Prognosis Demam Tifoid
Prognosis demam tifoid saat ini telah jauh lebih baik setelah pengenalan terapi antibiotik. Angka mortalitas telah jauh menurun. Bila tidak menerima terapi yang adekuat, dapat terjadi berbagai komplikasi berat pada pasien demam tifoid, seperti perforasi saluran cerna, pneumonia dan ensefalitis.
Komplikasi
Demam tifoid bila tidak ditangani secara tepat, akan mengalami komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah pada sistem gastrointestinal. Contoh komplikasi sistem gastrointestinal antara lain adalah obstruksi lumen, disentri dan konstipasi. Pada kasus berat dapat terjadi ulserasi dan perdarahan. Selanjutnya setelah terjadi ulserasi, ileum dapat mengalami perforasi.[1,17]
Berdasarkan studi, perforasi saluran cerna merupakan komplikasi utama penyebab mortalitas pada demam tifoid terutama di negara Afrika, satu dari lima pasien dengan komplikasi perforasi saluran cerna mengalami kematian.[1,17]
Komplikasi sistem hematologis pada pasien demam tifoid antara lain dapat terjadi septikemia yang dapat berkembang menjadi kegagalan multiorgan luas. Komplikasi pada organ hepar dapat terjadi komplikasi berupa hepatitis (5-7%), abses hepar dan lien.[1]
Komplikasi di sistem saraf pusat pada demam tifoid pasien dapat mengalami ensefalopati (17% kasus) dengan angka mortalitas hingga 55%. Komplikasi sistem saraf pusat lain antara lain adalah gangguan tidur, psikotik akut, myelitis, meningitis, rigiditas otot, dan defisit neurologis fokal. Komplikasi sistem pernapasan antara lain pneumonia (jarang), abses paru, empyema, dan pembentukan fistula bronkopleural.[1]
Prognosis
Saat ini prognosis demam tifoid telah jauh membaik setelah penemuan antibiotik sebagai lini utama terapi demam tifoid walaupun hingga saat ini demam tifoid masih menjadi beban mortalitas dan morbiditas mayor pada negara di daerah asia selatan dan afrika. Angka mortalitas demam tifoid secara umum saat ini kurang dari 1%.[1]
Salah satu penyebab utama luaran yang buruk pada pasien demam tifoid adalah keterlambatan penanganan karena kondisi demam tifoid yang tidak terdiagnosa akibat tersamarkan dengan kondisi medis lain atau pemberian antibiotik empiris yang tidak sesuai dengan profil sensitivitas strain salmonella setempat.[18]
Bila tidak diterapi, demam tifoid dapat bertahan hingga 3 sampai 4 minggu dan angka kematian berkisar antara 12% dan 30%. Relaps muncul pada 10% yang tidak diterapi dalam 1 hingga 3 minggu setelah pasien menjalani fase penyembuhan dari penyakit, namun umumnya sakit yang diderita lebih ringan. Pasien tersebut selanjutnya dapat mengalami kondisi status karier kronik, yaitu feses dan urin pasien terkontaminasi oleh bakteri salmonella yang dapat bertahan hingga lebih dari satu tahun (5% kasus).[2]