Pemeriksaan Klinis Konjungtivitis Viral vs Bakterial

Oleh :
dr. Friska Debby Anggriany, SpM, MKes

Pemeriksaan klinis untuk membedakan konjungtivitis viral dan konjungtivitis bakterial perlu dipahami oleh tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas kesehatan primer. Hal ini dikarenakan konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling sering ditemukan tetapi terapinya masih sering kurang tepat. Contohnya, pasien konjungtivitis viral masih sering diberikan antibiotik meskipun sebenarnya tidak perlu.[1,2]

Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah konjungtiva, sehingga pasien mengalami hiperemia dan edema konjungtiva. Etiologi konjungtivitis dibedakan menjadi etiologi infeksi dan noninfeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit. Sementara itu, etiologi noninfeksi dapat berupa alergi, kondisi autoimun, benda asing, dan obat tertentu.

Pemeriksaan Klinis Konjungtivitis Viral vs Bakterial-min

Sekitar 80% kasus konjungtivitis akut disebabkan oleh virus, terutama oleh adenovirus (65–90%). Selain itu, konjungtivitis viral juga bisa disebabkan oleh virus herpes simplexherpes zoster, dan enterovirus.

Konjungtivitis bakterial lebih sering terjadi pada anak-anak (50–70%) daripada dewasa. Bakteri penyebab tersering pada anak adalah Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Moraxella catarrhalis. Sementara itu, bakteri penyebab tersering pada orang dewasa adalah Staphylococcus sp.[1-6]

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik untuk Konjungtivitis Viral vs Bakterial

Konjungtivitis viral dan bakterial mungkin sulit didiagnosis karena gejalanya bersifat tidak spesifik. Beberapa gejala mungkin lebih mengarah ke konjungtivitis viral atau lebih mengarah ke konjungtivitis bakterial. Akan tetapi, ada overlapping yang umum antara gejala kedua penyakit tersebut.

Dokter perlu memahami beberapa poin anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat membantu dokter mendiagnosis kedua penyakit ini serta menentukan kapan pasien sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis mata.[1-2,5-6]

Kapan Keluhan Mata Merah Terjadi

Pada kebanyakan kasus, konjungtivitis akut akibat virus dan bakteri bersifat self-limiting dan hanya berlangsung selama 7–14 hari. Berdasarkan onsetnya, konjungtivitis dapat dibedakan menjadi konjungtivitis hiperakut (<24 jam), akut (3–4 minggu), dan kronis (>4 minggu). Kasus yang berlangsung lebih lama dari 7–14 hari sebaiknya dikonsultasikan ke dokter spesialis mata.[1-2,5-6]

Ada Tidaknya Gangguan Penglihatan

Konjungtivitis umumnya tidak mengganggu penglihatan. Jika ada keluhan mata merah dengan nyeri hebat, silau berlebihan saat terkena cahaya, atau penurunan penglihatan, maka gejala tersebut mungkin mengarah ke uveitis, peningkatan tekanan bola mata, glaukoma, atau ulkus kornea yang sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis mata.

Ada Tidaknya Kotoran Mata dan Apakah Warnanya

Dokter perlu menanyakan dan memeriksa ada tidaknya ocular discharge pada mata pasien. Jika ada, perhatikan warna discharge tersebut. Konjungtivitis dengan ocular discharge yang bersifat serous biasanya menandakan infeksi virus. Sementara itu, discharge berwarna putih kekuningan atau kehijauan (mukopurulen atau purulen) biasanya menandakan infeksi bakteri.

Konjungtivitis hiperakut dengan sekret purulen kental yang masif, kemosis, dengan atau tanpa keratitis, dan disertai infeksi genitourinaria perlu dicurigai sebagai konjungtivitis bakteri akibat N. gonorrhoeae. Hal ini juga sering ditemukan pada neonatus.[1-2,5-6]

Ada Tidaknya Rasa Gatal pada Mata

Konjungtivitis virus dan bakteri umumnya jarang disertai gatal. Rasa gatal biasanya dijumpai pada konjungtivitis alergi.

Riwayat Penyakit Lain

Dokter perlu menanyakan riwayat penyakit lain, seperti infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran genitourinariaotitis media, atau vesikel pada wajah. Vesikel pada wajah bisa menandakan herpes simplex dan herpes zoster yang mengarahkan diagnosis ke konjungtivitis viral.

Adanya konjungtivitis unilateral disertai vesicular rash yang mengikuti dermatom nervus trigeminal sampai ke ujung hidung (Hutchinson’s sign) menunjukkan infeksi herpes zoster, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat disertai dengan folikel konjungtiva atau keratitis berbentuk dendritik.

Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan atas dan limfadenopati (preaurikular atau submandibula) biasanya mengarahkan diagnosis ke konjungtivitis virus, terutama yang disebabkan oleh adenovirus (pharyngoconjunctival fever). Namun, selain menyebabkan pharyngoconjunctival fever, adenovirus juga dapat menyebabkan EKC atau epidemic keratokonjungtivitis yang ditandai dengan pseudomembran, infiltrat subepitelial, dan perdarahan konjungtiva.

Adanya riwayat otitis media sering menyertai konjungtivitis akut akibat H. influenzae pada anak.[1-2,5-6]

Riwayat Kontak dengan Keluarga atau Rekan yang Mengalami Mata Merah

Konjungtivitis viral sangat menular dengan tingkat transmisi 10–50%. Penularan dapat terjadi lewat transmisi fomites (permukaan benda) yang terkontaminasi sekret okular atau sekret saluran pernapasan.

Riwayat Penggunaan Lensa Kontak

Penggunaan lensa kontak saat tidur atau pemakaian >8 jam/hari dapat meningkatkan risiko keratokonjungtivitis bakterial yang bisa mengancam penglihatan dan memerlukan penanganan dokter spesialis mata segera. Selain bakteri yang biasanya menyebabkan konjungtivitis bakterial, bakteri lain yang sering menginfeksi pengguna lensa kontak adalah Pseudomonas sp.[1-2,5-6]

Picture1 cme skp konjungtivitis

Gambar 1. Algoritme Pendekatan Klinis Suspek Konjungtivitis Akut

Sumber: Azari AA, Barney NP. 2013.[3]

Pemeriksaan Penunjang yang Dapat Membantu Diagnosis Konjungtivitis

Sebagian besar diagnosis konjungtivitis viral ditegakkan hanya secara klinis karena kultur sel virus dengan immunofluorescence assay dan polymerase chain reaction (PCR) sulit dilakukan, memakan waktu lama, dan biayanya cukup mahal.

Beberapa tes terbaru di Amerika Serikat yang menggunakan immunoassay test strip seperti QuickVue Adenoviral Conjunctivitis Test bersifat lebih sederhana dan cepat. Tes ini dapat mendeteksi antigen 55 serotipe adenovirus dalam waktu 10 menit dengan sensitivitas 85–90% dan spesifisitas 96–98%.

Pada kasus konjungtivitis bakteri, dokter dapat melakukan pewarnaan Gram dari apus sekret konjungtiva atau kultur bakteri. Kultur dipertimbangkan pada konjungtivitis yang persisten setelah terapi awal 7 hari, konjungtivitis rekuren, atau konjungtivitis hiperakut dengan sekret purulen masif yang dicurigai akibat Gonococcus atau Chlamydia.[1,2,7]

Kesimpulan

Konjungtivitis viral dan bakterial sering kali sulit dibedakan karena kedua penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang overlapping dan tidak spesifik. Akibatnya, konjungtivitis viral masih sering diterapi dengan antibiotik meskipun sebenarnya tidak perlu.

Untuk membedakan kedua konjungtivitis ini, dokter dapat menanyakan dan memeriksa warna ocular discharge. Selain itu, dokter menanyakan riwayat penyakit lain, seperti infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran genitourinariaotitis media, atau vesikel pada wajah untuk mengarahkan diagnosis ke etiologi yang lebih spesifik. Dokter juga menanyakan riwayat kontak dengan orang yang mengalami mata merah dan riwayat penggunaan lensa kontak.

Bila keluhan pasien berlangsung >7–14 hari atau bila keluhan mata merah disertai nyeri hebat, silau berlebihan saat terkena cahaya, atau penurunan penglihatan, maka pasien sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis mata.[1,2]

Referensi