Panduan E-Prescription Insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Panduan e-prescription insulin pada penanganan diabetes mellitus tipe 2 ini dapat digunakan Dokter saat akan memberikan resep medikamentosa secara online.

Dokter layanan primer berperan penting dalam penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2 yang angka kejadiannya semakin meningkat. Tujuan utama penatalaksanaan diabetes adalah mencapai kendali glikemik, yang ditentukan dengan target HbA1c <7%, guna mencegah terjadinya komplikasi seperti penyakit arteri koroner, stroke, retinopati diabetik, gagal ginjal, dan penyakit kaki diabetik.[1,2]

Terapi insulin diindikasikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 apabila penggunaan obat hipoglikemik oral secara maksimal, yakni kombinasi 3 atau 4 jenis obat antidiabetes pada dosis tertinggi yang dapat ditoleransi, tidak berhasil mencapai target HbA1c. Insulin juga diindikasikan pada kondisi HbA1c yang tinggi (lebih dari 10%) disertai komplikasi hiperglikemia.[3]

Hambatan dalam Memulai Terapi Insulin

Dokter, dan terkadang juga pasien, sering enggan memulai terapi insulin karena berbagai faktor. Banyak dokter memiliki keterbatasan pengetahuan mengenai cara memulai dan melakukan titrasi terapi insulin, atau pernah menerima informasi keliru tentang terapi insulin. Penting untuk mengenali hambatan-hambatan ini dan mengatasinya melalui edukasi, agar pilihan terapi insulin dapat digunakan secara optimal demi meningkatkan luaran pasien.[4,5]

Hambatan pada dokter:

  • Kekhawatiran terhadap hipoglikemia

  • Ketidakbiasaan dengan terapi insulin, jenis-jenis insulin, perangkat injeksi, serta cara mengelola titrasi dosis
  • Asumsi bahwa pasien tidak ingin melakukan injeksi atau memiliki ketakutan terhadap jarum suntik
  • Kekhawatiran bahwa tata laksana insulin terlalu kompleks.[5,6]

Hambatan pada pasien mencakup:

  • Ketakutan terhadap rasa nyeri akibat suntikan
  • Kekhawatiran akan kebutuhan pemantauan mandiri glukosa darah (SMBG) yang lebih sering
  • Ketakutan terhadap hipoglikemia
  • Anggapan bahwa jadwal penggunaan insulin merepotkan
  • Kekhawatiran akan kenaikan berat badan
  • Perasaan gagal dalam mengendalikan diabetes secara mandiri
  • Ketidakbiasaan dengan perangkat injeksi insulin
  • Keyakinan yang tidak ilmiah bahwa insulin dapat menyebabkan amputasi, gagal ginjal, atau kebutuhan dialisis
  • Kekhawatiran mengenai biaya pengobatan.[4,7-9]

Jenis Insulin untuk Penanganan Diabetes Mellitus Tipe 2

Insulin basal kerja panjang yang diberikan sekali sehari direkomendasikan untuk pasien diabetes mellitus tipe 2.

Insulin glargine

Insulin detemir

Degludec juga merupakan jenis insulin kerja panjang lain, dengan dosis dan titrasi yang sama seperti glargine.

  • Merek dagang: Tresiba®

Insulin kerja sangat panjang yang diberikan sekali seminggu telah disetujui oleh FDA, tetapi belum tersedia di Indonesia. Terapi ini diperkirakan akan menjadi salah satu alternatif tambahan bagi pasien diabetes mellitus tipe 2 di masa mendatang.

Selain itu, agonis reseptor GLP-1, seperti semaglutide, liraglutide, dan tirzepatide, juga merupakan sediaan injeksi yang dapat meningkatkan kontrol glikemik dengan manfaat tambahan berupa penurunan berat badan. Namun, mengingat keterbatasan pasokan, harga yang relatif tinggi, dan masih membatasi distribusi online, terapi tersebut tidak dimasukkan dalam panduan ini.[2,3,10]

Cara Memulai Terapi Insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2

Insulin dapat diberikan sebagai terapi awal maupun sebagai tambahan terhadap obat hipoglikemik oral yang sudah digunakan sebelumnya. Terapi insulin dapat dimulai oleh dokter layanan primer maupun oleh dokter spesialis. Edukasi pasien mengenai cara penggunaan insulin, tanda dan tata laksana hipoglikemia, titrasi dosis, serta target terapi merupakan bagian integral dari peresepan insulin.

  • Dosis awal insulin glargine atau insulin detemir adalah 10 unit/hari (0,1–0,12 unit/kg), yang diberikan menggunakan pre-filled pen injector pada malam hari.

Pemantauan dan Titrasi Terapi Insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2

Terdapat berbagai rejimen untuk titrasi insulin pada diabetes mellitus tipe 2. Jadwal titrasi perlu mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian target kendali glikemik, risiko hipoglikemia, kemudahan pemberian, serta tingkat pemahaman pasien. Berikut adalah jadwal titrasi yang mempertahankan keseimbangan faktor-faktor tersebut, mudah dikomunikasikan ke pasien, punya perhitungan dosis simpel, serta memungkinkan tercapainya target terapi.[3]

Pemantauan

Pasien yang memulai terapi insulin memerlukan glukometer rumahan untuk mengukur kadar gula darah puasa. Untuk menjaga rejimen tetap sederhana, pasien dianjurkan memeriksa dan mencatat kadar gula darah saat bangun di pagi hari, sebelum makan dan minum. Meski idealnya dilakukan setiap hari, frekuensi minimal yang disarankan adalah 3 kali/minggu. Hasil pengukuran digunakan untuk menilai kendali glikemik dan menyesuaikan dosis insulin.[3,11-13]

Titrasi

Setelah pasien menggunakan 10 unit insulin glargine pada malam hari selama 7 hari pertama, perlu dilakukan evaluasi kendali glikemik dan titrasi insulin. Evaluasi dilakukan dengan meninjau catatan hasil glukosa darah puasa pasien.

Langkah-langkah titrasi:

  1. Tinjau 3 hasil pemeriksaan terakhir kadar glukosa darah puasa.
  2. Hitung nilai rata-rata (mean) dengan rumus:

Rata-rata = Jumlah seluruh hasil pemeriksaan glukosa darah
Jumlah pemeriksaan yang dilakukan

Contoh perhitungan:

Rata-rata = (168 + 187 + 221) ÷ 3
= 576 ÷ 3
= 192 mg/dl

Dosis insulin glargine dapat disesuaikan berdasarkan nilai rata-rata glukosa darah puasa:

  • <80 mg/dl: turunkan dosis sebanyak 3 unit
  • 80–110 mg/dl: tidak ada penyesuaian
  • >110 mg/dL: naikkan dosis sebanyak 3 unit

Contoh penyesuaian dosis:

Jika rata-rata glukosa darah puasa adalah 192 mg/dL, maka dosis insulin glargine dinaikkan menjadi 13 unit. Penyesuaian dosis ini diulangi setiap minggu hingga tercapai target glukosa darah puasa 80–100 mg/dl yang stabil, serta HbA1c <7%. Definisi stabil adalah hasil glukosa darah puasa berada dalam rentang target selama ≥2 minggu berturut-turut tanpa episode hipoglikemia.[14,15]

Cara Penggunaan Pena Insulin

Pasien sebaiknya menerima pelatihan secara langsung atau berbasis video mengenai cara penggunaan pena insulin. Evaluasi tindak lanjut penting dilakukan agar pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan pena insulin dengan benar serta dipastikan melakukan injeksi secara aman dan efektif. Pena insulin memiliki keunggulan karena menggabungkan obat dan alat suntik dalam satu perangkat.

Langkah-langkah umum penggunaan pena insulin adalah:

  1. Pasang jarum baru: Pilih jarum ukuran pendek dan diameter kecil. Perlu diingat bahwa semakin besar angka gauge (G), semakin kecil ukuran jarumnya. Misalnya, jarum 31G lebih kecil daripada jarum 29G.
  2. Putar dosis sesuai kebutuhan.
  3. Suntikan insulin secara subkutan.
  4. Buang jarum setelah digunakan.[16,17]

Cara Injeksi Pena Insulin

Area abdomen merupakan lokasi yang paling disarankan untuk injeksi mandiri karena mudah dijangkau dan memiliki suplai darah yang baik pada jaringan subkutan. Area tubuh lain yang dapat digunakan adalah paha atau lengan atas.

Penting untuk melakukan injeksi pada area yang sama secara konsisten, karena kecepatan absorpsi insulin berbeda-beda pada tiap area injeksi. Penggunaan pada area yang berbeda-beda dapat mempersulit interpretasi hasil dan menyulitkan perhitungan dosis baru pada saat titrasi.

  • Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum memegang obat maupun melakukan injeksi.
  • Penggunaan alcohol swab tidak diperlukan. Alkohol dapat menurunkan jumlah bakteri kulit tetapi tidak terbukti menurunkan angka infeksi. Sebaliknya, penggunaan alcohol swab dapat meningkatkan biaya serta membuat kulit menjadi lebih keras dalam jangka panjang. Jika alkohol digunakan, tunggu hingga kering sebelum menyuntikkan insulin.
  • Gunakan jarum baru untuk setiap injeksi.
  • Tusukkan jarum dengan cepat, lalu suntikkan insulin secara perlahan untuk mengurangi rasa nyeri. Jangan mengubah sudut jarum saat memasukkan maupun menarik jarum keluar.
  • Lakukan rotasi lokasi injeksi: bagi area injeksi menjadi kuadran dan gunakan satu kuadran per minggu. Lokasi injeksi diberi jarak sekitar 1 cm untuk menghindari trauma ulang jaringan.[16-18]

Cara Penyimpanan Pena Insulin

Pena insulin yang belum digunakan harus disimpan di lemari pendingin tetapi bukan di dalam freezer. Pena insulin yang sedang digunakan dapat disimpan pada suhu ruang, namun jangan diletakkan di tempat yang sangat panas, seperti di dalam mobil atau di bawah sinar matahari langsung. Ingat pula untuk menyimpan insulin di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak.[19]

Komplikasi dan Pemecahan Masalah Terkait Penggunaan Insulin

Salah satu kekhawatiran dan masalah yang paling sering muncul adalah hipoglikemia. Selain itu, pasien juga mungkin mengeluhkan adanya rasa seperti keras di tempat injeksi, atau mengeluhkan cairan insulin tampak keluar lagi dari lokasi injeksi.

Hipoglikemia

Sebelum memulai terapi insulin, edukasi pasien mengenai hipoglikemia. Gejala hipoglikemia dapat bervariasi antar pasien maupun pada tingkat kadar glukosa darah yang berbeda. Jika pasien mengalami gejala yang mengarah pada hipoglikemia, pasien dianjurkan untuk segera memeriksa kadar glukosa darah. Bila glukometer tidak tersedia, pasien dianjurkan segera mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung glukosa.

Definisi:

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah <70 mg/dL (atau pada beberapa alat ukur ditampilkan sebagai ‘Lo’). Gejala hipoglikemia dapat berupa rasa lapar, sakit kepala, lelah, iritabilitas, konfusi, berkeringat, kulit terasa lembap, kehilangan kesadaran, kejang, hingga koma.

Tata Laksana Awal Hipoglikemia:

Pada pasien yang masih sadar, terapi awal adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung glukosa. Untuk orang dewasa, diberikan sekitar 15 gram karbohidrat kerja cepat, misalnya:

  • 120 ml (1 gelas kecil) jus atau minuman bersoda manis
  • Teh dengan 1 sendok makan gula
  • 1 sendok makan gula pasir
  • 8 buah permen keras.

Setelah 15 menit, kadar glukosa darah harus diperiksa ulang. Bila hasil masih <70 mg/dL, ulangi pemberian 15 gram glukosa hingga kadar glukosa darah mencapai >70 mg/dL.

Lakukan identifikasi penyebab timbulnya hipoglikemia, seperti:

  • Melewatkan atau menunda waktu makan, atau berpuasa
  • Aktivitas fisik/olahraga intens
  • Konsumsi alcohol
  • Dosis obat berlebih: misalnya dosis ganda, dosis meningkat (fase titrasi)
  • Infeksi
  • Interaksi obat baru
  • Perubahan signifikan pada rutinitas: misalnya kerja shift, begadang untuk tugas atau pesta, atau penerbangan jarak jauh dengan perubahan zona waktu.[11,20]

Nyeri, Rasa Keras, atau Benjolan pada Lokasi Injeksi

Keluhan tersebut bisa disebabkan oleh lipodistrofi, baik itu lipoatrofi maupun lipohipertrofi. Lipoatrofi adalah kerusakan atau penyusutan jaringan lemak subkutan, yang diduga terjadi akibat respon imun terhadap beberapa komponen dalam larutan insulin, namun kini lebih jarang ditemukan karena penggunaan insulin manusia murni dan analog insulin yang lebih terpurifikasi.

Lipohipertrofi adalah penebalan atau terbentuknya benjolan (keras maupun lunak) pada jaringan lemak subkutan. Kondisi ini biasanya terkait dengan injeksi pada lokasi yang sama secara berulang atau penggunaan jarum suntik yang berulang. Rotasi lokasi injeksi serta penggantian jarum secara teratur dapat membantu menurunkan risiko terjadinya kondisi ini.

Menyuntikkan insulin pada area dengan lipodistrofi dapat memengaruhi absorpsi obat dan menimbulkan variabilitas kadar glukosa darah, yang dapat menyebabkan hiperglikemia maupun hipoglikemia yang tidak dapat dijelaskan.[21,22]

Kebocoran

Pasien mungkin melaporkan terjadi kebocoran insulin, baik dari lokasi injeksi maupun dari jarum. Jika kebocoran terjadi, sarankan untuk meninggalkan jarum tetap berada di dalam kulit selama beberapa detik (misalnya menghitung sampai 5 atau lebih) sebelum jarum ditarik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah obat yang hilang akibat kebocoran ini tidak bermakna secara klinis sehingga tidak memengaruhi kendali glikemik secara keseluruhan.[23]

Kenaikan Berat Badan

Kenaikan berat badan yang berhubungan dengan terapi insulin bervariasi antara 0-5 kg dalam berbagai penelitian. Meski kenaikan berat badan sering membawa kekhawatiran terkait penggunaan insulin, bukti yang jelas mengenai dampak medis negatif dari kenaikan berat badan tersebut masih belum ada.[24]

Kombinasi Obat Antidiabetes Oral dengan Insulin

Pasien diabetes mellitus tipe 2 umumnya memulai terapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO) sebelum penggunaan insulin, kecuali pada kasus dengan HbA1c awal yang sangat tinggi atau hiperglikemia simtomatik. Secara umum, OHO dapat dilanjutkan pada pasien yang mulai mendapat terapi insulin karena kombinasi tersebut terbukti menurunkan HbA1c lebih besar, kebutuhan insulin harian lebih rendah, serta tidak meningkatkan risiko efek samping, kecuali:

  • Thiazolidinedione, seperti pioglitazone, bila dikombinasikan dengan insulin dapat menyebabkan kenaikan berat badan lebih besar, edema, dan peningkatan risiko hipoglikemia.
  • Acarbose bila dikombinasikan dengan insulin meningkatkan risiko gejala gastrointestinal.
  • Kombinasi sulfonilurea, seperti glibenclamide dan glimepiride, dengan insulin bisa meningkatkan risiko hipoglikemia tetapi juga telah dilaporkan meningkatkan kendali glikemik dan membuat tercapainya target HbA1c lebih cepat. Penelitian menunjukkan penggunaan kombinasi ini aman pada sebagian besar pasien, tetapi perlu dihindari pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia.
  • Metformin bila dikombinasikan dengan insulin terbukti menurunkan kebutuhan dosis insulin harian dan memberikan kendali glikemik yang lebih baik.[3,25,26]

Edukasi dan Tata Laksana Faktor Risiko Lain

Tujuan utama penatalaksanaan diabetes adalah mencapai kendali glikemik jangka panjang untuk menurunkan risiko komplikasi. Target pengendalian hiperglikemia adalah HbA1c <7%, yang dicapai melalui kombinasi farmakoterapi, diet, dan olahraga. Selain kendali glikemik, faktor risiko lain terhadap aterosklerosis juga harus ditinjau dan ditangani, antara lain:

  • Tekanan darah dengan target <140/90 mmHg[3,11,17]

Edukasi Pasien Terkait Penggunaan Insulin

Jenis insulin tidak dapat dipertukarkan. Kesalahan dapat terjadi pada saat peresepan atau penyerahan obat, sehingga pasien perlu memeriksa setiap pena insulin baru yang diterima dan memastikan bahwa jenis insulin sesuai. Bila terdapat keraguan, pasien dapat mengirim foto pena insulin atau kemasan kepada dokter untuk memastikan kebenaran obat.

Pasien yang menggunakan insulin harus selalu memastikan bahwa dokter yang merawat mengetahui status penggunaannya, khususnya saat ada obat baru yang diresepkan, karena beberapa obat dapat menimbulkan interaksi yang menyebabkan hipoglikemia maupun hiperglikemia.[3,11,17]

Referensi