Perbandingan Jenis-Jenis Termometer

Oleh :
dr. Gabriele Jessica Kembuan

Ada berbagai jenis termometer yang dapat digunakan untuk mengukur suhu tubuh sebagai parameter klinis yang penting untuk diagnosis, pemantauan, dan manajemen penyakit. Termometer noninvasif adalah bentuk yang paling banyak digunakan, di mana jenis yang paling disukai adalah termometer kontak elektronik dan termometer inframerah nonkontak. Meski demikian, apa perbedaan dari setiap jenis termometer ini masih jarang diketahui dokter.[1]

Nilai referensi dari suhu tubuh normal masih menjadi perdebatan. Namun, secara umum diketahui bahwa suhu tubuh pusat (core temperature) dan suhu permukaan memiliki perbedaan bermakna. Selain itu, perlu diingat pula bahwa hasil pengukuran suhu tubuh amat bergantung pada area anatomis tempat dilakukan pengukuran. Suhu tubuh juga dapat berubah tergantung pada aktivitas dan waktu dilakukan pengukuran.[2]

termometer

Pengukuran suhu tubuh melalui rektum kerap dianggap sebagai standar baku untuk termometer noninvasif, karena dianggap paling sesuai dengan core temperature. Pada praktiknya, metode ini jarang dilakukan karena menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.[3]

Termometer kaca berisi raksa atau merkuri merupakan jenis yang paling sering digunakan, hingga dilarang pada tahun 2000-an karena efek toksisitas lingkungan dari merkuri. Beberapa jenis termometer yang lazim digunakan saat ini mencakup termometer digital aksila, termometer inframerah timpanik, termometer inframerah arteri temporal, dan termometer inframerah nonkontak.[4]

Termometer Kaca

Termometer kaca terbuat dari kaca yang berisi logam cair (merkuri atau campuran logam cair lainnya) dengan penanda suhu tubuh yang terpatri pada kaca. Dengan memanfaatkan prinsip pemuaian cairan seiring peningkatan suhu, cairan logam dalam termometer dapat digunakan untuk menentukan suhu tubuh.[5]

Penggunaan Termometer Merkuri Sudah Tidak Disarankan

Kebanyakan termometer kaca berisi logam merkuri atau raksa. Namun, termometer merkuri telah dilarang di Uni Eropa pada tahun 2009 dan di Indonesia mulai tahun 2020.[6]

Merkuri elemental merupakan logam yang amat toksik dan dapat diserap melalui inhalasi atau tertelan,  mengganggu berbagai kaskade enzim, protein, dan fungsi membran sel. Efek toksik akan paling jelas terlihat pada sistem saraf pusat dan ginjal.  Inhalasi akut merkuri dapat menyebabkan cedera paru akut dan gangguan gastrointestinal, sedangkan inhalasi kronis dapat menyebabkan gejala neurologis yang memburuk secara bertahap.

Penggunaan termometer merkuri telah dilaporkan sebagai penyebab paparan merkuri yang paling sering pada anak. Jika pecah, merkuri bersifat volatil pada suhu ruangan dan dapat perlahan menguap atau dapat pecah menjadi droplet kecil. Area kontaminasi juga akan menjadi lebih luas jika merkuri dibersihkan dengan metode konvensional, seperti menggunakan sapu atau lap.[7]

Termometer Kaca Galinstan

Selain merkuri, termometer kaca dapat berisi galinstan®, sebuah campuran galidium, indium, dan timah yang bersifat nontoksik. Karena tidak mengandung merkuri, termometer ini tidak dilarang, namun masih tidak lazim ditemukan di fasilitas kesehatan.[8]

Kelebihan dan Kekurangan Termometer Kaca

Kelebihan termometer kaca adalah tidak diperlukannya kalibrasi atau baterai, sehingga memastikan kelancaran penggunaan. Material kaca juga bersifat higienis, antialergi, serta mudah dibersihkan dan disinfeksi. Kekurangan termometer kaca adalah material kaca yang mudah pecah, dan waktu untuk pengukuran suhu yang cukup lama (4-10 menit), sehingga sulit digunakan pada anak dan pasien yang tidak kooperatif.

Selain itu, jika digunakan untuk mengukur suhu secara oral, hasil pengukuran dapat menjadi rancu karena efek makanan panas atau dingin, ataupun adanya lesi di dalam rongga mulut. Sebelum digunakan, termometer kaca harus disiapkan dengan dikebas untuk memastikan logam kembali secara maksimal ke dalam kompartemen penampung, serta dilakukan pencucian atau disinfeksi pada ujung termometer.[9,10]

Akurasi termometer kaca adalah ±0,1, dengan kemampuan mengukur suhu 35,0 derajat Celsius hingga 42,0.  Kemungkinan perbedaan hasil pengukuran suhu antara termometer kaca dan termometer digital adalah sekitar ± 0,2 derajat Celsius.[9,10]

Termometer Digital

Pada termometer digital, pengukuran suhu tubuh dilakukan oleh sirkuit elektronik bernama thermistor (sejenis resistor) yang dapat mengubah impuls temperatur menjadi arus listrik. Termometer digital dapat digunakan untuk mengukur temperatur secara oral, aksila, maupun rektal. Hasil pengukuran dapat diukur dalam 10-15 detik. Kekurangan dari termometer digital adalah ujung termometer yang sering terbuat dari nikel, sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi. Hal ini dapat dihindari dengan menggunakan termometer digital dengan ujung bersepuh emas atau logam mulia lain.[11]

Secara umum, akurasi dari termometer digital dianggap baik. Sebuah meta analisis tidak menemukan adanya perbedaan bermakna hasil pengukuran temperatur rektal antara termometer digital dengan termometer kaca. Oleh karena itu, pengukuran suhu rektal baik dengan termometer kaca maupun digital dianggap sama-sama dapat dijadikan standar baku.[2]

Termometer Inframerah Kontak Membran Timpani

Termometer inframerah telinga mengukur radiasi termal yang dipancarkan oleh membran timpani. Membran timpani dianggap ideal karena memiliki suplai darah arteri yang berasal dari arteri karotis, sehingga dianggap dapat mencerminkan core temperature. Kelebihan jenis termometer ini adalah metode pengukuran yang tidak invasif dan lebih nyaman untuk pasien, serta tersedianya penutup disposable yang dapat diganti untuk setiap pasien.[12,13]

Kekurangan termometer inframerah kontak adalah akurasi pengukuran dapat terganggu oleh beberapa faktor, misalnya retensi serumen atau kondisi anatomis yang menutupi membran timpani. Oleh karena itu, disarankan untuk membersihkan liang telinga, menarik pinna ke superior dan posterior, serta mengarahkan ujung termometer langsung ke permukaan membran timpani saat menggunakan termometer ini. Selain itu, termometer jenis ini memiliki harga lebih tinggi dibandingkan termometer digital dan kaca, memerlukan penggantian baterai dan komponen secara berkala, serta harus dikalibrasi.[12-14]

Suatu meta analisis menunjukkan bahwa hasil pengukuran suhu tubuh dengan termometer timpanik selalu lebih rendah dibandingkan dengan termometer rektal. Pada pasien anak dengan demam, didapatkan rerata perbedaan pengukuran sebesar 0,15℃ dibandingkan dengan termometer rektal. Selain itu, hasil pengukuran sering berbeda pada pengulangan.[14,15]

Termometer Inframerah Kontak Arteri Temporal

Termometer inframerah frontal digunakan untuk mengukur temperatur puncak di sekitar arteri temporal dengan mengukur radiasi inframerah yang dipancarkan oleh kulit di permukaan arteri temporal.[16]

Bukti ilmiah terkait akurasi dari jenis termometer ini masih bervariasi. Penelitian oleh Teran et al menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar -0,20 ± 0,27℃ dibandingkan dengan termometer kaca dengan metode rektal. Namun, sebuah meta analisis menemukan selisih rerata hasil pengukuran yang jauh lebih luas (−1,16 hingga 0,77), sehingga termometer arteri temporal dianggap masih belum dapat menggantikan pengukuran suhu secara rektal.[16,17]

Kelebihan jenis termometer ini adalah waktu pengukuran yang singkat, dan mudahnya dilakukan paparan pada area pengukuran. Namun, kekurangan termometer jenis ini adalah hasil pengukuran yang dapat bervariasi karena penggunaan kosmetika, krim wajah, atau adanya keringat dan rambut.[16,17]

Termometer Inframerah Nonkontak

Termometer inframerah nonkontak bersifat cepat, portabel, mudah digunakan, dan tidak membutuhkan sterilisasi setelah penggunaan, sehingga sering menjadi metode pilihan untuk skrining massal dalam pencegahan penyakit menular. Termometer nonkontak mengukur radiasi termal yang dipancarkan oleh satu titik dan mengubahnya menjadi sinyal elektronik. Titik yang diukur biasanya adalah kulit di atas arteri temporal atau os frontal. Hal yang harus diperhatikan saat penggunaan termometer nonkontak adalah jarak dari titik pengukuran dan lokasi pengukuran.[18]

Studi menunjukkan bahwa akurasi termometer inframerah nonkontak cukup baik, dengan selisih rerata sebesar 0,029 ± 0,01℃ jika dibandingkan dengan termometer rektal. Jika dibandingkan dengan termometer inframerah kontak arteri temporal, terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar 0,2-0,4. Termometer inframerah nonkontak cukup baik dalam skrining demam, dengan sensitivitas dan spesifisitas termometer inframerah nonkontak sebesar 97% dan negative predictive value sebesar 99%.[16,19]

Penelitian pada neonatus juga menunjukkan bahwa termometer nonkontak cukup akurat, dengan rerata selisih temperatur sebesar 0,12 derajat Celsius pada neonatus aterm dan 0,10℃ pada neonatus dalam inkubator jika dibandingkan dengan pengukuran rektal. Meski demikian, perlu diketahui bahwa terdapat data yang menunjukkan bahwa meskipun akurasi termometer nonkontak cukup baik pada suhu di bawah 37,5, selisih hasil pengukuran antara termometer nonkontak dan kontak bertambah pada suhu ≥ 37,5.[16,20]

Kesimpulan

Terdapat berbagai jenis termometer noninvasif yang dapat digunakan untuk mengukur suhu tubuh pasien. Hingga kini, pengukuran suhu rektum dengan termometer kaca maupun digital masih merupakan standar baku. Namun, termometer kaca, terutama yang mengandung merkuri atau raksa, telah ditinggalkan karena potensi risiko toksisitasnya. Termometer digital, termometer inframerah kontak membran timpani, termometer inframerah kontak arteri temporal, dan termometer inframerah nonkontak merupakan alternatif alat pengukuran suhu tubuh yang cepat dan nyaman untuk pasien.

Untuk memperoleh hasil pengukuran yang paling tepat, tenaga kesehatan harus disiplin dalam menggunakan termometer sesuai dengan instruksi pemakaian, melakukan kalibrasi berkala, dan memastikan bahwa ujung termometer berada pada jarak yang tepat dan memperoleh paparan yang baik pada lokasi pengukuran, tanpa terhalang oleh rambut, serumen, maupun pakaian.

Referensi