Diagnosis Osteoporosis
Diagnosis definit osteoporosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan densitas tulang dengan skor T <-2.5. Anamnesis yang mengarah pada osteoporosis adalah adanya keluhan nyeri kronik, deformitas, fraktur dengan trauma energi rendah, serta ada tidaknya penyakit dasar atau konsumsi obat-obatan yang dapat mengakibatkan osteoporosis. Sementara itu, pemeriksaan fisik meliputi tinggi badan, postur tubuh, serta ada tidaknya fraktur.
Anamnesis
Keluhan yang sering timbul berupa nyeri kronik intermiten pada tulang baik pada tulang punggung maupun tulang lainnya, perubahan postur tubuh misal kifosis dorsal maupun pengurangan tinggi badan, serta penurunan performa fisik termasuk fungsi respirasi. Patah tulang akibat trauma energi rendah juga menunjang anamnesis. Selain itu perlu ditanyakan faktor risiko terkait osteoporosis. [1,6]
International Osteoporosis Foundation mengeluarkan list anamnesis tes semenit risiko osteoporosis yang terdiri atas sepuluh pertanyaan berikut.
- Apakah orang tua Anda pernah didiagnosa mengalami osteoporosis atau pernah mengalami patah tulang panggul karena terjatuh atau tabrakan relatif ringan (minor bump) ?
- Apakah Anda pernah patah tulang akibat terjatuh atau tabrakan relatif ringan?
- Apakah pernah minum obat kortikosteroid dalam jangka waktu lebih dari tiga bulan?
- Apakah tinggi badan Anda telah berkurang lebih dari 3 cm?
- Apakah Anda secara teratur minum minuman beralkohol?
- Apakah Anda merokok lebih dari 20 batang sehari?
- Apakah Anda sering menderita diare?
- Apakah Anda mengalami menopause sebelum usia 45 tahun ? (khusus untuk wanita)
- Apakah haid pernah terhenti selama 12 bulan atau lebih, kecuali karena hamil atau menopause? (khusus untuk wanita)
- Apakah Anda pernah menderita impotensi, libido menurun atau gejala lain yang berhubungan dengan tingkat testosteron yang rendah? (khusus untuk pria) [9]
Jika salah satu jawaban pertanyaan di atas adalah ” Ya” , orang tersebut berisiko terkena osteoporosis. Lanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk osteoporosis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dasar untuk osteoporosis meliputi pemantauan tinggi badan dan postur tubuh. Osteoporosis pada tulang punggung dapat memperlihatkan kelainan postur berupa dorsal thoracic kifosis. Selain itu pemeriksaan untuk mendeteksi ada tidaknya fraktur. [6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding osteoporosis di antaranya:
Osteomalasia
Pada osteomalasia, komposisi mineral tulang berkurang. Kalsifikasi terlalu sedikit sedangkan osteoid (matriks yang tidak mengalami kalsifikasi) meningkat. Konsistensi tulang lunak dibandingkan dengan tulang normal. Pada pemeriksaan lab kadar alkali fosfatase serum meningkat. [17]
Osteopenia
Osteopenia merupakan tanda dini pengurangan massa tulang sebelum mencapai kondisi osteoporosis. Osteopenia ditandai dengan kepadatan massa tulang (BMD) -1 sampai -2,5. [1]
Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan tulang akibat mutasi genetik kolagen tipe I. Peranan kolagen tersebut salah satunya dalam pembentukan tulang. Mutasi genetik menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kolagen yang berakibat pada gangguan osteogenesis periosteal dan endosteal. Seluruh tulang menjadi rapuh dan rentan fraktur. Selain penurunan massa tulang, penderita osteogenesis imperfecta juga dapat mengalami deformitas tulang progresif, perawakan pendek, sklera biru, instabilitas sendi. [18]
Kelainan Tulang Metastasis
Metastasis keganasan pada tulang mengakibatkan osteolitik. Tulang menjadi rapuh dan rentan fraktur. Gejala nyeri tulang juga dikeluhkan pada metastasis tulang. [1] Osteoporosis senilis sering kali bermanifestasi pada tulang vertebra. Pemeriksaan radiologi dapat membantu membedakan osteoporosis senilis pada vertebra dengan keganasan. Pada gambaran radiologi konvensional, gambaran destruksi tulang disertai massa jaringan lunak pada posterior badan vertebra cenderung mengindikasikan keganasan. Pada pemeriksaan magnetic resonance (MRI) dapat ditemukan destruksi tulang disertai massa jaringan lunak dengan/tanpa massa epidural. [12]
Osteodistrofi Renal
Pada osteodistrofi renal terjadi peningkatan laju pergantian tulang yang dipicu peningkatan kadar parathormon. Kadar parathormon meningkat dipicu oleh penumpukan kadar fosfat akibat penurunan fungsi ginjal. Perubahan morfologi tulang timbul akibat peningkatan laju pergantian tulang, abnormalitas mineralisasi serta volume tulang pada pasien penyakit ginjal kronis. Kualitas tulang menurun sehingga rentan fraktur. [20]
Kelainan tulang vertebra akibat penyakit ini dapat menunjukkan gambaran radiologi yang khas, yakni gambaran ”rugger jersey” (gambaran tulang vertebra yang membentuk strip putih hitam horizontal seperti alur zebra cross) yang dipicu oleh kondisi hiperparatiroid. [19]
Infeksi
Infeksi tulang, terutama pada tulang vertebra, dapat menimbulkan deformitas menyerupai osteoporosis senilis. Manifestasi klinis dapat berupa deformitas disertai keluhan nyeri kronik.
Tuberkulosis tulang cenderung mengenai vertebra torakolumbal. Kerusakan cenderung pada badan vertebra disertai keterlibatan jaringan lunak sekitar secara ekstensif, biasanya abses. Kerusakan cenderung dimulai pada bagian anteroinferior badan vertebra lalu meluas hingga ke bagian tengah badan vertebra maupun merusak diskus. Pada gambaran radiologi konvensional tampak berkurangnya densitas end-plate vertebra, destruksi oseus, tinggi diskus vertebra berkurang, pembentukan tulang baru serta dapat ditemukan abses jaringan lunak di sekitar tulang vertebra.
Pada infeksi piogenik, kerusakan sering kali timbul pada vertebra servikal dan lumbal. Terjadi destruksi diskus intervertebra. Meskipun jarang terjadi, dapat ditemukan gambaran gibbus (deformitas struktural pada segmen torakolumbal). Pada pencitraan tampak penyangatan (enhancement) pada lesi serta adanya abses epidural. [21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium serta radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat membantu mendeteksi osteoporosis dan menilai massa tulang. Pemeriksaan baku emas osteoporosis yakni pengukuran densitas mineral tulang. [4]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan radiologi konvensional (X-ray) dan pemeriksaan densitas mineral tulang. Pemeriksaan radiologi konvensional memperlihatkan peningkatan radiolusen akibat peningkatan resorpsi dan penipisan kortikal. Walau demikian, gambaran foto rontgen polos tidak sensitif dalam mendeteksi osteoporosis. [19]
Pengukuran kualitas tulang dapat menggunakan pemeriksaan radiologi yakni MRI, MR spectroscopy, CT multidetektor, serta high-resolution peripheral quantitative (HR-pQ) CT. [22]
Pengukuran Densitas Mineral Tulang
Pemeriksaan dual energy X-ray absorptiometry (DEXA) merupakan salah satu teknik yang menjadi pilihan utama dalam menilai densitas mineral tulang. Pemeriksaan ini memiliki banyak fungsi mulai dari membantu penegakan diagnosis, menilai respon terapi serta memperkirakan risiko fraktur.[1,4]
Pemeriksaan DEXA akan menampilkan hasil skor T. Skor T menunjukan densitas mineral tulang (massa mineral tulang per unit area) pasien dibandingkan dengan nilai normal puncak massa tulang dewasa. Nilai skor T pada pemeriksaan DEXA <-1,0 mengindikasikan osteopenia sedangkan skor T <-2,5 mengindikasikan osteoporosis. Selain itu juga dihasilkan skor Z. Skor Z membandingkan densitas mineral tulang pasien dengan nilai normal berdasar usia, etnis dan jenis kelamin.[4] Nilai Z skor perlu diperhatikan pada populasi wanita post menopause. Skor Z yang terlalu rendah dapat mengindikasikan osteoporosis sekunder pada populasi wanita menopause.[5]
Pemeriksaan DEXA diindikasikan pada populasi berikut:
- Pasien dengan kelainan metabolik tulang yang terlihat secara klinis atau
- Pasien dengan penyakit dasar yang berisiko menimbulkan osteoporosis: hiperparatiroid, hipertiroid, gagal ginjal, rheumatoid artritis, defisiensi testosterone, konsumsi obat glukokortikoid jangka panjang, penggunaan loop diuretik seperti furosemide
- perempuan menopause usia >65 tahun
- perempuan menopause usia <65 tahun dengan salah satu kriteria berikut yakni perokok aktif, indeks massa tubuh < 19 untuk populasi Asia, konsumsi kortikosteroid oral >3 bulan, riwayat fraktur pinggul pada orang tuan, memiliki penyakit yang berisiko osteoporosis (hipertiroid, malabsorpsi), atau
- perempuan menopause usia > 45 tahun dengan riwayat fraktur
- penderita osteoporosis untuk menilai keberhasilan terapi [5]
Studi menunjukkan pemeriksaan DEXA dengan nilai skor T <-2,5 memiliki nilai sensitivitas 88,2%, spesifitas 62,5%, positive predictive value (PPV) 83,3% dan negative predictive value (NPV) 71,4% dalam mendiagnosis osteoporosis. [23]
Hasil pemeriksaan densitas mineral tulang dapat digabung dengan penilaian FRAX (Fracture Risk Assessment Tool) dalam menilai risiko absolut fraktur panggul dan/atau fraktur osteoporosis major (tulang vertebra, lengan bawah, panggul, humerus proksimal) akibat kerapuhan tulang dalam jangka waktu 10 tahun. Faktor-faktor yang menjadi penilaian dalam FRAX yakni usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, riwayat fraktur, riwayat fraktur panggul pada orang tua pasien, riwayat merokok, penggunaan glukokortikoid, riwayat artritis rheumatoid, riwayat penyakit medis yang berkaitan dengan osteoporosis sekunder, riwayat konsumsi alkohol dan hasil pengukuran densitas mineral tulang. [24]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan meliputi pemeriksaan kadar serum puasa kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali. [1] Pemeriksaan 25-hydroxyvitamin D (25[OH]D) juga diperlukan. [5] Fosfatase alkali dapat menunjukkan indeks aktivitas osteoblas. [2]
Pada pemeriksaan kalsium serum, phosphorus dan alkaline phosphatase kadarnya dapat normal pada osteoporosis primer tetapi dapat ditemukan balans kalsium negatif pada osteoporosis sekunder. [1]
Pemeriksaan lain bertujuan untuk menentukan penyebab osteoporosis, dilakukan sesuai indikasi berupa pemeriksaan fungsi rutin tiroid, fungsi hati, fungsi ginjal, kadar hormon paratiroid (kecurigaan hiperparatiroid), serta pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam (deteksi malabsorbsi atau ekskresi kalsium berlebih). [9]