Penatalaksanaan GERD
Tata laksana penyakit refluks esofageal / gastroesophageal reflux disease (GERD) harus dilakukan dengan cara modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis, dan terapi operatif. Tujuan terapi pada pasien dengan GERD adalah:
- Eradikasi dan kontrol gejala
- Menangani lesi esofagus
- Mencegah rekurensi gejala
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mencegah komplikasi GERD[4,14]
Terapi Nonfarmakologis
Tata laksana nonfarmakologis pasien GERD dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dan edukasi pasien yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam modifikasi gaya hidup pasien GERD meliputi:
Modifikasi Diet
Makanan yang harus dihindari antara lain:
- Kafein
- Coklat
- Peppermint
- Makanan yang bersifat asam, misalnya jus jeruk atau soda
- Makanan berlemak tinggi
- Makanan pedas
Mengubah Posisi Tidur
Pasien GERD sebaiknya dianjurkan untuk elevasi bagian kepala tempat tidur 15-20 cm dan tidur ke arah kiri.
Modifikasi Kebiasaan
Kebiasaan yang harus dimodifikasi di antaranya:
- Menghindari kebiasaan merokok, baik aktif ataupun pasif
- Menghindari kebiasaan tidur atau duduk 3 jam postprandial, terutama saat malam hari
- Menggunakan permen karet dapat membantu menetralisir asam
- Menghindari pakaian terlalu ketat
- Menurunkan berat badan
- Olahraga teratur
- Melatih pola pernapasan diafragma
Kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi dan modifikasi gaya hidup akan sangat menentukan keberhasilan terapi dan prognosis pasien.[4,14,18] Hal ini merupakan salah satu komponen terpenting yang harus ditekankan dalam edukasi pasien, terutama oleh dokter layanan primer.
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis GERD dilakukan dengan supresi asam. Pemberian adjuvan juga dapat dilakukan. Pilihan terapi yang dapat diberikan antara lain adalah:
Supresi Asam
Supresi asam merupakan terapi lini pertama pada GERD. Pilihan obat yang dapat diberikan adalah:
Inhibitor Pompa Proton:
Inhibitor pompa proton merupakan obat pilihan pada GERD. Dosis inisial 20 atau 40 mg dapat diberikan 1 kali sehari sebelum makan pagi selama 2-4 minggu. Apabila keluhan menetap, dosis dapat dititrasi naik selama 4-8 minggu hingga terjadi remisi. PPI yang dapat diberikan adalah omeprazole, pantoprazole, lansoprazole, esomeprazole, atau rabeprazole. Terapi dengan PPI juga aman dilakukan pada ibu hamil. Pemberian PPI dapat dilanjutkan secara jangka panjang atau sesuai kebutuhan (on-demand).
Antagonis Reseptor Histamin-2/H-2 receptor antagonist (H2RA):
H2RA seperti ranitidin dapat diberikan untuk mengurangi gejala akut secara cepat. Obat ini juga dapat diberikan apabila inhibitor pompa proton tidak tersedia.
Antasida:
Antasida juga dapat diberikan untuk meredakan gejala akut secara cepat. Akan tetapi, terapi ini tidak dianjurkan untuk jangka panjang.
Terapi supresi asam dilakukan dengan metode step-up dan kemudian dilakukan titrasi turun sampai pasien mencapai kadar pH 4. Terapi ini tidak mencegah refluks tetapi menurunkan kadar asam refluksat.[1,4,14]
Terapi Ajuvan
Terapi tambahan dengan prokinetik, seperti mosapride atau domperidone juga dapat diberikan. Prokinetik dapat meningkatkan tekanan katup esofagus bawah (LES), memperbaiki pengosongan lambung dan peristalsis usus, dan mengurangi ukuran hernia hiatus. Prokinetik tidak dianjur untuk monoterapi pasien GERD. Kombinasi prokinetik dengan omeprazole terbukti dapat menurunkan kadar asam dengan lebih baik dibandingkan monoterapi omeprazole. Akan tetapi, hal ini belum termasuk ke dalam rekomendasi dan tidak rutin dilakukan. Beberapa data juga menunjukkan pemberian prokinetik tidak menunjukkan efek terapi tertentu.[4,14,19]
Tata laksana farmakologis merupakan modalitas terapi refluks yang sangat baik. Pasien-pasien yang mengalami penyakit refluks refrakter meskipun sudah diberikan terapi yang adekuat harus dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.[4,14]
Terapi Operasi
Operasi merupakan salah satu modalitas terapi pada pasien GERD. Operasi yang dapat dilakukan beragam, tergantung dari patofisiologi yang mendasari keluhan pasien. Secara garis besar, indikasi operasi pada GERD antara lain adalah:
- Gagal terapi farmakologis
- Kepatuhan terapi rendah atau tidak menginginkan konsumsi obat secara jangka panjang
- Esofagitis berat
- Volume refluks terlalu besar
- Terdapat kelainan anatomis, seperti striktur, displasia esofagus, hiatus hernia
- Obesitas morbid
- Gangguan laring
-
Asma akibat refluks/reflux-induced asthma
Pasien-pasien yang membutuhkan operasi harus dirujuk ke dokter spesialis untuk dilakukan evaluasi preoperatif.[1,4,14]