
- Obat - metilen biru, indometasin, amitriptilin, triamteren, cimetidin (intravena), prometazin (intravena)
- Kondisi medis - blue diaper syndrome (malabsorpsi triptofan) [2]
Urine berwarna ungu dapat disebabkan:
- Kondisi medis - purple urine bag syndrome (bakteriuria pada pasien dengan kateter urine) [2]
Urine berwarna coklat dapat disebabkan:
- Makanan - kacang fava
- Obat - levodopa, metronidazole, nitrofurantoin, primakuin, klorokuin, metokarbamol, senna
- Kondisi medis - sindrom Gilbert, tirosinemia, penyakit hepatobilier [2,3]
Urine hitam dapat disebabkan:
- Kondisi medis - alkaptonuria, melanoma maligna [2,3]
Urine putih dapat disebabkan:
- Obat - propofol
- Kondisi medis - chyluria, pyuria, kristal fosfat [2]
Sampel urine yang belum disentrifus diamati di bawah mikroskop untuk pemeriksaan mikroskopik. Elemen yang diperiksa dalam pemeriksaan mikroskopik urinalisis meliputi: eritrosit, leukosit, cast hialin dan granular, kristal, dan epitel.[8]
Setelah pemeriksaan mikroskopik dilakukan, sampel urine disentrifuge dengan kecepatan 3.000 rpm selama 3-5 menit. Supernatan yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan strip reagen (dipstick) untuk menilai: pH, berat jenis, protein, glukosa, keton, bilirubin, nitrit, leukosit esterase, dan darah. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara bed-side untuk memfasilitasi kecepatan penegakan diagnosis.[8]
Hitung Eritrosit
Nilai hitung eritrosit ≤2/LPB dianggap normal. Definisi hematuria mikroskopik adalah didapatkan 3 atau lebih eritrosit/LPB dalam 2-3 sampel urine.[2]
Hematuria dapat bersifat transien ataupun persisten. Jika ditemukan hematuria (baik transien maupun persisten) pada pasien berusia >50 tahun, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui adanya keganasan.[2]
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hematuria antara lain nefrolitiasis, infeksi saluran kemih, pyelonepritis, glomerulonefritis, dan nefropati imunoglobulin A. Pada hematuria yang disebabkan oleh kelainan di glomerulus, temuan khas pada urinalisis berupa eritrosit dismorfik, cast eritrosit, dan proteinuria (>500 mg/dL).[2]
Hitung Leukosit
Nilai hitung leukosit normal umumnya 2-5/LPB atau kurang. Hitung leukosit tinggi mengindikasikan infeksi, inflamasi, atau kontaminasi. Jenis leukosit yang ditemukan dalam urine umumnya adalah neutrofil.[2]
Leukosit Esterase
Leukosit esterase merupakan enzim dalam leukosit yang dilepaskan ketika sel mengalami lisis. Dalam keadaan normal, terlalu sedikit kandungan leukosit esterase pada urine untuk memberikan hasil positif. Leukosit esterase positif pada urine disebut pyuria.[2]
Pyuria umumnya disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Nefropati akibat analgesik dan infeksi saluran kemih akibat organisme yang tidak berkembang biak dengan kultur standar sebagai contoh: Chlamydia, Mycobacterium tuberculosis, Ureaplasma urealyticum dapat menyebabkan pyuria steril. Kontaminasi pada spesimen urine dapat memberikan hasil positif palsu.[2,3]
Glukosuria
Glukosuria adalah ditemukannya glukosa dalam urine, diakibatkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi atau menurunnya threshold ginjal. Glukosuria didapatkan ketika kadar glukosa darah melebihi 180 mg/dL, membuat tubulus proksimal ginjal tidak dapat mereabsorbsi kelebihan glukosa sehingga diekskresikan dalam urine.[2]
Penyakit yang tersering menyebabkan glukosuria adalah diabetes mellitus. Glukosuria juga sering didapatkan pada kehamilan.[2]
Keton pada Urine
Pada keadaan normal, tidak ditemukan keton pada urine. Keton merupakan hasil metabolisme lemak ketika karbohidrat tidak cukup memenuhi kebutuhan energi tubuh. Jenis keton yang umum ditemukan adalah asam asetoasetat, aseton, dan asam B-hidroksi butirat.[2]
Keton pada urine dapat ditemukan pada kasus diabetes tidak terkontrol, ketoasidosis diabetik, olahraga berat berlebihan, kelaparan, muntah-muntah hebat, dan kehamilan. Penundaan pemeriksaan spesimen urine dapat memberikan hasil negatif palsu.[2,3]
Pemeriksaan Protein Urine Kualitatif
Nilai normal protein urine kurang dari 150 mg/dL, dan tidak terdeteksi oleh dipstick. Tes dipstick hanya dapat mendeteksi protein jenis albumin dengan nilai melebihi 300-500 mg/dL.[2,11]
Pemeriksaan protein urine kualitatif yang lebih akurat adalah tes asam sulfosalisilat (sulfosalicylic acid test/SSA) yang dapat mendeteksi berapa pun nilai protein urine, baik itu albumin, globulin, atau protein Bence-Jones.[2,11]
SSA dilakukan dengan mencampur supernatant urine dan asam sulfosalisilat 3% dengan perbandingan 1:3, lalu kekeruhan larutan dinilai. Interpretasinya adalah sebagai berikut:
- 0 – tidak ada kekeruhan (proteinuria, 0 mg/dL)
Trace – sedikit keruh (proteinuria, 20 mg/dL)
- 1+ - tulisan terbaca melalui spesimen (proteinuria, 50 mg/dL)
- 2+ - tulisan tidak terbaca melalui spesimen (proteinuria, 200 mg/dL)
- 3+ - flokulasi (proteinuria, 500 mg/dL)
- 4+ - presipitat padat/jenuh (proteinuria, ≥1000 mg/dL) [2]
Pemeriksaan protein urine kualitatif tidak cukup sensitif untuk mendeteksi mikroalbuminuria pada nefropati diabetik stadium awal. Karena itu, dibutuhkan pemeriksaan protein urine kuantitatif untuk hasil yang lebih akurat.[11]
Pemeriksaan Protein Urine Kuantitatif
Selain untuk mendeteksi mikroalbuminuria, pemeriksaan protein urine kuantitatif juga dibutuhkan untuk pasien dengan proteinuria persisten atau signifikan.[2]
Pemeriksaan protein urine kuantitatif dapat dilakukan dengan pengambilan sampel urine 24 jam. Namun, pemeriksaan tersebut dinilai membuang waktu, merepotkan bagi pasien rawat jalan, dan sulit dilakukan oleh pasien lansia atau pasien dengan inkontinensia.[2,11,12]
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan rasio protein urine/kreatinin (Pr/Cr) dalam sampel urine sewaktu. Literatur menunjukkan bahwa pemeriksaan Pr/Cr memiliki hasil akurat dan dapat menghindari kesalahan penilaian akibat pengumpulan sampel urine 24 jam.[2,11,12]
Follow Up
Jika urinalisis menunjukkan hasil abnormal, beberapa pemeriksaan lanjutan mungkin diperlukan untuk membantu menentukan sebab kelainan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
Proteinuria
Pasien dengan protein dipstick 3+ atau lebih dapat memiliki proteinuria signifikan. Pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan ditentukan oleh kondisi klinis pasien, dapat berupa pemeriksaan fungsi ginjal, glukosa darah, atau pemeriksaan protein urine kuantitatif.[2,3,13]
Infeksi Saluran Kemih
Pada spesimen urine clean catch pasien wanita, 5 bakteri per lapang pandang besar diperkirakan secara kasar setara dengan 100.000 CFU/mL. Pada pasien simptomatik, hitung koloni lebih dari 100 CFU/mL mengindikasikan adanya infeksi saluran kemih (ISK) yang memerlukan antibiotik.[3,4]
Pemeriksaan lanjutan berupa kultur urine perlu dilakukan pada pasien yang menderita ISK bagian atas, ISK dengan komplikasi, atau ISK berulang. ISK tanpa komplikasi tidak memerlukan kultur urine kecuali jika terapi empiris gagal.[3,4]
Glukosuria
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan glukosuria adalah diabetes mellitus, kehamilan, dan sindrom Cushing. Untuk memastikan diagnosis diabetes mellitus, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa glukosa darah puasa, tes toleransi glukosa oral, dan HbA1C.[2,3,14]
Ketonuria
Keton pada urine dapat ditemukan pada kasus diabetes tidak terkontrol, ketoasidosis diabetik, olahraga berat berlebihan, kelaparan, muntah-muntah hebat, dan kehamilan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menggali keluhan dan gejala klinis yang menyertai diperlukan untuk menegakkan diagnosis.[2,3]
Gross Hematuria
Gross hematuria, yakni urine yang berwarna merah/cokelat, dapat disebabkan oleh kelainan di saluran kemih (batu, infeksi, tumor) kontaminasi urine akibat darah dari sumber lain (menstruasi, hemoroid), dan kondisi lain tanpa ditemukannya eritrosit pada urine (obat-obatan tertentu, buah bit, myoglobinuria, atau hemoglobinuria).[2,3]
Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menggali keluhan dan gejala klinis yang menyertai diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Hematuria Mikroskopik Asimptomatik
Pasien dengan hematuria mikroskopik asimptomatik perlu dievaluasi lebih lanjut untuk mencari etiologi. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan radiologis saluran kemih, dan sistoskopi.[2,3,13]