Peran Pemeriksaan Radiologi Pada Diagnosis Tinitus Pulsatil

Oleh :
dr.Dhaniel Abdi Wicaksana, Sp.T.H.T.K.L., FICS

Tinitus pulsatil dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pemeriksaan radiologi berperan dalam mendiagnosis etiologinya. Tinitus adalah persepsi akustik seseorang tanpa disertai adanya stimulus suara eksternal. Pada beberapa kasus, suara yang dihasilkan terdengar sebagai suara berdengung atau mendesis yang berbunyi bersamaan dengan detak jantung, keluhan tersebut kemudian disebut tinitus pulsatil.

Tinitus bukan merupakan penyakit namun suatu gejala. Pada banyak kasus, tinitus pulsatil merupakan gejala dari suatu penyakit yang dapat diidentifikasi dengan evaluasi klinis dan pemeriksaan penunjang, termasuk pemeriksaan radiologi.[1-5]

Peran Pemeriksaan Radiologi Pada Diagnosis Tinitus Pulsatil-min

Klasifikasi dan Kemungkinan Etiologi Tinitus Pulsatil

Tinitus dapat dibagi menjadi primer dan sekunder. Tinitus disebut primer bila penyebabnya idiopatik, bisa juga dikaitkan dengan tuli sensorineural bilateral simetrikal. Sementara itu, tinitus disebut sekunder bila terjadi sebagai akibat penyakit lain. Berdasarkan waktu berlangsungnya, tinitus dapat dibagi menjadi akut bila berlangsung selama kurang dari 6 bulan dan kronis bila melebihi 6 bulan.

Selain daripada klasifikasi yang telah disebutkan di atas, tinitus pulsatil sendiri dapat dibagi menjadi sinkronus bila suara terdengar bersamaan dengan detak jantung, dan disebut nonsinkronus bila berbeda dengan detak jantung.[3,6]

Kemungkinan Etiologi Tinitus Pulsatil

Terdapat banyak penyakit yang dapat menjadi etiologi terjadinya tinitus pulsatil. Secara umum, etiologi tinitus pulsatil dikelompokkan menjadi tumor dan penyebab lainnya. Tumor yang sering dikaitkan dengan tinitus pulsatil adalah tumor glomus atau paraglioma yang dapat dibagi lagi menjadi glomus timpanikum bila berada di cavum timpani; glomus jugulare bila berasal dari bulbus jugular; dan glomus jugulotimpanikum bila berasal dari kedua struktur anatomi tersebut. Tumor lain yang dapat menyebabkan tinitus pulsatil adalah hemangioma, schwannoma, meningioma, hemangioperisitoma, dan tumor saccus endolimfatikus.[2,7]

Kemungkinan etiologi nontumor dari tinitus pulsatil adalah :

  • Kelainan arteri : aberrant internal carotid artery (ICA), dehisensi ICA, persistent stapedial artery, aberrant anterior inferior cerebellar artery loopsaterosklerosis, stenosis arteri, dan aneurisma
  • Kelainan vena : divertikulum bulbus jugular, high-riding jugular bulb, dehisensi bulbus jugular, dan idiopathic intracranial hypertension

  • Gabungan kelainan arteri dan vena : fistula dan malformasi arteriovena
  • Kelainan tulang : penyakit Paget dan otospongiosis
  • Lainnya : anemia, hipertiroid, dehisensi kanalis semisirkularis superior, mioklonus, displasia fibromuskular, dan sindrom Horner[2,4,7,8]

Pendekatan Penanganan Kasus Tinitus Pulsatil

Pemeriksaan menyeluruh dan terarah dibutuhkan untuk dapat menegakkan diagnosis terkait tinitus pulsatil, diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang adekuat. Anamnesis perlu dilakukan terkait karakteristik tinitus, serta mencakup hal-hal yang dapat menjadi faktor penyebab seperti riwayat trauma dan permasalahan kardiovaskular. Tanyakan juga adanya keluhan lain yang terkait, misalnya vertigo, gangguan pendengaran, otorrhea, otalgia, dan defisit neurologi.

Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan fisik dengan otoskop akan  menunjukan hasil normal, kecuali pada kasus tumor yang dapat terlihat dari liang telinga. Etiologi vaskular perlu dipikirkan jika tinitus tampak dipengaruhi oleh kompresi vaskular atau jika terdengar bruit saat auskultasi.

Pemeriksaan audiometri nada murni merupakan pemeriksaan standar yang perlu dievaluasi dan akan lebih baik bila dikombinasikan dengan timpanometri. Audiometri nada murni dapat bermanfaat untuk mengevaluasi adanya gangguan dengar dan jenisnya. Sementara itu, timpanometri bermanfaat untuk mengevaluasi keadaan telinga tengah.

Pemeriksaan penunjang dibutuhkan pada sebagian besar kasus tinitus pulsatil, namun pemilihan pemeriksaan lanjutan tersebut tentu membutuhkan dasar yang kuat. Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan adalah pemeriksaan radiologi, mulai dari ultrasonografi (USG), CT Scan, hingga MRI.[2,4,6,7,9,11]

Sekilas Mengenai Tata Laksana

Penanganan tinitus pulsatil adalah secara langsung mengatasi penyebabnya. Misalnya, dengan melakukan embolisasi endovaskular dan ekstirpasi neurosurgikal pada tinitus pulsatil yang disebabkan oleh fistula arteriovenosa dural; ataupun pungsi lumbal atau drainase surgikal cairan serebrospinalis pada kasus hipertensi intrakranial.

Tinnitus retraining therapy merupakan terapi rehabilitasi yang sering dilakukan bagi pasien bersamaan dengan konseling dan cognitive behavioural therapy untuk dapat menciptakan habituasi dan mengurangi respon emosional negatif. Terapi medikamentosa dapat diberikan sesuai dengan faktor penyebab atau penyakit komorbid. Pembedahan menjadi pilihan pada berbagai kasus tumor, kelainan pembuluh darah, atau mioklonus.[6,9,10,12]

Peran Pemeriksaan Radiologi pada Diagnosis Tinitus Pulsatil

Pemeriksaan radiologi merupakan pilihan pemeriksaan penunjang yang paling sering dimanfaatkan karena sebagian besar bersifat noninvasif dan saat ini cukup mudah ditemukan di berbagai pusat layanan kesehatan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik tentu tetap penting dalam proses diagnosis ini, yaitu untuk membantu pemilihan pemeriksaan radiologi yang sesuai dan dapat mengoptimalisasi biaya keseluruhan terapi.[2,3,5]

Magnetic Resonance Imaging (MRI) Sebagai Pemeriksaan Inisial

MRI umumnya merupakan pemeriksaan pilihan pada sebagian besar kasus tinitus pulsatil, karena cost effective, komprehensif, noninvasif dan bebas radiasi. Untuk penapisan etiologi yang mendasari dan mengevaluasi kemungkinan massa jaringan lunak atau patologi intrakranial, evaluasi awal dengan MRI dan magnetic resonance angiography (MRA) direkomendasikan dan telah dilaporkan memiliki akurasi diagnostik yang baik.[2,5]

Biaya pemeriksaan MRI memang lebih besar daripada pemeriksaan CT Scan, namun resolusi  yang superior dan sensitivitas yang tinggi untuk berbagai kelainan dapat membantu klinisi jauh lebih baik dalam mendeteksi penyebab tinitus pulsatil. Kelemahan pemeriksaan MRI adalah suara keras yang diproduksi pada saat proses pemeriksaan, pemeriksaan yang memakan waktu lama, dan kurang baik untuk evaluasi struktur tulang. Pemeriksaan ini juga tentu tidak nyaman bila pasien menderita klaustrofobia.[2,3,5]

Terdapat dua protokol pemeriksaan MRI untuk kasus tinitus pulsatil, yaitu:

  • Protokol MRI dasar yang cepat dengan tujuan untuk penapisan
  • Protokol komprehensif untuk pemeriksaan penapisan dan dilengkapi dengan susceptibility-weighted sequence (SWI) yang bermanfaat untuk evaluasi adanya malformasi arteriovena (AVM)[2,5]

MRI modern telah dilaporkan mampu mengidentifikasi berbagai etiologi tinitus pulsatil, termasuk stenosis sinus venosus dural, tortuous sigmoid sinusaberrant atau lateralisasi arteri karotid, pelebaran vena mastoid, tumor glomus, diseksi arteri, dan malformasi ataupun fistula vena arteri dural. Penggunaan MRI dengan MRA telah dilaporkan meningkatkan sensitivitas diagnostik.[2]

Pemeriksaan Radiologi Untuk Evaluasi Vaskular

MRA serebral masih menjadi baku emas bila tinitus pulsatil terkait dengan kelainan vaskular. Meski demikian, tindakan ini bersifat lebih invasif sehingga dianjurkan menjadi pilihan kedua, yaitu untuk konfirmasi diagnosis atau bila dibutuhkan untuk persiapan sebelum pembedahan. Kelemahan angiografi adalah karena zat kontras yang digunakan dapat mencetuskan reaksi hipersensitivitas dan memiliki efek negatif terhadap fungsi ginjal.

Alternatif pemeriksaan vaskular lain adalah dengan computed tomography angiography (CTA) atau venography (CTV) yang juga baik untuk mengevaluasi struktur anatomi di sekitar pembuluh darah. Namun, karena pemeriksaan ini hanya dapat melihat satu titik tertentu saja saat bolus kontras dilakukan, kemampuan untuk mengevaluasi dinamika aliran darah sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini telah tersedia dynamic CTA atau juga disebut 4D-CTA yang mengkombinasikan pemeriksaan CTA dengan kemampuan evaluasi aliran darah dari dynamic acquisition of digital subtraction angiography (DSA).

Keunggulan 4D-CTA bila dibandingkan dynamic MRA adalah karena 4D-CTA tidak terbatas oleh trade-off antara temporal dan resolusi spasial, namun dosis radiasi harus dijaga serendah mungkin dengan menerapkan teknik penyaringan dan registrasi gambar yang memadai. Perlu diketahui bahwa penggunaan DSA sendiri saat ini telah dikurangi dan dianjurkan hanya dipakai bila pemeriksaan lain tidak mampu mengidentifikasi kelainan vaskular penyebab tinitus pulsatil. DSA juga dapat menjadi pilihan jika digunakan sebagai bagian dari pengobatan, yaitu untuk menentukan angioarsitektur dari suatu malformasi vaskular atau pada embolisasi preoperatif.[2,3,5]

Penggunaan CT Scan dalam Evaluasi Tinitus Pulsatil

Sejak tahun 1980-an, CT Scan banyak menjadi favorit klinisi untuk menunjang diagnosis tinitus pulsatil. Akan tetapi, pemeriksaan yang ekstensif akan menyebabkan pasien terpapar banyak radiasi dan bila digunakan sebagai pemeriksaan tunggal tidak cukup akurat bila dibandingkan MRI.

CT scan menjadi pilihan bila pemeriksaan MRI kontraindikasi, misalnya pada pasien dengan implan koklea atau alat pacu jantung. Pemeriksaan CT Scan digunakan sebagai alat penapisan awal untuk selanjutnya dilengkapi dengan pemeriksaan lain, terutama pemeriksaan yang menggunakan kontras seperti cerebral angiogram.[1-3]

Penggunaan USG dalam Evaluasi Tinitus Pulsatil

Penggunaan pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebagai penunjang proses diagnosis tinitus pulsatil saat ini sangat terbatas. Meskipun ketersediaan USG lebih banyak di fasilitas kesehatan, pemeriksaan ini memiliki resolusi dan detail yang rendah sehingga kurang bermanfaat dalam proses diagnosis tinitus pulsatil. USG dapat dimanfaatkan untuk penapisan kelainan struktur jaringan yang superfisial atau malformasi vaskular superfisial, serta untuk mengevaluasi kelainan dinding pembuluh darah dari arteri karotis.[1,5]

Berbagai Kemungkinan Temuan Radiologi pada Kasus Tinitus Pulsatil

Beberapa contoh temuan radiologi untuk beberapa kelainan terkait tinitus pulsatil antara lain :

  • Lateralisasi sebagian arteri karotid interna (internal carotid artery/ICA) atau adanya “pinched appearance” ICA pada MRA yang menunjukkan adanya aberrant

  • Displasia fibromuskular dapat tampak pada studi angiografi sebagai gambaran ‘string of beads
  • Malformasi arteriovena dapat terlihat pada T2 weighted MRI atau MRA dinamik sebagai jerat vaskular yang tidak simetris
  • Tumor glomus akan terlihat sebagai massa berwarna terang yang dapat menggeser posisi pembuluh darah sekitarnya pada MRI T2
  • Idiopathic intracranial hypertension (IIH) pada MRI T2 dapat menunjukan adanya saraf optik patologis atau diskus optik yang rata. Bila dikombinasi dengan contrast enhanced magnetic resonance venography (MRV), diagnosis dapat tegak bila terdapat penyempitan sinus transversus yang asimetris dan pada pengaturan fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) brain akan terlihat penyempitan ventrikel lateral

  • Paraglioma merupakan lesi yang kaya vaskularisasi dan merupakan salah satu penyebab tersering tinitus pulsatil. CT Scan dan MRI dapat bermanfaat untuk deteksi adanya kelainan ini. Sebagian besar paraglioma timpanik dapat ditemukan di promontorium sebagai massa jaringan lunak berbatas tegas dengan sedikit atau tanpa erosi tulang. Bila paraglioma berada di forumen jugulare atau varian jugulotimpanikum, dapat terlihat erosi tulang yang disebut sebagai “moth eaten” pada pemeriksaan CT Scan[2]

Pada kasus tumor vaskular lain seperti hemangioma, meningioma atau metastasis tulang, CT scan dan MRI dapat dimanfaatkan untuk identifikasi kelainan-kelainan yang ada. Hemangioma osseous dapat menunjukan lesi intraoseus berbatas tegas dengan penebalan trabekular dan preservasi korteks luar dan dalam pada pemeriksaan CT Scan. Meningioma memiliki karakteristik berupa lesi yang menyangat homogen pada pemberian kontras dengan disertai gambaran konfigurasi dural tail. Histiositosis sel Langerhans dapat terlihat sebagai lesi litik dan berlubang pada CT Scan, dan perubahan sinyal pada sumsum tulang yang terkena pada pemeriksaan MRI.[5,7]

Pada kelainan tulang, seperti pada penyakit Paget, CT Scan dan MRI dapat bermanfaat untuk diagnosis dan akan menunjukan gambaran lesi dengan karakteristik sebagai resorpsi osteoklastik, regenerasi osteoblastik, dan pergantian tulang yang terlihat sebagai struktur dengan lesi litik atau sklerotik abnormal. Sementara pada kasus otosklerosis, pemeriksaan paling baik adalah dengan CT Scan dan akan terlihat sebagai lesi tulang hipoatenuasi pada fistula ante fenestram pada kasus otosklerosis fenestral dan halo hipoatenuasi pada area sekitar koklea untuk otosklerosis koklea. MRI kurang bermanfaat pada kasus otosklerosis.[5,7]

Kesimpulan

Etiologi dari tinitus pulsatil sangat beragam, di antaranya adalah kelainan vaskular atau tumor. Berbagai variasi anatomi juga dikaitkan dengan tinitus pulsatil. Diagnosis etiologi pada kasus tinitus pulsatil umumnya memerlukan pemeriksaan penunjang, termasuk pemeriksaan radiologi. Secara umum, MRI disarankan sebagai pemeriksaan inisial yang dapat dikombinasikan dengan MRA jika diperlukan evaluasi vaskular. Pilihan modalitas lain untuk evaluasi vaskular adalah computed tomography angiography (CTA) atau venography (CTV), serta dynamic acquisition of digital subtraction angiography (DSA).

Selain itu, CT scan juga dapat digunakan untuk pemeriksaan awal, utamanya jika didapatkan kontraindikasi MRI, namun modalitas ini umumnya perlu didukung dengan pemeriksaan radiologi lain. USG sudah jarang digunakan karena manfaatnya yang terbatas, tetapi dapat dipertimbangkan untuk evaluasi kelainan struktur jaringan yang superfisial atau malformasi vaskular superfisial, serta untuk mengevaluasi kelainan dinding pembuluh darah dari arteri karotis.

Bila seluruh pemeriksaan lain tidak menunjukan kelainan, maka dapat dipertimbangkan penggunaan 4 dimension computed tomography angiography (4D-CTA), terutama bila terdapat kecurigaan kelainan vaskular. Dynamic acquisition of digital subtraction angiography (DSA) sendiri saat ini telah mulai dikurangi penggunaannya karena sifatnya invasif dan paparan radiasi yang tinggi, namun masih bermanfaat untuk kepentingan terapi.

Pemeriksaan-pemeriksaan radiologi tersebut pemilihannya harus disesuaikan dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik agar menjadi lebih terarah dan agar memenuhi kaidah cost effective, komprehensif, noninvasif, dan rendah radiasi.

Referensi