Edukasi dan Promosi Kesehatan Osteoporosis
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien osteoporosis bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien supaya komplikasi osteoporosis berupa fraktur dapat dicegah. Pada orang yang belum terkena osteoporosis, promosi kesehatan dilakukan secara komprehensif sejak usia muda untuk mencegah terjadinya osteoporosis.
Edukasi Pasien
Edukasi tentang osteoporosis dilakukan melalui berbagai media penyuluhan. Edukasi ini terbagi menjadi 2:
- Edukasi pada orang yang belum terkena osteoporosis tentang pentingnya tindakan pencegahan supaya tidak terkena osteoporosis
- Edukasi pada orang dengan osteoporosis mengenai risiko komplikasi dan pentingnya kepatuhan obat untuk mencegah timbulnya komplikasi [8]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tindakan pencegahan harus mulai digalakkan sejak usia anak-anak dan dioptimalkan pada usia puncak massa tulang. Upaya pencegahan osteoporosis hendaknya dioptimalkan pada usia 20-30 tahun mengingat rentang usia tersebut biasanya tercapai kondisi puncak massa tulang. Setelah usia tersebut massa tulang cenderung akan menurun.
Asupan gizi, paparan sinar matahari, suplementasi vitamin D, merupakan beberapa penentu puncak massa tulang. Pemenuhan faktor-faktor tersebut dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan osteoporosis.[15]
Asupan Gizi
Kebutuhan kalsium harian sesuai usia yang direkomendasikan yakni:
- 0-6 bulan : 300-400 mg/hari
- 7-12 bulan : 400 mg/hari
- 1-3 tahun : 500 mg/hari
- 4-6 tahun : 600 mg/hari
- 7-9 tahun : 700 mg/hari
- 10-18 tahun : 1300 mg/hari
- Perempuan >19 tahun, menyusui dan menopause, serta laki-laki usia 19-65 tahun : 1000 mg/hari
- Perempuan hamil atau usia > 50 tahun : 1200 mg/hari
- Perempuan menopause & laki-laki usia >65 tahun : 1300 mg/hari[8,21]
Untuk mencukupi kebutuhan kalsium ini, konsumsi makanan tinggi kalsium seperti ikan teri, ikan sarden dengan tulang, susu dan produk susu, serta kacang-kacangan.[14,33]
Paparan Sinar Matahari
Di Indonesia, paparan sinar matahari pagi dan sore selama 5 sampai 15 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu cukup bagi anak maupun orang dewasa untuk membantu pembentukan vitamin D3 di kulit. Waktu yang disarankan adalah pada pagi hari sebelum jam 10.00 dan sore hari di atas jam 16.00[15]
Suplementasi Vitamin D dan Kalsium
Rekomendasi yang ada menyarankan pemberian suplementasi vitamin D dan kalsium secara rutin. Walau demikian, US Preventive Services Task Force (USPSTF) menemukan hasil sebaliknya bahwa tidak terdapat manfaat reduksi risiko fraktur pada suplementasi vitamin D dan kalsium. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai apakah suplementasi vitamin D dan kalsium benar bermanfaat untuk pencegahan fraktur pada osteoporosis, populasi yang membutuhkan suplementasi ini, serta dosis optimal yang dapat diberikan. [34]
Aktivitas Fisik dan Olahraga
Aktivitas fisik yang disarankan yakni senam pencegahan osteoporosis. Olahraga rutin dengan minimal intensitas sedang-berat, ditambah dengan latihan kekuatan juga dapat meningkatkan massa tulang sehingga dapat mencegah osteoporosis. Latihan keseimbangan membantu meminimalisir risiko jatuh. [24]
Upaya Pengendalian Penyakit
Deteksi dini osteoporosis dimulai dengan menilai risiko fraktur berdasarkan skor FRAX. Deteksi dini osteoporosis pada wanita usia ≥65 tahun. Risiko dinilai berdasarkan skor FRAX. Berdasarkan skor FRAX, wanita usia ≥65 tahun tanpa faktor risiko lainnya memiliki risiko fraktur osteoporosis dalam jangka 10 tahun sebesar 9,3%. Wanita usia 50-64 tahun dengan faktor risiko lain seperti konsumsi kalsium inadekuat atau konsumsi glukokortikoid jangka panjang juga disarankan untuk dilakukan deteksi osteoporosis oleh USPSTF.[38]
Pada populasi pria, penyaringan osteoporosis tidak disarankan oleh USPSTF terkait kurangnya bukti benefit maupun risiko yang mendukung. Akan tetapi Endocrine Society, Amerika Serikat, menyarankan penyaringan osteoporosis pada pria usia ≥70 tahun dan pria usia 50-69 tahun dengan faktor risiko.[28]
Pemeriksaan yang disarankan untuk penyaringan osteoporosis yaitu pengukuran densitas mineral tulang dengan metode DEXA. DEXA dapat digunakan untuk mengukur densitas massa tulang belakang, pinggul atau seluruh tubuh.[38]
Alternatif pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyaringan kasus osteoporosis yaitu ultrasonografi kuantitatif kalkaneus.[38] Pemeriksaan ultrasonografi kuantitatif memiliki beberapa kelebihan yaitu tanpa paparan radiasi, lebih murah dibanding DEXA, serta alat ultrasonografi mudah dibawa.[15]
Dua studi meta analisis menyimpulkan pemeriksaan ultrasonografi kuantitatif tumit kurang sensitif maupun spesifik dalam mendiagnosis osteoporosis dibandingkan dengan hasil pemeriksaaan DEXA.[39,40]
Pemeriksaan ulang deteksi dini osteoporosis dapat dilakukan setidaknya paling cepat selang dua tahun pada populasi dengan hasil pemeriksaan inisial normal.[38] Suatu studi bahkan menunjukkan pengulangan pemeriksaan DEXA 4 tahun setelah pemeriksaan inisial pada populasi dengan rerata usia 74 tahun, tidak lebih baik dalam memprediksi risiko fraktur dibandingkan hasil prediksi pemeriksaan inisial.[41]