Patofisiologi Makrosomia
Patofisiologi makrosomia umumnya melibatkan kelebihan transfer glukosa darah dari ibu dengan diabetes gestasional ke janin. Kadar glukosa yang berlebih ini kemudian akan mengaktifkan sel beta pankreas dan menyebabkan hiperinsulinemia janin. Insulin berperan sebagai anabolik kuat, yang dapat merangsang sintesis protein, lipogenesis, dan penimbunan glikogen, sehingga meningkatkan massa lemak dalam tubuh janin.
Selain faktor diabetes gestasional, makrosomia juga dapat terjadi akibat obesitas maternal yang akan meningkatkan kadar asam amino dan lipid yang akan merangsang pertumbuhan janin, kehamilan post term, multiparitas, dan faktor genetik yang memengaruhi suplai nutrisi serta growth factor janin.
Keseluruhan proses yang terkenal dengan nama Pedersen’s Hypothesis ini kemudian akan menghasilkan berat badan janin berlebih dengan distribusi lemak subkutan dan viseral yang khas, yaitu terkonsentrasi pada bahu dan tubuh bagian atas. Kondisi ini akan meningkatkan risiko distosia bahu saat proses persalinan.[1-6]
Dampak pada Ibu
Secara patofisiologis, makrosomia pada ibu hamil berkaitan erat dengan resistensi insulin dan hiperglikemia maternal yang meningkatkan transfer glukosa ke janin, sehingga memicu hiperinsulinemia janin dan pertumbuhan berlebih. Kondisi ini meningkatkan beban metabolik maternal dan memperberat disfungsi endotel.
Ukuran janin yang besar juga menyebabkan peregangan uterus berlebihan, menurunkan kontraktilitas miometrium, dan meningkatkan risiko atonia uteri serta perdarahan postpartum. Selain itu, makrosomia meningkatkan kemungkinan distosia bahu dan trauma jalan lahir yang berujung pada kebutuhan intervensi obstetri invasif seperti seksio sesarea.[1,20]
Dampak pada Janin
Makrosomia tidak hanya menyebabkan pertumbuhan somatik berlebih tetapi juga meningkatkan risiko hipoksia relatif akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jaringan dan suplai plasenta. Setelah lahir, hiperinsulinemia persisten dapat menyebabkan hipoglikemia neonatus dan hiperbilirubinemia. Ukuran janin yang besar juga meningkatkan risiko trauma lahir, terutama cedera pleksus brakialis dan fraktur klavikula.[1,20]
Dampak pada Orofasial
Makrosomia akibat hiperinsulinemia janin berhubungan dengan hipertrofi jaringan lunak orofasial, termasuk makroglosia dan penebalan otot pipi serta rahang yang memberi ciri wajah khas makrosomik. Penurunan jumlah kelenjar saliva minor menyebabkan sekresi saliva berkurang dan meningkatkan risiko xerostomia, kerusakan mukosa, serta karies.
Hiperglikemia maternal kronis juga memengaruhi ekspresi genetik yang mengatur pertumbuhan tulang dan otot wajah, menyebabkan rahang retrognatik, palatum tinggi dan sempit, serta maloklusi seperti open bite dan crossbite. Selain itu, lingkungan intrauterin hiperglikemik dapat mengganggu odontogenesis, mengakibatkan keterlambatan erupsi gigi dan defek struktur enamel seperti hipoplasia dan opasitas rendah.[1-6]