Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Fever of Unknown Origin general_alomedika 2023-02-02T07:52:33+07:00 2023-02-02T07:52:33+07:00
Fever of Unknown Origin
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Fever of Unknown Origin

Oleh :
dr. William Sumoro
Share To Social Media:

Diagnosis fever of unknown origin (FUO) dilakukan dengan anamnesis yang terfokus pada etiologi, pemeriksaan fisik yang berulang, hati-hati, terarah. Didukung oleh  pemeriksaan penunjang yang berdasarkan petunjuk diagnostik potensial/potentially diagnostic clues (PDCs). Dalam menentukan diagnosis diferensial, yang perlu diingat adalah mayoritas penyebab FUO merupakan suatu manifestasi tidak lazim dan/atau atipikal dari suatu penyakit yang umum daripada suatu penyakit yang langka.

Anamnesis

Anamnesis yang tepat dan pemeriksaan fisik yang cermat memegang peranan yang penting dalam menentukan arah diagnosis. Anamnesis terfokus pada etiologi berdasarkan gejala pasien dan mencakup informasi mengenai riwayat penyakit sebelumnya, penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat perjalanan, riwayat hubungan seksual, paparan yang berkaitan dengan pekerjaan atau hobi, dan kontak dengan hewan. Selain itu, ketika melakukan anamnesis, perlu mengidentifikasi petunjuk diagnostik potensial/potentially diagnostic clues (PDCs). PDCs adalah semua gejala dan kelainan yang mengarah pada kemungkinan diagnosis.[11,13]

Riwayat Penyakit Sekarang

Dalam  pengumpulan data mengenai riwayat penyakit sekarang, perlu dilakukan secara teliti dan cermat. Gejala-gejala tersebut mungkin terlihat tidak signifikan dan samar, namun dapat berkaitan karena FUO biasanya memperlihatkan manifestasi atipikal/tidak lazim dari penyakit yang umum.[17]

Penting untuk menanyakan onset penyakit yang sebenarnya dan riwayat kontak dengan penderita penyakit (terutama dengan pasien tuberkulosis). Kadang proses anamnesis riwayat penyakit ini perlu dilakukan berulang, didapatkan dari anggota keluarga lainnya atau teman, dan dilakukan oleh dokter lainnya.[17]

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat medis/operasi sebelumnya mencakup infeksi kronis (misalnya: tuberkulosis, endocarditis, HIV), riwayat transfusi, riwayat keganasan dengan waktu dan tipe terapi yang diterima, terapi imunosupresif,riwayat prosedur invasif atau pembedahan (abses), riwayat penyakit dental (abses apikal, endokarditis bakteri subakut). [6,17]

Riwayat prosedur pemasangan katup prostesis, kateter vena indwelling, alat pacu jantung, defibrilator yang ditanam, sendi prostesis, implan kosmetik; dan riwayat penyakit psikiatri demam faktisius atau psikogenik.[6,17]

Riwayat Pengobatan

Penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan drug fever. Perlunya mendapatkan informasi pemakaian obat-obatan, seperti over the counter, herbal, antimikorba, dan obat-obatan antiinflamasi dan antipiretik karena dapat menutupi derajat keparahan atau durasi demam.[17]

Riwayat Sosial

Hal-hal penting yang perlu ditanyakan meliputi riwayat perjalanan, daerah asal, status vaksinasi, kondisi tempat tinggal dan kerja, penggunaan obat-obatan terlarang, aktivitas seksual, paparan hewan dan serangga, kegiatan rekreasi dan kebiasaan makan yang tidak lazim.[17]

Riwayat Keluarga

Hubungan genetik sebuah penyakit dan paparan terdapat sebuah agen infeksi dalam keluarga dapat memberikan petunjuk diagnostik.[17]

Tabel 2. Petunjuk Diagnostik Potensial pada Anamnesis

Kategori Penyakit Temuan
Penyakit infeksi Riwayat penyakit tuberkulosis, kontak dengan dengan hewan (demam Q, brucellosis, toksoplasmosis, penyakit cakaran kucing, atau trikinosis), gigitan nyamuk atau kutu (ehrlichiosis/anaplasmosis, babesiosis, atau malaria), paparan hewan pengerat/rodensia (demam gigitan tikus, relapsing fever, atau leptospirosis), transfusi darah (ehrlichiosis, anaplasmosis, babesiosis, sitomegalovirus, atau human immunodeficiency virus), penggunaan obat imunosupresif (sitomegalovirus, tuberkulosis).
Neoplasma/malignansi Riwayat penurunan berat badan (0,907 kg/minggu), terutama jika disertai dengan anoreksia onset awal, pruritus/rasa gatal setelah mandi air panas, dan memiliki riwayat adenopati atau malignansi sebelumnya.
Penyakit rematik, inflamasi Riwayat artralgia/mialgia (demam panas dingin merupakan penanda kuat bukan penyakit rematik), batuk kering (arteritis sel raksasa/arteritis temporal), ulkus oral (sindrom Behcet/lupus eritematosus sistemik), gejala sendi dan limfadenopati general (adult Still’s disease, lupus eritematosus sistemik), kolesistitis akalkulus (lupus eritematosus sistemik, periarteritis nodosa)
Gangguan lainnya Jika tidak termasuk kategori lainnya, perlu dipikirkan penyebab FUO adalah gangguan lainnya. Demam yang periodik (neutropenia siklik), riwayat limfadenopati (penyakit Rosai-Dorfman/Kikuchi), nyeri leher/rahang (tiroiditis subakut), tenaga medis (demam faktisius), penyakit radang usus (enteritis regional), alkoholisme (sirosis), riwayat penggunaan obat (pseudolimfoma, demam obat), dan riwayat penyakit keluarga (demam Mediterania familial, sindrom hiper-IgD)

Sumber: A Clinical Approach. The American Journal of Medicine (2015)[6]

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik FUO, perlu diperhatikan untuk melakukan pemeriksaan fisik yang lebih teliti pada beberapa aspek yang dapat memberikan petunjuk diagnostik potensial/potentially diagnostic clues (PDCs). Selain itu, juga perlu untuk melakukan pemeriksaan fisik berulang agar dapat menemukan kelainan-kelainan yang sulit terdeteksi.

Tabel 3. Petunjuk Diagnostik Potensial pada Pemeriksaan Fisik berdasarkan Letak Anatominya

Letak Anatomis Temuan Diagnosis
Kepala Nyeri tekan sinus Sinusitis
Arteri temporal Nodul, pulsasi yang berkurang Arteritis temporal
Orofaring

Ulserasi, nyeri tekan gigi

 

Oral thrush

Histoplasmosis diseminata, abses periapikal

AIDS tahap lanjut

Fundus mata/konjungtiva Tuberkulum koroid, petekie, titik Roth Granulomatosis diseminata*, endokarditis
Tiroid Pembesaran, nyeri tekan Tiroiditis
Jantung Murmur Endokarditis infektif/marantik
Abdomen Pembesaran kelenjar limfa krista iliaka, splenomegali Limfoma, endokarditis, granulomatosis diseminata*
Rektum

Fluktuasi perirektal, nyeri tekan

Fluktuasi prostat, nyeri tekan

Abses

 

Abses

Genitalia

Nodul testikular

Nodul epididimis

Nodosa periarteritis

Granulomatosis diseminata

Ekstremitas inferior Nyeri tekan vena dalam Trombosis atau tromboflebitis
Kulit dan kuku Petekie, splinter hemorrhage, nodul subkutan, clubbing

Vaskulitis, endokarditis
Demam dan pola demam Pola Pel-Ebstein (demam yang berlangsung selama 3 hingga 10 hari diikuti periode tanpa demam selama 3 hingga 10 hari) Penyakit Hodgkin, tifus inversus pada tuberkulosis diseminata

*granulomatosis diseminata (tuberkulosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis, sarkoidosis, sifilis)

Sumber: Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases,2015.[18]

Tabel 4. Petunjuk Diagnostik Potensial pada Pemeriksaan Fisik berdasarkan Etiologinya

Etiologi Temuan
Anaplasmosis Demam, nyeri kepala, artralgia, mialgia, pneumonitis, trombositopenia, limfopenia, peningkatan enzim hati
Babesiosis Artralgia, mialgia, bradikardia relatif, hepatosplenomegali, anemia, trombositopenia, peningkatan enzim hati
Bartonellosis Konjungtivitis, nyeri retro-orbital, nyeri tulang tibia anterior, ruam makular, lesi plak nodular, dan/atau limfadenopati regional
Blastomycosis Artritis, pneumonia atipikal, nodul pulmoner, dan/atau sindrom distres pernapasan dewasa; verukosa, nodular, atau lesi kulit ulserasi; dan prostatitis
Brucellosis Artralgia, hepatosplenomegali, lesi muskuloskeletal supuratif, sacroiliitis, spondilitis, uveitis, hepatitis, dan pansitopenia
Coccidioidomycosis Artralgia, pneumonia, kavitas pulmoner, nodul pulmoner, eritema multiforme, dan eritema nodosum
Ehrlichiosis Pneumonitis, hepatitis, trombositopenia, dan limfopenia

Enteric fever

(Salmonella enterica serovar Typhi)

Nyeri kepala, artritis, nyeri andomen, bradikardia relatif, hepatosplenomegali, dan leukopenia
Histoplasmosis Nyeri kepala, pneumonia, kavitas pulmoner, ulkus mukosa, adenopati, eritema nodosum, eritema multiforme, hepatitis, anemia, leukopenia, dan trombositopenia
Leptospirosis Nyeri kepala bitemporal dan frontal, nyeri tekan betis dan lumbar, sufusi konjungtiva, gagal hati dan ginjal, dan pneumonitis hemoragik
Leishmaniasis (visceral disease) Hepatosplenomegali, limfadenopati, dan hiperpigmentasi wajah, tangan, kaki dan/atau kulit abdominal (kala azar)
Malaria Demam, nyeri kepala, mual, emesis, diare, hepatomegali, splenomegali, dan anemia
Psittacosis (Chlamydia psittaci)

Demam, faringitis, hepatosplenomegali, pneumonia, erupsi makulopapular, eritema multiforme, eritema marginatum, dan eritema nodosum

Q fever

(Coxiella burnetii)

Pneumonia atipikal, hepatitis, hepatomegali, bradikardia relatif, dan/atau splenomegali

Rat-bite fever

(Streptobacillus moniliformis)

Nyeri kepala, mialgia, poliartritis, dan ruam makulopapular, morbiliform, petekie, vesikular, atau pustular pada telapak tangan, kaki, dan ekstremitas

Relapsing fever

(Borrelia recurrentis)

Demam tinggi menggigil, nyeri kepala, delirium, artralgia, mialgia, dan hepatosplenomegali
Tuberculosis Keringat malam, penurunan berat badan, pneumonia atipikal, lesi kavitas pulmoner
Tularemia Lesi ulserasi pada tempat gigitan, pneumonia, bradikardia relatif, limfadenopati, dan konjungtivitis

Whipple disease

(Tropheryma whippelii)

Diare kronis, artralgia, penurunan berat badan, malabsorpsi, dan malnutrisi

Sumber: Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases,2015.[18]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada investigasi FUO meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan, dan histopatologi. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan penunjang adalah perlunya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan secara baik dan cermat agar dapat mempercepat pemberian terapi dan mengurangi biaya dan toksisitas dari intervensi yang tidak diperlukan. Selain itu, penggunaan tes diagnostik yang tidak sesuai dalam evaluasi etiologi FUO dapat memberikan hasil positif palsu dan menyesatkan rencana pengobatan.[4,17,18]

Pemeriksaan laboratorium nonspesifik adalah langkah pertama dalam identifikasi etiologi berdasarkan hipotesis diagnosis dan dapat memberikan petunjuk diagnostik yang berguna.[19-22]

Pemeriksaan Laboratorium Tahap Awal

Pemeriksaan darah lengkap dengan diferensial:

Penting untuk pendeteksian leukositosis, neutropenia, diferensial yang abnormal menunjukkan keganasan hematologi, dan anemia atau trombositopenia menandakan malaria, penyakit rickettsia, dan infeksi virus. Jika ditemukan adanya limfositosis atipikal, perlu melacak antibodi IgM cytomegalovirus dan antibodi heterofil.[19-22]

Kultur:

Kultur darah (minimal 2 set), kultur urin, dan urinalisis dengan pemeriksaan mikrosopis. Pemeriksaan dasar dan penting untuk mendiagnosis bakteremia atau infeksi saluran kemih dan dapat memberikan informasi mengenai sensitivitas antibiotik.[19-22]

Kimia Darah:

Kimia darah termasuk pemeriksaan lactate dehydrogenase (LDH), bilirubin, dan enzim hati. Bermanfaat untuk mendiagnosis hepatitis atau abnormalitas traktus hepatobilier seperti ikterus obstruktif dengan kolangitis. Jika ditemukan adanya enzim hati yang abnormal, perlu melacak serologi hepatitis. Peningkatan kadar LDH, meskipun tidak spesifik, merupakan petunjuk limfoma, leukemia, histoplasmosis, dan pneumonia pneumosistis.[19-22]

Antibodi antinuklear dan faktor reumatoid:

Merupakan tes skrining untuk penyakit jaringan ikat dan autoimun.[19-22]

Antibodi HIV:

Dipertimbangkan sebagai bagian dari pemeriksaan FUO.[19-22]

Serologi demam Q:

Jika memiliki faktor risiko riwayat kontak dengan hewan ternak.[19-22]

Pemeriksaan laboratorium yang berguna pada tahap awal investigasi FUO:

  • Elektroforesis protein serum (mieloma multipel)
  • Tes Mantoux/kulit tuberkulin (tuberkulosis)
  • Tes samar darah tinja (kanker kolon atau penyakit radang usus)
  • Kreatin kinase (miositis)
  • Laju endap darah dan C-reactive protein: Menandakan inflamasi yang signifikan, namun tidak spesifik untuk penyakit infeksi karena inflamasi dengan penyebab non infeksi juga dapat mengakibatkan peningkatan

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi sebaiknya dipilih berdasarkan kategori FUO dan pola keterlibatan organ. Pemeriksaan rontgen thoraks merupakan pemeriksaan diagnostik minimal yang perlu dilakukan.

Pemeriksaan computed tomography (CT) thoraks berguna untuk mendeteksi nodul kecil yang menandakan penyakit keganasan, infeksi jamur, mikobakterium, atau nokardia; dan adenopati hilum atau mediastinum menandakan limfoma, histoplasmosis, atau sarkoidosis.

Magnetic resonance imaging jarang diperlukan dalam pemeriksaan awal FUO, kecuali pada abses epidural spinal. Ekokardiografi kardiak berperan pada endokarditis dengan kultur negatif dan miksoma atrium.[17,23]

Pemeriksaan pencitraan nuklir, seperti gallium-67 scintigraphy dan technetium-99m atau indium-111-labeled white blood cell scan bermanfaat untuk melokalisasi fokus infeksi atau inflamasi, namun tidak dapat mengidentifikasi etiologi demam.[17]

F-fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET) dan FDG-PET/computed tomography merupakan modalitas mengidentifikasi letak inflamasi dan keganasan, seperti limfoma, penyakit Erdheim-Chester, endokarditis demam Q, atau infeksi cangkok aorta.[17]

Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan

Biopsi Kelenjar Getah Bening dan Biopsi Hati:

Biopsi kelenjar getah bening merupakan pemeriksaan invasif yang paling sering dilakukan, berguna untuk diagnosis limfoma, toksoplasmosis, dan penyakit Kikuchi. Granuloma pada sampel kelenjar getah bening menandakan gangguan granulomatosa, seperti tuberkulosis, sarkoidosis, dan limfoma.

Pada pengambilan sampel biopsi kelenjar getah bening, perlu diperhatikan untuk menghindari pengambilan pada servikal anterior, aksila, dan inguinal karena hasilnya tidak spesifik dan sering dilaporkan dengan hasil peradangan non spesifik. Kelenjar getah bening yang diagnostik adalah nodus servikal posterior, supra/infraklavikular, epitroklear, hilar, mediastinal, atau retroperitoneal.[24-27]

Biopsi hati sebaiknya dilakukan untuk kasus diagnosis suspek tuberkulosis milier dan evaluasi hepatitis granulomatosa karena dapat membedakan granuloma akibat infeksi, gangguan autoimun, atau neoplastik.[24,28]

Biopsi Sumsum Tulang:

Biopsi sumsum tulang merupakan pemeriksaan penting pada diagnosis penyakit neoplasma, seperti limfoma maligna, leukemia, multiple myeloma, penyakit Erdheim-Chester, demam tifoid/enterik, penyakit Whipple, penyakit Castleman multisentris, infeksi intraseluler yang berkaitan dengan FUO (misalnya histoplasmosis diseminata), tuberkulosis milier. Pada endokarditis bakterial subakut atau demam tifoid/enterik, dapat dipertimbangkan untuk melakukan biopsi sumsum tulang jika didapati hasil kultur darah negatif.[24,29]

Referensi

4. Mourad O, Palda V, Detsky AS. A comprehensive evidence-based approach
to fever of unknown origin. Arch Intern Med. 2003;163:545–51.
6. Cunha BA, Lortholary O, Cunha C. Fever if Unknown Origin: A Clinical Approach. The American Journal of Medicine (2015) 128, 1138.e1-1138.e15
17. K. Hayakawa, B. Ramasamy, P. H. Chandrasekar. Fever of Unknown Origin: An Evidence-Based Review. [Am J Med Sci 2012;344(4):307–316.]
18. W. F. Wright. Fever of Unknown Origin. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases (Eighth Edition). 2015; 56:790-800
19. Cunha BA. Nonspecific tests in the diagnosis of fever of unknown origin. In: Cunha BA, ed. Fever of Unknown Origin. New York: Informa Healthcare; 2007:151-158.
20. Purnendu S, Louria DB. Non-invasive and invasive diagnostic procedures and laboratory methods. In: Murray HW, ed. Fever of Undetermined Origin. Mount Kisco, NY: Futura Publishing; 1983: 159-190.
21. Cunha BA, Petelin A. Fever of unknown origin due to large B-cell lymphoma: the diagnostic significance of highly elevated alkaline phosphatase and serum ferritin levels. Heart Lung. 2013;42:67-71.
22. . Cunha BA. Fever of unknown origin: diagnostic importance of serum ferritin levels. Scand J Infect Dis. 2007;39:651-652.
23. Trivedi Y, Yung E, Katz DS. Imaging in fever of unknown origin. In: Cunha BA, ed. Fever of Unknown Origin. New York: Informa Healthcare; 2007:209-228.
24. Cunha BA. Fever of unknown origin: focused diagnostic approach based on clinical clues from the history, physical examination, and laboratory tests. Infect Dis Clin North Am 2007;21:1137–87, xi.
25. Dorfman RF, Remington JS. Value of lymph-node biopsy in the diagnosis of acute acquired toxoplasmosis. N Engl J Med 1973;289: 878–81.
26. Sinclair S, Beckman E, Ellman L. Biopsy of enlarged, superficial lymph nodes. JAMA 1974;228:602–3.
27. Tsang WY, Chan JK, Ng CS. Kikuchi’s lymphadenitis. A morphologic analysis of 75 cases with special reference to unusual features. Am J Surg Pathol 1994;18:219–31.
28. Holtz T, Moseley RH, Scheiman JM. Liver biopsy in fever of unknown origin. A reappraisal. J Clin Gastroenterol 1993;17:29–32.
29. Jha A, Sarda R, Gupta A, Talwar OP. Bone marrow culture vs blood culture in Fever of Unknown Origin. J Nepal Med Assoc. 2009;48:135-138.

Epidemiologi Fever of Unknown Or...
Penatalaksanaan Fever of Unknown...

Artikel Terkait

  • Profilaksis Tuberkulosis
    Profilaksis Tuberkulosis
  • Penanganan TB-HIV
    Penanganan TB-HIV
  • Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
    Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
  • Menangani Efek Samping Terapi Tuberkulosis
    Menangani Efek Samping Terapi Tuberkulosis
  • Penanganan Tuberkulosis Anak di Indonesia
    Penanganan Tuberkulosis Anak di Indonesia

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
3 hari yang lalu
Pengobatan untuk pasien TB putus obat
Oleh: Anonymous
7 Balasan
Alo dok. Izin diskusi.Os laki-laki usia 60 th datang dg keluhan batuk disertai dg dahak +/- 1 bulan ini. Sesak(+), demam (-). Penurunan BB (-).Nafsu mkn...
dr. Hudiyati Agustini
13 hari yang lalu
Pemeriksaan IGRA dalam Diagnosis Tuberkulosis pada Penderita HIV - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter!Akurasi uji interferon gamma release assay (IGRA) untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis laten pada pasien HIV sering diragukan. Kenapa, ya?Hal...
dr. Desi Rahmawaty
22 Januari 2023
Tata laksana untuk pasien gagal pengobatan TB suspek MDR
Oleh: dr. Desi Rahmawaty
2 Balasan
Alo Dokter, izin bertanya.Apa yang sebaiknya dilakukan jika ada pasien TB lini 1 pada bulan kelima sputum BTA masih positif sehingga dinyatakan gagal...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.