Diagnosis Konjungtivitis
Diagnosis konjungtivitis mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang tidak rutin dikerjakan untuk setiap pasien konjungtivitis. Kultur dari apusan konjungtiva dapat membantu mencari patogen penyebab konjungtivitis jika diperlukan. [1,6]
Anamnesis
Keluhan utama pasien konjungtivitis adalah mata merah. Keluhan disertai rasa gatal, rasa panas terbakar, rasa mata mengganjal, silau, penurunan tajam penglihatan, sekret mata, riwayat alergi, dan riwayat paparan. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah riwayat penggunaan lensa kontak, riwayat penggunaan obat-obatan (termasuk tetes mata), dan riwayat hubungan seksual yang berisiko (bila dicurigai infeksi akibat kuman penyakit menular seksual). [1,2,6,7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang didapat dari masing-masing jenis konjungtivitis memiliki ciri khas masing-masing. Semua pasien dengan keluhan oftalmologi, sebaiknya menjalani pemeriksaan tajam penglihatan untuk melihat adanya defisit visus dan memastikan tidak ada gangguan oftalmologi yang lebih serius. Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan menggunakan Snellen chart. Pada pasien yang menggunakan kacamata, sebaiknya tetap dipakai pada saat pemeriksaan.
Konjungtivitis Viral
Pada pemeriksaan fisik pasien konjungtivitis viral dapat ditemukan hiperemia atau injeksi konjungtiva, yaitu pelebaran pembuluh darah dari forniks ke arah limbus, berwarna merah muda, berkelok-kelok dan letaknya superfisial. Pemeriksaan fisik lain yang bisa ditemukan adanya folikel, yaitu lesi seperti bintil-bintil kecil, multipel, translusen, paling jelas tampak di forniks. Bisa juga ditemukan papillae, yaitu lesi bintil kemerahan dengan vaskularisasi di tengahnya, biasanya ditemukan pada konjungtiva tarsal superior dengan melakukan eversi kelopak mata.
Tanda lain yang dapat ditemukan adalah edema kelopak mata, sekret mata serosa, limfadenopati (ditemukan pada 50% kasus konjungtivitis viral), perdarahan subkonjungtiva, kemosis konjungtiva, dan pseudomembran, keratitis.
Konjungtivitis viral akibat moluscum contagiosum biasanya disertai dengan lesi pada palpebra berupa nodul berwarna agak pucat, mengkilap, dengan umbilikasi di bagian tengah. [1,2]
Infeksi adenovirus dapat juga menimbulkan gejala demam faringokonjungtival yang ditandai dengan demam tinggi yang muncul tiba-tiba, konjungtivitis pada kedua mata, faringitis, dan limfadenopati preaurikular.
Keratokonjungtivitis memiliki gejala yang lebih berat, berupa sekret mata yang cair, hiperemia dan kemosis konjungtiva, serta limfadenopati ipsilateral. [3]
Konjungtivitis Bakterial
Pemeriksaan fisik konjungtivitis bakterial yang dapat ditemukan adalah injeksi konjungtiva, palpebra bengkak dan eritema, sekret mata mukopurulen, papillae (banyak ditemukan pada konjungtivitis bakterial), serta erosi epitel kornea perifer dan infiltrasi ke stroma (lebih sering akibat infeksi Haemophilus influenzae). Limfadenopati biasanya tidak ditemukan pada konjungtivitis bakterial, kecuali pada infeksi berat oleh Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis.
Pada konjungtivitis bakterial akibat Neisseria gonorrhoeae pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan eksudasi dalam jumlah banyak, sekret yang hiperpurulen, kemosis berat, hiperemia konjungtiva berat, edema palpebra. Pada kasus yang terlambat ditangani dapat ditemukan infiltrat, ulkus, bahkan perforasi pada kornea.
Konjungtivitis trakoma yang diakibatkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis memiliki pemeriksaan fisik yang khas seperti pembentukan folikel sangat banyak, sekret mukopurulen, jaringan parut pada konjungtiva tarsal superior berbentuk linear atau stelata (Arlt line) yang timbul pada proses penyembuhan setelah nekrosis folikel. Involusi dan nekrosis folikel juga dapat menimbulkan depresi (lekukan) pada area limbus yang disebut sebagai Herbert pits. Pada pemeriksaan dapat pula ditemukan kekeruhan kornea, vaskularisasi kornea, trikiasis, dan entropion.[1,6,17]
Konjungtivitis Alergi
Pemeriksaan fisik yang menonjol pada konjungtivitis alergi adalah injeksi konjungtiva yang disertai dengan kemosis konjungtiva serta edema palpebra. Sekret mata biasanya serosa (cair, bening).
Dapat ditemukan giant papillae dengan gambaran cobblestone pada konjungtivitis alergi vernal dan konjungtivitis giant papillary. Pada konjungtivitis alergi vernal dapat terbentuk papillae di area limbus memberikan gambaran titik putih multipel (Horner-Trantas dots) yang merupakan kumpulan sel epitel yang mengalami degenerasi dan eosinofil. Konjungtivitis alergi atopik biasanya disertai dengan perubahan kulit khas eksema, tanda Hertoghe (alis hilang di bagian lateral), dan lipatan Dennie-Morgan (lipatan pada palpebra karena garukan terus menerus). [1,7]
Tabel 1. Gambaran Klinis pada Konjungtivitis
Gambaran Klinis | Konjungtivitis Viral | Konjungtivitis Bakterial | Konjungtivitis Alergi |
Mata merah | + | ++ | + |
Kemosis konjungtiva | ± | ++ | ++ |
Gatal | ± | ± | ++ |
Sekret mata | Cair, bening-putih, volume banyak | Mukopurulen, volume sedang-sangat banyak (gonore) | Mukoid, volume sedikit |
Folikel | - | + | - |
Papillae | ± | - | + |
Pseudomembran | ± | ± | - |
Limfadenopati preaurikular | + | ± | - |
Keluhan lain: sakit tenggorokan, demam | ± | ± | - |
Diagnosis Banding
Diagnosis banding konjungtivitis antara lain blefaritis, dry eyes syndrome, keratitis bakterial, dan skleritis.
Blefaritis
Blefaritis adalah peradangan pada palpebra yang ditandai oleh iritasi mata, rasa gatal pada kelopak mata, edema palpebra, dan serbuk seperti ketombe pada ujung kelopak mata. Penyakit ini biasanya kronis dan berhubungan dengan dermatitis seboroik.
Dry Eyes Syndrome
Pada dry eyes syndrome, pasien umumnya datang dengan rasa perih di mata atau mata yang sering berair. Tidak ada sekret, edema palpebra, ataupun tanda inflamasi lainnya.
Keratitis Bakterial
Keratitis bakterial biasanya disebabkan oleh penggunaan lensa kontak, trauma pada kornea, atau penggunaan obat tetes mata steroid. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan ulkus epitel kornea, inflamasi area sekitar kornea, dan plak endotel inflamatorik.
Skleritis
Skleritis ditandai dengan kemerahan fokal atau difus, perubahan warna pada sklera, penebalan sklera inisial, penipisan sklera lanjut, dan nekrosis sklera. [3,6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis. Pemeriksaan penunjang dilakukan pada kasus yang tidak memberikan respon terhadap terapi yang diberikan, konjungtivitis yang dicurigai akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis, serta pada kasus konjungtivitis dengan gejala yang berat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pewarnaan gram, kultur, dan PCR DNA. [1,2]