Diagnosis Makrosomia
Diagnosis makrosomia bersifat prediktif, yang mana penilaian dilakukan melalui kombinasi anamnesis faktor risiko maternal, pemeriksaan tinggi fundus uteri, serta estimasi berat janin menggunakan ultrasonografi (USG). Tidak ada metode tunggal yang dapat mendiagnosis makrosomia secara pasti sebelum lahir, sehingga keputusan klinis perlu mempertimbangkan temuan obstetri dan kondisi maternal-fetal masing-masing pasien.[1,12,20]
Anamnesis
Tujuan anamnesis pada ibu hamil adalah menilai probabilitas janin besar (suspek makrosomia) dan mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin terlibat. Pada tahap ini, pertanyaan utama yang perlu ditanyakan pada pasien meliputi riwayat diabetes pada ibu, termasuk ada tidaknya pre-existing diabetes mellitus, diabetes gestasional, riwayat pengobatan terutama yang berkaitan dengan metformin dan insulin, serta hasil HbA1c terbaru jika tersedia.
Selain itu, dokter juga perlu mengevaluasi riwayat berat badan prematernal dan kenaikan berat badan saat hamil, serta riwayat obstetrik sebelumnya seperti multiparitas, bayi makrosomik, dan riwayat komplikasi persalinan. Hal lain yang perlu dieksplorasi adalah faktor gaya hidup dan nutrisi, usia maternal, serta kondisi komorbid yang berkaitan seperti hipertensi dan preeklampsia.
Tanyakan juga riwayat makrosomia pada keluarga besar pasien. Ini termasuk kemungkinan adanya riwayat sindrom Beckwith-Wiedemann.[1,3,4,11-13,20]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik antenatal, makrosomia umumnya dicurigai melalui peningkatan tinggi fundus uteri yang melebihi usia kehamilan. Tinggi fundus yang lebih besar dari normal dapat mengindikasikan janin besar, polihidramnion, atau faktor lain seperti kesalahan perhitungan usia kehamilan.
Selain itu, palpasi Leopold dapat menunjukkan kesulitan dalam menentukan bagian janin akibat ukuran janin yang besar atau penurunan mobilitas janin dalam uterus. Namun, temuan ini bersifat subjektif dan memiliki keterbatasan akurasi, terutama pada ibu dengan obesitas atau kehamilan ganda.
Pada saat persalinan, janin makrosomia memiliki bahu yang lebar dan perut yang lebih besar dibandingkan dada, yang meningkatkan risiko distosia bahu. Bayi makrosomia juga memiliki berat lahir ≥4.000–4.500 gram, penumpukan lemak subkutan terutama di daerah bahu, dada, dan punggung, serta wajah yang tampak penuh akibat deposisi lemak berlebih. Pada kasus yang disertai hiperinsulinemia janin, bisa ditemukan hepatomegali dan visceromegali ringan.
Pemeriksaan fisik post-natal perlu mencakup evaluasi tanda-tanda komplikasi akibat makrosomia, seperti cedera pleksus brakialis, fraktur klavikula, atau asfiksia akibat distosia bahu. Selain itu, pengukuran kadar glukosa darah segera setelah lahir penting dilakukan karena risiko tinggi hipoglikemia neonatal.[1,12,20]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding makrosomia meliputi kondisi-kondisi yang juga dapat menyebabkan peningkatan ukuran uterus atau berat janin tampak lebih besar dari usia kehamilan, seperti polihidramnion, kehamilan multipel, dan kelainan kongenital seperti hidrops fetalis.[3,4,11-13]
Polihidramnion
Polihidramnion ditandai oleh peningkatan volume cairan amnion yang dapat menyebabkan tinggi fundus uteri melebihi usia gestasi. Pada palpasi, janin sering kali sulit diraba dengan jelas karena fluktuasi cairan yang dominan. Evaluasi USG diperlukan untuk mengevaluasi banyak cairan amnion dan taksiran berat badan janin.[22]
Kehamilan Multipel
Kehamilan multipel juga perlu dipertimbangkan, terutama pada usia gestasi yang lebih dini, ketika peningkatan ukuran uterus terjadi lebih cepat dari normal. Kondisi ini dapat dibedakan melalui pemeriksaan ultrasonografi yang menunjukkan adanya lebih dari satu janin serta jumlah ekstremitas atau denyut jantung janin yang berlebih.[23]
Hidrops Fetalis
Kelainan kongenital seperti hidrops fetalis dapat menyebabkan janin tampak besar akibat penumpukan cairan generalisata. Untuk membedakan dari makrosomia, dapat dilakukan ultrasonografi kehamilan.[24]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk melakukan estimasi berat janin prenatal, penilaian risiko komplikasi, dan konfirmasi post-natal.[3,4,11-13]
USG Kehamilan
Untuk pemeriksaan prenatal, dilakukan pemeriksaan USG untuk mengukur estimated fetal weight (EFW). Namun, margin kesalahan USG bisa mencapai 10% bahkan bisa lebih terutama pada janin dengan berat ekstrem. Oleh karena itu, jika diperlukan pengukuran EFW yang akurat (misal pada ibu diabetik dengan keputusan manajemen kritis), dapat dipertimbangkan penggunaan MRI fetalis untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat.[1,12,20]
Pemeriksaan Masa Post-Natal
Pada fase post-natal, konfirmasi berat lahir bayi harus dilakukan sesegera mungkin, idealnya di bawah satu jam. Jika berat bayi ≥4.000-4.500 g, maka dapat dikonfirmasi bayi tersebut masuk klasifikasi makrosomia.
Setelah melakukan konfirmasi berat lahir, lakukan pemeriksaan fisik neonatal menyeluruh dengan menginspeksi kemungkinan trauma lahir seperti fraktur klavikula, fraktur mandibula, hematoma, laserasi mukosa oral, cedera pleksus brakialis, hingga distosia bahu. Pantau juga tanda-tanda asfiksia atau respiratory distress.
Selanjutnya, pada 24 jam pertama kehidupan bayi, perlu dipantau gula darah untuk melakukan skrining hipoglikemia neonatal. Selain gula darah, pemeriksaan laboratorium lain juga diperlukan untuk melihat hematokrit atau pemeriksaan polisitemia dan kalsium seru. Jika dicurigai ada fraktur tulang akibat trauma neonatal, dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan radiograf.[1,3,4,11-13]