Penatalaksanaan Tinnitus
Prinsip penatalaksanaan tinnitus berfokus pada identifikasi dan penanganan penyebab yang mendasari. Penatalaksanaan juga perlu mencakup pengurangan persepsi dan dampak tinnitus terhadap kualitas hidup.
Terapi suportif seperti konseling, terapi suara, dan penggunaan alat bantu dengar bisa bermanfaat terutama pada pasien dengan tinnitus akibat gangguan pendengaran. Pendekatan multimodal, termasuk terapi kognitif-perilaku (CBT) dan manajemen stres, bisa bermanfaat pada kasus kronis untuk mengatasi dampak psikologis dan meningkatkan kualitas hidup.[2,6,7]
Intervensi Modifikasi Gaya Hidup
Sebagian besar pasien tinnitus dapat ditangani dengan pendekatan konservatif seperti edukasi, reassurance, serta modifikasi gaya hidup. Pasien bisa diminta untuk mengurangi paparan suara bising, kafein, dan alkohol untuk mengurangi gejala. Penggunaan alat bantu dengar atau distraksi suara dengan white noise telah dilaporkan bermanfaat dalam mengurangi persepsi tinnitus, terutama pada pasien dengan gangguan pendengaran.
Edukasi mengenai pencegahan gangguan pendengaran akibat noise-induced hearing loss juga penting. Pasien perlu dianjurkan untuk menggunakan headphone secara bijak. Pada pasien yang bekerja di tempat yang bising, edukasi mengenai perlindungan pendengaran di lingkungan kerja perlu dilakukan.[6,8,10]
Terapi Kognitif-Perilaku
Terapi kognitif-perilaku atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan pendekatan psikoterapi berbasis bukti yang telah terbukti efektif dalam menurunkan distress psikologis yang berhubungan dengan tinnitus. Berbeda dengan terapi yang menargetkan penghilangan bunyi tinnitus itu sendiri, CBT berfokus pada modifikasi respons emosional dan perilaku pasien terhadap persepsi tinnitus.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa CBT secara signifikan dapat menurunkan keparahan gejala subjektif, meningkatkan kualitas tidur, mengurangi kecemasan dan depresi yang menyertai tinnitus, serta memperbaiki kualitas hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, CBT saat ini direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk pasien dengan tinnitus yang menetap dan mengganggu.
Dalam praktiknya, CBT untuk tinnitus dilakukan melalui sesi konseling terstruktur yang difasilitasi oleh psikolog terlatih, baik secara individu maupun kelompok. Intervensi meliputi edukasi mengenai tinnitus dan mekanisme persepsinya, identifikasi dan restrukturisasi pikiran negatif atau irasional terhadap tinnitus, pelatihan relaksasi, serta pengembangan strategi koping adaptif.
Terapi ini biasanya berlangsung selama 6 hingga 10 minggu, dengan pertemuan rutin yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Integrasi CBT dalam penatalaksanaan tinnitus menjadi penting terutama pada pasien tanpa penyebab medis yang jelas, atau mereka yang mengalami gangguan psikologis sekunder akibat gejala tinnitus.[5,6,8,10,13,14]
Implan Koklea
Pada kasus tinnitus yang berkaitan dengan ketulian berat, implan koklea telah dilaporkan bermanfaat dalam menurunkan persepsi dan distres terkait tinnitus secara signifikan. Oleh sebab itu, tinnitus berat unilateral akibat tuli unilateral dapat menjadi indikasi implantasi koklea.[2,5,6]
Belum Ada Medikamentosa Yang Terbukti Efektif
Berbagai jenis obat mulai dari antidepresan, antikonvulsan, golongan benzodiazepine, GABA-ergik, glutamatergik, pelemas otot, dan golongan obat lain telah diuji untuk tinnitus, tetapi belum ada medikamentosa yang secara spesifik menunjukkan efikasi bermakna. Selain itu, belum ada satu jenis obat yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) atau European Medical Agency (EMA) untuk terapi tinnitus.[5,6]
Tinnitus akut akibat trauma akustik atau tuli sensorineural idiopatik sering diterapi menggunakan steroid oral atau intratimpani. Pemberian lidocaine juga pernah dilakukan, tetapi terbukti kurang bermanfaat karena waktu paruhnya sangat pendek. Hingga kini pedoman terapi tinnitus hanya ditujukan pada terapi komorbiditas yang membersamai, misalnya insomnia, depresi, dan kecemasan.[2,5,6]
Antagonis Reseptor NMDA
Antagonis reseptor NMDA, dengan nama AM101 dan OTO-313, sedang diuji untuk tinnitus. Obat ini memiliki mekanisme aksi mencegah ketulian perifer berkaitan dengan eksitotoksisitas. Paparan bising menginduksi pembengkakan eksitotoksik pada terminal saraf auditori yang menempel pada sel rambut dalam dan mengakibatkan sinaptopati. Proses ini bergantung pada reseptor NMDA, sehingga pemberian antagonis reseptor NMDA diharapkan akan mencegah kerusakan.
AM11 dan OTO-313 diberikan melalui injeksi intratimpani dengan target telinga dalam. Obat ini memiliki target efek akut dari paparan bising. Kedua obat ini berada pada uji klinis fase kedua dan ketiga.[2]
SPI-1005
Obat ini merupakan obat lain yang juga sedang diuji efikasinya untuk tinnitus. SPI-1005 adalah suatu molekul kecil yang didesain untuk meningkatkan aktivitas glutation peroksidase (GPx). Senyawa ini menunjukkan hasil menjanjikan pada pengobatan tinnitus terkait penyakit Meniere.[2]
Tinnitus Retraining Therapy (TRT)
TRT merupakan kombinasi dari konseling dan terapi suara, melalui alat bantu dengar maupun generator suara yang diberikan oleh audiologis dengan protokol khusus, dengan tujuan untuk pembiasaan. Meskipun telah digunakan secara luas, namun bukti efikasi penggunaan TRT masih terbatas.[5,6,14]