Penatalaksanaan Konjungtivitis
Penatalaksanaan konjungtivitis umumnya bersifat suportif. Umumnya baik konjungtivitis bakterial dan konjungtivitis viral dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-7 hari dan 2-3 minggu. Pengobatan antibiotik spesifik diberikan pada kasus-kasus konjungtivitis tertentu saja. [1,17].
Terapi Suportif
Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari. Pemberian air mata buatan dapat membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen dan mediator-mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan mata. Sebaiknya gunakan air mata buatan yang tidak mengandung bahan pengawet dan dalam kemasan single-dose agar kemasan tetes mata tidak menjadi media penularan.
Antihistamin dan vasokonstriktor topikal (misalnya: antazoline, xylometazoline) dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal yang berat.
Steroid topikal, misalnya prednisolone 0,5% sebanyak 4 kali per hari dapat diberikan pada konjungtivitis dengan gejala berat, pembentukan pseudomembran, atau adanya infiltrat subepitel yang mengganggu penglihatan. Penggunaan steroid topikal harus hati-hati karena dapat membantu replikasi virus dan memperpanjang masa penularan. Evaluasi tekanan intraokular harus dilakukan berkala pada penggunaan jangka panjang.
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak, misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae.
Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan. Pasien juga diminta untuk menghentikan penggunaan lensa kontak untuk sementara. [1,2,6,17]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang melatarbelakangi.
Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh infeksi adenovirus. Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan tidak efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep vidarabine, dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus konjungtivitis akibat infeksi virus herpes simpleks. Pada kasus konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pasien diberikan antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800 mg/ hari selama 7-10 hari. Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x 500 mg/ hari selama 7-10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk mengobati konjungtivitis pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal biasanya diberikan bila ada risiko superinfeksi oleh bakteri. [1-3,17]
Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin, neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan sebagainya), makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan bacitracin. Pemberian antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per hari selama 1 minggu pemberian. Pada kasus dengan gejala yang berat, pemberian antibiotik dapat lebih sering untuk mempercepat penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai konsentrasi yang lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun tidak dapat digunakan pada siang hari karena menyebabkan penglihatan kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal pilihan adalah kuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin dengan frekuensi pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian antibiotik sistemik golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa antibiotik golongan makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada konjungtivitis Haemophilus influenzae (khususnya pada anak) adalah amoksisilin klavulanat. Konjungtivitis akibat infeksi Meningococcus dapat diberikan ceftriaxone, cefotaxime, benzilpenisilin, atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan adalah azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu kemudian. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x 100 mg selama 10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari, amoksisilin, atau ciprofloxacin. [1,6]
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat seperti antihistamin topikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor, kortikosteroid, dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan azelastine. Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.
Mast cell stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah proses degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga mengurangi frekuensi terjadinya eksaserbasi akut. Mast cell stabilizer biasanya digunakan bersama dengan terapi lainnya. Regimen yang dapat digunakan adalah lodoxamide, nedocromil, sodium cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine, oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin. Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk sementara dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau bila ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam jangka waktu pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang dapat digunakan adalah prednisolone 0,5%, rimexolone 1%, fluorometholone 0,1%, loteprednol etabonate 0,2-0,5%. Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak 0,1% dapat dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal bekerja menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi keluhan pasien. [1,7]
Pembedahan
Tidak ada tindakan pembedahan khusus untuk kasus konjungtivitis. Pada kasus konjungtivitis yang menyertai infeksi Moluscum contagiosum, tindakan pengeluaran badan moluskum dilakukan menggunakan ujung jarum suntik. [1]
Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga berat, penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada keterlibatan kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi virus herpes simpleks. Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual atau ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk penanganan yang sesuai.[1,10]
NVS/IHDO/OTHR/122021/125