Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Diagnosis Osteoporosis general_alomedika 2021-07-02T16:09:43+07:00 2021-07-02T16:09:43+07:00
Osteoporosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Osteoporosis

Oleh :
Debtia Rahmah
Share To Social Media:

Diagnosis definit osteoporosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan densitas tulang dengan skor T <-2.5. Anamnesis yang mengarah pada osteoporosis adalah adanya keluhan nyeri kronik, deformitas, fraktur dengan trauma energi rendah, serta ada tidaknya penyakit dasar atau konsumsi obat-obatan yang dapat mengakibatkan osteoporosis. Sementara itu, pemeriksaan fisik meliputi tinggi badan, postur tubuh, serta ada tidaknya fraktur.

Anamnesis

Keluhan yang sering timbul berupa nyeri kronik intermiten pada tulang baik pada tulang punggung maupun tulang lainnya, perubahan postur tubuh misal kifosis dorsal maupun pengurangan tinggi badan, serta penurunan performa fisik termasuk fungsi respirasi. Patah tulang akibat trauma energi rendah juga menunjang anamnesis. Selain itu perlu ditanyakan faktor risiko terkait osteoporosis. [1,6]

International Osteoporosis Foundation mengeluarkan list anamnesis tes semenit risiko osteoporosis yang terdiri atas sepuluh pertanyaan berikut.

  1. Apakah orang tua Anda pernah didiagnosa mengalami osteoporosis  atau pernah mengalami patah tulang panggul karena terjatuh atau tabrakan relatif ringan (minor bump) ?
  2. Apakah Anda pernah patah tulang akibat terjatuh atau tabrakan relatif ringan?
  3. Apakah pernah minum obat kortikosteroid dalam jangka waktu lebih dari tiga bulan?
  4. Apakah tinggi badan Anda telah berkurang lebih dari 3 cm?
  5. Apakah Anda secara teratur minum minuman beralkohol?
  6. Apakah Anda merokok lebih dari 20 batang sehari?
  7. Apakah Anda sering menderita diare?
  8. Apakah Anda mengalami menopause sebelum usia 45 tahun ? (khusus untuk wanita)
  9. Apakah haid pernah terhenti selama 12 bulan atau lebih, kecuali karena hamil atau menopause? (khusus untuk wanita)
  10. Apakah Anda pernah menderita impotensi, libido menurun atau gejala lain yang berhubungan dengan tingkat testosteron yang rendah? (khusus untuk pria) [9]

Jika salah satu jawaban pertanyaan di atas adalah ” Ya” , orang tersebut berisiko terkena osteoporosis. Lanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk osteoporosis.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dasar untuk osteoporosis meliputi pemantauan tinggi badan dan postur tubuh. Osteoporosis pada tulang punggung dapat memperlihatkan kelainan postur berupa dorsal thoracic kifosis. Selain itu pemeriksaan untuk mendeteksi ada tidaknya fraktur. [6] 

Diagnosis Banding

Diagnosis banding osteoporosis di antaranya:

Osteomalasia

Pada osteomalasia, komposisi mineral tulang berkurang. Kalsifikasi terlalu sedikit sedangkan osteoid (matriks yang tidak mengalami kalsifikasi) meningkat. Konsistensi tulang lunak dibandingkan dengan tulang normal. Pada pemeriksaan lab kadar alkali fosfatase serum meningkat. [17]

Osteopenia

Osteopenia merupakan tanda dini pengurangan massa tulang sebelum mencapai kondisi osteoporosis. Osteopenia ditandai dengan kepadatan massa tulang (BMD) -1 sampai -2,5. [1]

Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan tulang akibat mutasi genetik kolagen tipe I. Peranan kolagen tersebut salah satunya dalam pembentukan tulang. Mutasi genetik menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kolagen yang berakibat pada gangguan osteogenesis periosteal dan endosteal. Seluruh tulang menjadi rapuh dan rentan fraktur. Selain penurunan massa tulang, penderita osteogenesis imperfecta juga dapat mengalami deformitas tulang progresif, perawakan pendek, sklera biru, instabilitas sendi. [18]

Kelainan Tulang Metastasis

Metastasis keganasan pada tulang mengakibatkan osteolitik. Tulang menjadi rapuh dan rentan fraktur. Gejala nyeri tulang juga dikeluhkan pada metastasis tulang. [1] Osteoporosis senilis sering kali bermanifestasi pada tulang vertebra. Pemeriksaan radiologi dapat membantu membedakan osteoporosis senilis pada vertebra dengan keganasan. Pada gambaran radiologi konvensional, gambaran destruksi tulang disertai massa jaringan lunak pada posterior badan vertebra cenderung mengindikasikan keganasan. Pada pemeriksaan magnetic resonance (MRI) dapat ditemukan destruksi tulang disertai massa jaringan lunak dengan/tanpa massa epidural. [12]

Osteodistrofi Renal

Pada osteodistrofi renal terjadi peningkatan laju pergantian tulang yang dipicu peningkatan kadar parathormon. Kadar parathormon meningkat dipicu oleh penumpukan kadar fosfat akibat penurunan fungsi ginjal. Perubahan morfologi tulang timbul akibat peningkatan laju pergantian tulang, abnormalitas mineralisasi serta volume tulang pada pasien penyakit ginjal kronis. Kualitas tulang menurun sehingga rentan fraktur. [20]

Kelainan tulang vertebra akibat penyakit ini dapat menunjukkan gambaran radiologi yang khas, yakni gambaran ”rugger jersey” (gambaran tulang vertebra yang membentuk strip putih hitam horizontal seperti alur zebra cross) yang dipicu oleh kondisi hiperparatiroid. [19]

Infeksi

Infeksi tulang, terutama pada tulang vertebra, dapat menimbulkan deformitas menyerupai osteoporosis senilis. Manifestasi klinis dapat berupa deformitas disertai keluhan nyeri kronik.

Tuberkulosis tulang cenderung mengenai vertebra torakolumbal. Kerusakan cenderung pada badan vertebra disertai keterlibatan jaringan lunak sekitar secara ekstensif, biasanya abses. Kerusakan cenderung dimulai pada bagian anteroinferior badan vertebra lalu meluas hingga ke bagian tengah badan vertebra maupun merusak diskus. Pada gambaran radiologi konvensional tampak berkurangnya densitas end-plate vertebra, destruksi oseus, tinggi diskus vertebra berkurang, pembentukan tulang baru serta dapat ditemukan abses jaringan lunak di sekitar tulang vertebra.

Pada infeksi piogenik, kerusakan sering kali timbul pada vertebra servikal dan lumbal. Terjadi destruksi diskus intervertebra. Meskipun jarang terjadi, dapat ditemukan gambaran gibbus (deformitas struktural pada segmen torakolumbal). Pada pencitraan tampak penyangatan (enhancement) pada lesi serta adanya abses epidural. [21]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium serta radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat membantu mendeteksi osteoporosis dan menilai massa tulang. Pemeriksaan baku emas osteoporosis yakni pengukuran densitas mineral tulang. [4]

Radiologi

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan radiologi konvensional (X-ray) dan pemeriksaan densitas mineral tulang. Pemeriksaan radiologi konvensional memperlihatkan peningkatan radiolusen akibat peningkatan resorpsi dan penipisan kortikal. Walau demikian, gambaran foto rontgen polos tidak sensitif dalam mendeteksi osteoporosis. [19]

Pengukuran kualitas tulang dapat menggunakan pemeriksaan radiologi yakni MRI, MR spectroscopy, CT multidetektor, serta high-resolution peripheral quantitative (HR-pQ) CT. [22]

Pengukuran Densitas Mineral Tulang

Pemeriksaan dual energy X-ray absorptiometry (DEXA) merupakan salah satu teknik yang menjadi pilihan utama dalam menilai densitas mineral tulang. Pemeriksaan ini memiliki banyak fungsi mulai dari membantu penegakan diagnosis, menilai respon terapi serta memperkirakan risiko fraktur.[1,4]

Pemeriksaan DEXA akan menampilkan hasil skor T. Skor T menunjukan densitas mineral tulang (massa mineral tulang per unit area) pasien dibandingkan dengan nilai normal puncak massa tulang dewasa. Nilai skor T pada pemeriksaan DEXA <-1,0 mengindikasikan osteopenia sedangkan skor T <-2,5 mengindikasikan osteoporosis. Selain itu juga dihasilkan skor Z. Skor Z membandingkan densitas mineral tulang pasien dengan nilai normal berdasar usia, etnis dan jenis kelamin.[4] Nilai Z skor perlu diperhatikan pada populasi wanita post menopause. Skor Z yang terlalu rendah dapat mengindikasikan osteoporosis sekunder pada populasi wanita menopause.[5]

Pemeriksaan DEXA diindikasikan pada populasi berikut:

  • Pasien dengan kelainan metabolik tulang yang terlihat secara klinis atau
  • Pasien dengan penyakit dasar yang berisiko menimbulkan osteoporosis: hiperparatiroid, hipertiroid, gagal ginjal, rheumatoid artritis, defisiensi testosterone, konsumsi obat glukokortikoid jangka panjang, penggunaan loop diuretik seperti furosemide
  • perempuan menopause usia >65 tahun
  • perempuan menopause usia <65 tahun dengan salah satu kriteria berikut yakni perokok aktif, indeks massa tubuh < 19 untuk populasi Asia, konsumsi kortikosteroid oral >3 bulan, riwayat fraktur pinggul pada orang tuan, memiliki penyakit yang berisiko osteoporosis (hipertiroid, malabsorpsi), atau
  • perempuan menopause usia > 45 tahun dengan riwayat fraktur
  • penderita osteoporosis untuk menilai keberhasilan terapi [5]

Studi menunjukkan pemeriksaan DEXA dengan nilai skor T <-2,5 memiliki nilai sensitivitas 88,2%, spesifitas 62,5%, positive predictive value (PPV) 83,3% dan negative predictive value (NPV) 71,4% dalam mendiagnosis osteoporosis. [23]

Hasil pemeriksaan densitas mineral tulang dapat digabung dengan penilaian FRAX (Fracture Risk Assessment Tool) dalam menilai risiko absolut fraktur panggul dan/atau fraktur osteoporosis major (tulang vertebra, lengan bawah, panggul, humerus proksimal) akibat kerapuhan tulang dalam jangka waktu 10 tahun. Faktor-faktor yang menjadi penilaian dalam FRAX yakni usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, riwayat fraktur, riwayat fraktur panggul pada orang tua pasien, riwayat merokok, penggunaan glukokortikoid, riwayat artritis rheumatoid, riwayat penyakit medis yang berkaitan dengan osteoporosis sekunder, riwayat konsumsi alkohol dan hasil pengukuran densitas mineral tulang. [24]

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan meliputi pemeriksaan kadar serum puasa kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali. [1] Pemeriksaan 25-hydroxyvitamin D (25[OH]D) juga diperlukan. [5] Fosfatase alkali dapat menunjukkan indeks aktivitas osteoblas. [2]

Pada pemeriksaan kalsium serum, phosphorus dan alkaline phosphatase kadarnya dapat normal pada osteoporosis primer tetapi dapat ditemukan balans kalsium negatif pada osteoporosis sekunder. [1]

Pemeriksaan lain bertujuan untuk menentukan penyebab osteoporosis, dilakukan sesuai indikasi berupa pemeriksaan fungsi rutin tiroid, fungsi hati, fungsi ginjal, kadar hormon paratiroid (kecurigaan hiperparatiroid), serta pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam (deteksi malabsorbsi atau ekskresi kalsium berlebih). [9]

Referensi

1. Sozen T, Ozisik L, Basaran NC. An overview and management of osteoporosis. Eur J Rheum. 2016:1-11. Doi: 10.5152/eurjrheum.2016.048
2. Drake MT, Lewiecki M. The Pathophysiology and Treatment of Osteoporosis. Clin Thera. 2015:1-14
4. Tu KN, Lie JD, Wan CKV, Cameron M, Austel AG, Nguyen JK, et al. Osteoporosis: A Review of Treatment Options. PT. 2018;43(2):92-104
5. Camacho PM, Binkley N, Harris ST, Kleerekoper M, Miller PD, Pessah-Pollack R, et al. American association of clinical endocrinologists and american college of endocrinology clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of postmenopausal osteoporosis — 2016. Endocr Pract. 2016;22:Suppl4;1-42
6. Eastell R, Identification and management of osteoporosis in older adults, Medicine. 2016:1-7. http://dx.doi.org/10.1016/j.mpmed.2016.10.01
9. Imerci A, Canbek U, Haghari S, Sürer L, Kocak M. Idiopathic juvenile osteoporosis: A case report and review of the literature. Int J Surg Case Rep. 2015;9:127-9.
12. Veldurthy V, Wei R, Oz L, Dhawan P, Jeon YH, Christakos S. Vitamin D, calcium homeostasis and aging. Bone Research. 2016;4(16041):1-7. doi:10.1038/boneres.2016.41
17. Bethel M. Osteoporosis differential diagnosis. Medscape. 2018 (https://emedicine.medscape.com/article/330598-differential)
18. Monti E, Mottes M, Fraschini P, et al. Current and emerging treatments for the management of osteogenesis imperfecta. Ther Clin Risk Manag. 2010;6:367-81. P
19. Guglielmi G, Muscarella S, Bazzocchi A. Integrated Imaging Approach to Osteoporosis: State-of-the-Art Review and Update. RSNA. 2011;31(5):2. DOI: 10.1148/rg.315105712
20. Moe SM. Renal Osteodystrophy or Kidney-Induced Osteoporosis?. Curr Osteoporos Rep. 2017;15(3):194-197.
21. Garg RK, Somvanshi DS. Spinal tuberculosis: a review. J Spinal Cord Med. 2011;34(5):440-54.
22. Link TM. Osteoporosis Imaging: State of the Art and Advanced Imaging. Radiology. 2012;263(1):1-15.
23. Humadi A, Alhadithi RH, Alkudiari SI. Validity of the DEXA diagnosis of involutional osteoporosis in patients with femoral neck fractures. Indian J Orthop. 2010 Jan-Mar; 44(1): 73–78. doi: 10.4103/0019-5413.58609
24. FRAX. Centre for metabolic bone diseases university of Sheffield (https://www.sheffield.ac.uk/FRAX/index.aspx)

Epidemiologi Osteoporosis
Penatalaksanaan Osteoporosis

Artikel Terkait

  • Suplementasi Kalsium dan Vitamin D Terbukti Tidak Menurunkan Insidensi Fraktur Pada Lansia
    Suplementasi Kalsium dan Vitamin D Terbukti Tidak Menurunkan Insidensi Fraktur Pada Lansia
  • Rekomendasi ACR Terkini Mengenai Glucocorticoid Induced Osteoporosis dan Penerapannya di Indonesia
    Rekomendasi ACR Terkini Mengenai Glucocorticoid Induced Osteoporosis dan Penerapannya di Indonesia
  • Pencegahan Jatuh Pada Populasi Geriatri Tanpa Osteoporosis Atau Defisiensi Vitamin D
    Pencegahan Jatuh Pada Populasi Geriatri Tanpa Osteoporosis Atau Defisiensi Vitamin D
  • Teriparatide vs Risedronate untuk Osteoporosis - Telaah Jurnal Alomedika
    Teriparatide vs Risedronate untuk Osteoporosis - Telaah Jurnal Alomedika
  • Strategi Pencegahan Fraktur karena Osteoporosis
    Strategi Pencegahan Fraktur karena Osteoporosis

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
13 Oktober 2021
Defisiensi kalsium dan prevalensi fraktur - Ortopedi Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Selamat siang dr. Humaryanto SpOT, ijin berdiskusi, apakah prevalensi defisiensi kalsium & vitamin D pada kejadian fraktur sama dengan prevalensi pada...
dr. Nurul Falah
04 Agustus 2021
Pilihan aktivitas olahraga pada pasien dengan osteoporosis - Ortopedi Spine Ask the Expert
Oleh: dr. Nurul Falah
2 Balasan
Alo dr. Starifulkani, Sp. OT(K), izin bertanya dokter.Bagaimana pilihan aktivitas olahraga pada pasien dengan osteoporosis? Benarkah ada jenis olahraga yang...
Anonymous
04 Maret 2021
Medikamentosa osteoporosis - Ortopedi Ask The Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Humaryanto SpOT, medikamentosa osteoporosis pada wanita usia bawah 50 tahun, masih menstruasi sebaiknya diberikan apa ya?

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.