Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Osteoporosis general_alomedika 2021-07-02T16:10:01+07:00 2021-07-02T16:10:01+07:00
Osteoporosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Osteoporosis

Oleh :
Debtia Rahmah
Share To Social Media:

Penatalaksanaan osteoporosis bertujuan untuk mencegah kehilangan tulang lebih lanjut dan mencegah terjadinya fraktur patologis. Insidensi fraktur panggul dapat berkurang 20-25% jika osteoporosis ditangani dengan tepat. Pilihan penatalaksanaan terdiri atas medikamentosa dan nonmedikamentosa.[14,15]

Tata laksana medikamentosa meliputi hormonal atau nonhormonal. Pada prinsipnya terapi bekerja menghambat resorpsi tulang atau meningkatkan pembentukan tulang.

Terapi Hormonal

Terapi hormonal meliputi selective estrogen receptor modulators, conjugated estrogens dengan bazedoxifene, terapi testosterone, kalsitonin, analog hormon paratiroid, dan estrogen-progestin.[1,4]

Selective Estrogen Receptor Modulators

Raloxifene  merupakan Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM) memiliki efek agonis estrogen dalam menjaga kepadatan tulang dengan menghambat resorpsi tulang. Benefit raloxifene yakni obat ini memiliki efek selektif antagonis terhadap jaringan payudara sehingga dapat dipertimbangkan untuk pasien osteoporosis yang juga berisiko menderita kanker payudara.[4] American Association of Clinical Endocrinologists (AACE) merekomendasikan obat ini untuk pasien dengan risiko fraktur spinal. Dosis raloxifene untuk terapi maupun pencegahan osteoporosis 60 mg PO per hari.[5]

Conjugated Estrogens/Bazedoxifen

Kombinasi antara estrogen terkonjugasi dengan Bazedoxifen disetujui oleh FDA untuk terapi osteoporosis. Bazedoxifene mengurangi risiko hiperplasia endometrium. Kombinasi ini bertujuan mencegah efek terhadap endometrium akibat pemberian estrogen. Kombinasi obat ini direkomendasikan untuk pencegahan osteoporosis dan terapi gejala vasomotor pada populasi wanita post menopause tanpa riwayat histerektomi. Studi klinis menunjukkan kombinasi obat ini dibandingkan dengan plasebo pada populasi menopause meningkatkan kepadatan massa tulang spinal dan pinggul.[4]

Kalsitonin

Studi menunjukkan kalsitonin dapat meningkatkan kadar total kalsium tubuh. Studi klinis terandomisasi menunjukkan pemberian kalsitonin 200 IU per hari menurunkan insidensi fraktur vertebra baru pada wanita post menopause penderita osteoporosis.[4] Pemberian kalsitonin selama 4 minggu direkomendasikan untuk pasien fraktur kompresi spinal osteoporotik cedera akut (hingga hari kelima setelah gejala) tanpa defisit neurologis.[25] Di Indonesia, tersedia kalsitonin salmon sintetik (salkatonin) 50 IU.[26]

Analog Hormon Paratiroid

Analog hormon paratiroid rekombinan, Teripatide, mampu menstimulasi aktivitas osteoblas sebagaimana aksi parathormon. Pada wanita post menopause penderita osteoporosis yang tidak dapat diberikan terapi oral  dengan riwayat fraktur patologis atau berisiko tinggi mengalami fraktur dapat diberikan teriparatide. Pemberian 20 mcg teriparatide, sekali per hari. Studi menunjukkan osteosarkoma timbul pada hewan uji pada pemberian  teripatide tetapi studi pada manusia tidak menunjukkan kaitannya.[4]

Analog hormon paratiroid lainnya yakni abaloparatide. Studi menunjukkan abaloparatide menurunkan insidensi fraktur vertebra baru hingga 86% maupun fraktur nonvertebra hingga 43%.[4]

Estrogen-Progestin

Terapi pengganti hormonal berupa gabungan estrogen dan progestin dahulu digunakan untuk osteoporosis akan tetapi studi terkini menemukan dampak buruk, berupa peningkatan risiko kanker payudara, kejadian kardiovaskular, stroke, dan tromboemboli vena sehingga tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama.[18] American College of Physician 2017 melarang terapi estrogen, kombinasi estrogen/progesterone maupun raloxifen pada wanita.[19]

Testosteron

Terapi testosteron direkomendasikan untuk terapi osteoporosis pada pria tentunya dikombinasikan dengan terapi pencegahan fraktur lainnya. Pemberian disarankan untuk pria dengan kadar testosteron <200 ng/dL dengan risiko fraktur tinggi tetapi memiliki kontraindikasi pemberian terapi osteoporosis lainnya. Pada pria dengan kadar testosteron <200 ng/dL dan terdapat gejala atau tanda defisiensi estrogen juga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan DEXA sekalipun risiko fraktur borderline.[28]

Terapi Hormonal yang Tersedia di Indonesia

Di Indonesia, terapi hormonal untuk osteoporosis yang tersedia adalah raloxifene, teripatide, kalsitonin, kombinasi estrogen-progestin, dan testosteron.

Nonhormonal

Terapi nonhormonal meliputi bisphosphonate, denosumab, fluoride, suplementasi vitamin D, dan kalsium.

Bisphosphonate

Bisphosphonate merupakan analog pyrophosphate bekerja menghambat resorpsi tulang.[2] Bisphosphonate menghambat aktivitas osteoklas. Bisphosphonate  terdiri atas alendronate, ibandronate, risedronate dan asam zoledronic acid. Studi menunjukkan keempat bisphosphonate efektif dalam mencegah fraktur.[4]

Tabel 1. Dosis Bisphosphonate [4]

Bisphosphonate Profilaksis Terapi
Alendronate 5 mg PO sekali per hari atau 35 mg PO sekali per minggu 10 mg PO sekali per hari atau 70 mg PO sekali per minggu
Risedronate (IR) 5 mg PO sekali per hari atau 35 mg PO sekali per minggu 5 mg PO sekali per hari atau 35 mg PO sekali per minggu atau 150 mg PO sekali per bulan
Zoledronic acid 5 mg IV tiap 2 tahun 5 mg IV tiap 1 tahun
Ibandronate 2,5 mg PO sekali per hari atau 150 mg PO sekali per bulan 2,5 mg PO sekali per hari atau 150 mg PO sekali per bulan atau 3 mg IV tiap 3 bulan

*Pemberian alendronate dan zoledronic acid diberikan jika klirens kreatinin ≥35 mL/menit dan pemberian risedronate atau ibandronate jika klirens kreatinin ≥30 mL/menit.

American College of Physician 2017 merekomendasikan pemberian bisphosphonate untuk terapi osteoporosis pada wanita maupun pria. American College Rheumatology 2017 juga lebih menyarankan pemberian bisphosphonate pada pasien wanita menopause, pria ≥40 tahun, dewasa usia ≥30 tahun yang mengonsumsi kortikosteroid jangka panjang dibanding terapi teriparatide, denosumab atau raloxifene.[4]

Menurut data BPOM, alendronate tersedia juga dalam sediaan kombinasi natrium alendronate (70 mg) + kolekalsiferol (70 mcg) yang diindikasikan untuk penderita osteoporosis akibat menopause dengan risiko defisiensi vitamin D dengan dosis satu tablet per minggu.[26]

Denosumab

Denosumab merupakan antibodi RANKL (Receptor activator of nuclear factor kappa-Β ligand) yang bekerja menghambat interaksi RANKL sehingga menghambat aktivitas osteoklas.[4] Denosumab tersedia dalam bentuk sediaan injeksi 120 mg dalam 1,7 mL (70 mg/mL) dengan dosis injeksi 120 mg sekali/4 minggu SC pada paha, abdomen atau lengan atas. Terapi denosumab harus disertai suplementasi kalsium minimal 500 mg dan vitamin D 400 UI. Penggunaan denosumab hanya untuk dewasa, keamanan dan efektivitas pada anak belum diketahui secara pasti.[26]

Fluoride

Fluoride menstimulasi pembentukan tulang, pembentukan kristal fluorapatite, dan peningkatan densitas mineral. Kristal fluorapatite resistan terhadap resorpsi osteoklas. Selain itu, juga ditemukan efek retensi kalsium dan hiperparatiroid sekunder.[2]

Suplementasi Vitamin D dan Kalsium

Rekomendasi yang ada menyarankan suplementasi vitamin D dan kalsium secara rutin untuk mencegah risiko terjadinya fraktur. American Geriatric Society menyarankan lansia >65 tahun diberikan suplementasi vitamin D minimal 1000 IU/hari dan kalsium 1000-1200 mg/hari sedangkan Endocrine Society, Amerika Serikat, menyarankan dosis vitamin D yang lebih tinggi sebesar 1500-2000 IU.[23]

Guideline American College of Rheumatology tahun 2017 menyarankan pencegahan osteoporosis pada pemberian glukokortikoid jangka panjang berupa pemberian suplementasi kalsium 1000-1200 mg/hari dan vitamin D 600-800 IU/hari serta modifikasi gaya hidup.

Di Indonesia, kalsitriol (1,25-hidroksikolekalsiferol) tersedia dengan dosis 250 nanogram dua kali untuk pasien osteoporosis pascamenopause. Defisiensi nutrisi vitamin D walaupun jarang ditemukan pada anak tetapi suplementasi ergokalsiferol (vitamin D2) 200-400 unit dapat membantu mencegah defisiensi vitamin D.[26]

Sebaliknya, studi meta analisis tahun 2017 justru menemukan bahwa suplementasi kalsium dan vitamin D tidak bermanfaat, baik untuk menurunkan insidensi fraktur panggul, tulang belakang, nonvertebra, maupun total fraktur pada populasi lansia normal. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai apakah suplementasi vitamin D dan kalsium benar bermanfaat untuk pencegahan fraktur pada osteoporosis, populasi yang membutuhkan suplementasi ini, serta dosis optimal yang dapat diberikan.

Strontium

Strontium ranelate menjadi salah satu terapi pilihan osteoporosis pascamenopause untuk menurunkan risiko fraktur panggul dan vertebrae serta osteoporosis pada pria. Strontium ranelate meningkatkan osteogenesis dan menurunkan resorpsi tulang.  Penggunaan strontium hanya pada dewasa. Dosis yang disarankan yakni 2 g/hari. Akan tetapi the European Medicines Agency tahun 2013 mengeluarkan peringatan penggunaan strontium ranelate terkait efek samping risiko kardiovasular (penyakit jantung iskemik, tromboemboli vena).[30] Di Indonesia strontium ranelat tersedia dalam sediaan oral 2 g yang harus dicampur dengan air 30 ml. Konsumsi obat ini sebaiknya malam hari sebelum tidur atau setelah 2 jam makan.[26]

Terapi Nonhormonal yang Tersedia di Indonesia

Di Indonesia, terapi nonhormonal yang tersedia di Indonesia adalah bisphosphonate (natrium alendronate, ibandronate, asam ibandronat), strontium ranelate, kalsitriol, denosumab, dan fluoride.[26]

Nonmedikamentosa

Tata laksana nonmedikamentosa meliputi pemberian edukasi, olahraga dan peningkatan aktivitas fisik, pemakaian fitting brace, serta larangan merokok dan pembatasan konsumsi alkohol.[1,9]

Olahraga dan Peningkatan Aktivitas Fisik

Latihan fisik disarankan untuk penderita osteoporosis bertujuan meningkatkan kepadatan massa tulang dan mencegah fraktur di antaranya:

  • Senam osteoporosis
  • Jalan kaki teratur: 50 menit/kali sebanyak 5 kali/minggu dengan kecepatan sekitar 4,5 km/jam
  • Latihan kekuatan otot: latihan menggunakan barbel kecil atau mesin latih beban yang berpusat melatih daerah panggul, paha, bahu, lengan serta pergelangan tangan
  • Latihan ekstensi punggung serta latihan keseimbangan dan kelincahan[9]

Latihan fisik yang dilarang untuk penderita osteoporosis meliputi:

  • Aktivitas dengan pembebanan pada tulang punggung: senam aerobik benturan keras, jogging, lari, lompat
  • Aktivitas dengan gerakan membungkuk serta fleksi punggung: sit-up, crunch, mendayung, meraih jari kaki
  • Aktivitas dengan gerakan tungkai ke samping atau badan silang dengan menggunakan beban
  • Aktivitas fisik dengan risiko jatuh tinggi

Pastikan latihan tidak di tempat yang licin untuk meminimalisir risiko jatuh.[9]

Tidak Merokok dan Konsumsi Alkohol

Anjurkan penderita osteoporosis untuk berhenti merokok dan berhenti mengonsumsi alkohol. The American Association of Clinical Endocrinologists menyarankan pembatasan alkohol maksimal 2 unit per hari.

Referensi

1. Sozen T, Ozisik L, Basaran NC. An overview and management of osteoporosis. Eur J Rheum. 2016:1-11. Doi: 10.5152/eurjrheum.2016.048
2. Drake MT, Lewiecki M. The Pathophysiology and Treatment of Osteoporosis. Clin Thera. 2015:1-14
4. Tu KN, Lie JD, Wan CKV, Cameron M, Austel AG, Nguyen JK, et al. Osteoporosis: A Review of Treatment Options. PT. 2018;43(2):92-104
5. Camacho PM, Binkley N, Harris ST, Kleerekoper M, Miller PD, Pessah-Pollack R, et al. American association of clinical endocrinologists and american college of endocrinology clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of postmenopausal osteoporosis — 2016. Endocr Pract. 2016;22:Suppl4;1-42
14. International Osteoporosis Foundation. Osteoporosis Facts and Statistic. https://www.iofbonehealth.org/facts-statistics
15. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Kemenkes. 2008:1-39.
9. Imerci A, Canbek U, Haghari S, Sürer L, Kocak M. Idiopathic juvenile osteoporosis: A case report and review of the literature. Int J Surg Case Rep. 2015;9:127-9.
18. Monti E, Mottes M, Fraschini P, et al. Current and emerging treatments for the management of osteogenesis imperfecta. Ther Clin Risk Manag. 2010;6:367-81. P
19. Guglielmi G, Muscarella S, Bazzocchi A. Integrated Imaging Approach to Osteoporosis: State-of-the-Art Review and Update. RSNA. 2011;31(5):2. DOI: 10.1148/rg.315105712
23. Humadi A, Alhadithi RH, Alkudiari SI. Validity of the DEXA diagnosis of involutional osteoporosis in patients with femoral neck fractures. Indian J Orthop. 2010 Jan-Mar; 44(1): 73–78. doi: 10.4103/0019-5413.58609
25. AAOS. Guideline on the treatment of osteoporotic spinal compression fractures. AAOS. 2010
26. Pusat Informasi Obat Nasional: Badan Pengawas Obat dan Makanan (http://pionas.pom.go.id)
28. Nelson B. Watts, Robert A. Adler, John P. Bilezikian, Matthew T. Drake, Richard Eastell, Eric S. Orwoll, Joel S. Finkelstein; Osteoporosis in Men: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, Volume 97, Issue 6, 1 June 2012, Pages 1802–1822, https://doi.org/10.1210/jc.2011-3045

Diagnosis Osteoporosis
Prognosis Osteoporosis

Artikel Terkait

  • Suplementasi Kalsium dan Vitamin D Terbukti Tidak Menurunkan Insidensi Fraktur Pada Lansia
    Suplementasi Kalsium dan Vitamin D Terbukti Tidak Menurunkan Insidensi Fraktur Pada Lansia
  • Rekomendasi ACR Terkini Mengenai Glucocorticoid Induced Osteoporosis dan Penerapannya di Indonesia
    Rekomendasi ACR Terkini Mengenai Glucocorticoid Induced Osteoporosis dan Penerapannya di Indonesia
  • Pencegahan Jatuh Pada Populasi Geriatri Tanpa Osteoporosis Atau Defisiensi Vitamin D
    Pencegahan Jatuh Pada Populasi Geriatri Tanpa Osteoporosis Atau Defisiensi Vitamin D
  • Teriparatide vs Risedronate untuk Osteoporosis - Telaah Jurnal Alomedika
    Teriparatide vs Risedronate untuk Osteoporosis - Telaah Jurnal Alomedika
  • Strategi Pencegahan Fraktur karena Osteoporosis
    Strategi Pencegahan Fraktur karena Osteoporosis

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
13 Oktober 2021
Defisiensi kalsium dan prevalensi fraktur - Ortopedi Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Selamat siang dr. Humaryanto SpOT, ijin berdiskusi, apakah prevalensi defisiensi kalsium & vitamin D pada kejadian fraktur sama dengan prevalensi pada...
dr. Nurul Falah
04 Agustus 2021
Pilihan aktivitas olahraga pada pasien dengan osteoporosis - Ortopedi Spine Ask the Expert
Oleh: dr. Nurul Falah
2 Balasan
Alo dr. Starifulkani, Sp. OT(K), izin bertanya dokter.Bagaimana pilihan aktivitas olahraga pada pasien dengan osteoporosis? Benarkah ada jenis olahraga yang...
Anonymous
04 Maret 2021
Medikamentosa osteoporosis - Ortopedi Ask The Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Humaryanto SpOT, medikamentosa osteoporosis pada wanita usia bawah 50 tahun, masih menstruasi sebaiknya diberikan apa ya?

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.