Diagnosis Tinnitus
Pendekatan diagnosis tinnitus dimulai dengan anamnesis untuk mengevaluasi karakteristik tinnitus, durasi, faktor pencetus, serta gejala penyerta seperti gangguan pendengaran atau vertigo. Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan evaluasi audiologis dan, bila dicurigai penyebab sentral atau vaskular, dapat dilakukan pencitraan seperti MRI atau CT scan kepala.[5,6]
Anamnesis
Dalam anamnesis pasien dengan tinnitus, evaluasi mengenai karakteristik suara yang dirasakan, termasuk lokasi (unilateral atau bilateral), kualitas suara (berdengung, mendesis, berdenyut), intensitas, serta frekuensi dan durasi kemunculannya. Informasi ini membantu membedakan antara tinnitus subjektif dan objektif, serta mengarahkan pada kemungkinan penyebab perifer atau sentral.
Selain itu, perlu ditanyakan apakah tinnitus bersifat terus-menerus atau hilang-timbul, serta apakah terdapat pencetus atau faktor yang memperberat, seperti paparan bising, perubahan posisi tubuh, atau aktivitas fisik. Gejala penyerta juga harus dieksplorasi, seperti adanya gangguan pendengaran, vertigo, nyeri telinga, atau sensasi penuh di telinga, yang dapat mengarah pada etiologi seperti penyakit Meniere, neurinoma akustik (schwannoma akustik), atau otitis media.
Riwayat trauma kepala, infeksi telinga, penggunaan alat bantu dengar, serta paparan terhadap obat ototoksik juga perlu ditanyakan. Selain itu, riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan hipotiroid juga bisa menjadi etiologi sistemik yang berkaitan dengan timbulnya tinnitus.
Gali pula dampak tinnitus terhadap kualitas hidup pasien, termasuk adanya gangguan tidur, konsentrasi, serta kondisi psikologis seperti kecemasan atau depresi. Penggunaan instrumen penilaian seperti Tinnitus Handicap Inventory (THI) dapat membantu menilai tingkat gangguan secara objektif.[5,6,10]
Tabel 1. Derajat Keparahan Tinnitus
Derajat Keparahan Tinnitus | |
Derajat | Deskripsi |
1 | Tidak ada gangguan atau ketidaknyamanan. |
2 | Terkadang mengganggu (misalnya terhadap emosi, kognisi, perhatian, atau pekerjaan), biasanya terjadi saat stress atau keadaan sunyi. |
3 | Sering menyebabkan gangguan, terjadi dalam berbagai situasi. |
4 | Secara terus menerus menyebabkan gangguan, dan terjadi di semua situasi. |
Sumber: dr. Siti Solichatul Makkiyyah, Alomedika, 2025.[5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal mencakup inspeksi dan otoskopi untuk menilai kondisi saluran telinga dan membran timpani, seperti adanya serumen impaksi, perforasi, efusi, atau massa. Temuan pada telinga luar dan tengah dapat mengindikasikan tinnitus konduktif yang memiliki penyebab reversibel, seperti otitis media atau otosklerosis.
Ditemukannya bruit vaskular pada regio temporal, orbita, atau leher dapat mengindikasikan kelainan vaskular seperti fistula arteri-vena, malformasi vaskular, atau stenosis arteri karotis. Palpasi otot-otot temporomandibular dan leher juga penting, terutama jika terdapat riwayat nyeri atau riwayat gangguan sendi temporomandibular yang dapat berhubungan dengan tinnitus somatik.
Evaluasi neurologis diperlukan untuk mengidentifikasi tanda disfungsi saraf kranial atau kelainan serebelar, terutama jika terdapat gejala penyerta seperti vertigo, ataksia, atau asimetri pendengaran. Temuan neurologis fokal dapat mengarahkan pada lesi retrokoklear seperti neurinoma akustik atau patologi batang otak.[5,7,11]
Diagnosis Banding
Tinnitus bukanlah suatu diagnosis tetapi merupakan suatu gejala dari penyakit yang mendasari, sehingga diagnosis banding diarahkan sesuai dengan kemungkinan penyebabnya.
Penyakit Meniere
Pada pasien dengan keluhan tinnitus subjektif unilateral, dengan hasil pemeriksaan otoskopi normal, disertai keluhan penurunan pendengaran dan vertigo, maka pemeriksa sebaiknya memikirkan penyakit Meniere sebagai diagnosis banding.[12]
Otitis Media
Pada keluhan tinnitus subjektif unilateral, disertai dengan keluhan nyeri pada telinga, dan hasil pemeriksaan otoskopi menunjukkan hasil abnormal misalnya terdapat ruptur membran timpani dan tanda infeksi pada telinga tengah, maka pemeriksan dapat memikirkan diagnosis banding otitis media.[12]
Otosklerosis
Otosklerosis merupakan kondisi abnormal tulang pendengaran terutama tulang stapes. Kondisi ini menyebabkan pergerakan tulang pendengaran menjadi terganggu dan dapat menyebabkan gejala penurunan pendengaran, disertai tinnitus. Umumnya keluhan berupa tinnitus subjektif bilateral dengan hasil otoskopi abnormal berupa tanda Schwartze, yaitu kemerahan pada area promontorium.[12]
Palatal Myoclonus
Mioklonus adalah gerakan ritmik, involunter. Palatal myoclonus disebut juga palatal tremor. Gerakan ini terjadi terus-menerus bahkan saat tidur, dan dapat menyebabkan bunyi klik atau berdebar di telinga. Pemeriksa dapat pula mendengar bunyi gerakan ini, dan dapat mengakibatkan tinnitus non-pulsatil.[12]
Idiopathic Intracranial Hypertension
Idiopathic intracranial hypertension (IIH) perlu dicurigai sebagai etiologi tinnitus apabila pasien, terutama perempuan muda dengan obesitas, melaporkan tinnitus pulsatil yang disertai gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala, penglihatan kabur, atau papiledema.[12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak selalu diperlukan dalam semua kasus tinnitus, namun sangat dianjurkan bila ditemukan gejala penyerta, tinnitus unilateral, pulsatil, atau defisit neurologis. Pemilihan pemeriksaan bergantung pada temuan klinis masing-masing pasien.
Secara umum, audiometri bisa menjadi pemeriksaan awal untuk menilai status pendengaran. Pencitraan seperti MRI kepala dipertimbangkan bila dicurigai lesi retrokoklear atau etiologi sentral. Pemeriksaan laboratorium atau vaskular dapat dipertimbangkan pada kasus dengan kecurigaan penyakit sistemik, metabolik, atau kelainan vaskular.[3,5,6]
Audiogram
Audiogram umumnya dilakukan pada semua pasien dengan tinnitus sebagai bagian dari evaluasi awal untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi pola penurunan pendengaran, seperti high-frequency sensorineural hearing loss yang sering ditemukan pada tinnitus akibat paparan bising atau presbikusis.
Temuan audiogram bisa bermanfaat membantu menentukan etiologi perifer, menilai kebutuhan alat bantu dengar, dan mengarahkan indikasi pemeriksaan lanjutan seperti pencitraan bila ditemukan asimetri pendengaran.[5,7]
Pencitraan
Pada tinnitus arterial, CT angiografi dapat menunjukkan gambaran glomus, aneurisma, aterosklerosis, maupun malformasi arteriovenosus. Sementara itu, pada tinnitus vena dapat dilakukan MR angiografi dengan temuan bisa berupa gambaran malformasi arteriovenal, empty sella syndrome, malformasi Arnold-Chiari, stenosis akuaduktus Sylvius, dan divertikula sinus sigmoid.
MRI otak juga bisa dipertimbangkan jika terdapat tanda bahaya seperti tinnitus unilateral, asimetri pendengaran sensorineural, tinnitus pulsatil, atau gejala neurologis fokal. MRI bertujuan untuk mendeteksi kelainan struktural seperti neurinoma akustik, malformasi vaskular, sklerosis multipel, atau lesi intrakranial lain.[5,11]
Instrumen Penilaian
Terdapat beberapa instrumen penilaian yang bisa digunakan untuk mengevaluasi dampak tinnitus pada pasien, yaitu Tinnitus Questionnaire (TQ), Tinnitus Handicap Inventory (THI), dan Tinnitus Functional Index (TFI). TQ memiliki enam domain yaitu gangguan emosional, kognitif, tingkat gangguan, kesulitan pendengaran, dan persepsi, gangguan tidur, keluhan somatik akibat tinnitus. Sementara itu, THI dikembangkan untuk mengukur dampak tinnitus pada kehidupan sehari-hari.
TFI merupakan suatu alat pengukuran yang dikembangkan untuk mengukur tingkat keparahan dan dampak negatif tinnitus, yang dapat digunakan untuk alat diagnostik maupun memantau progresi terapi. TFI menilai keparahan tinnitus terhadap area psikologis seperti perhatian, kekhawatiran, kecemasan, depresi, dan area fungsional seperti pendengaran, kehidupan sosial, dan aktivitas.[5]