Patofisiologi GERD
Patofisiologi penyakit refluks gastroesofageal merupakan proses yang kompleks dan multifaktorial. Pemahaman tentang patofisiologi gastroesophageal reflux disease (GERD) juga terus mengalami perkembangan. Secara garis besar, GERD terjadi karena masuknya konten dari gaster ke dalam esofagus atau refluks gastroesofageal (RGE) yang berlangsung secara kronis. Refluks merupakan salah satu proses yang secara fisiologi dapat terjadi, akan tetapi sistem gastrointestinal memiliki mekanisme anti-refluks yang sangat baik. Gangguan mekanisme anti-refluks ini dapat menyebabkan RGE yang berlangsung secara kronis. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya paparan konten gaster, masalah sfingter esofagus, gangguan motilitas gastrointestinal, hipersensitivitas esofagus, hernia hiatus, kelainan mukosa.[1,5,7,8]
Paparan Refluksat
Refluksat adalah campuran dari asam lambung, asam empedu, enzim-enzim pencernaan, patogen, serta zat perusak lainnya. Refluksat pada umumnya bersifat asam, sehingga dapat merusak lapisan epitel saluran pencernaan dan iritasi esofagus. Dalam keadaan normal, refluks lambung ini dapat dicegah dengan mekanisme antirefluks. Volume refluksat serta durasi paparan refluks dapat membuat mekanisme antirefluks lama kelamaan menjadi tidak efektif. Kegagalan mekanisme antirefluks akan mengakibatkan zat asam naik ke esofagus dan merusak integritas sawar mukosa/mucosal barrier. Hal ini yang kemudian akan menyebabkan esofagitis dan displasia esofagus.[5,7]
Katup Esofagus Bawah
Katup esofagus bawah/lower esophageal sphincter (LES) merupakan salah satu komponen dalam mekanisme anti-refluks. LES merupakan katup yang membatasi esofagus dan gaster. Katup ini akan berfungsi mencegah isi gaster masuk ke dalam esofagus. Fungsi LES bergantung pada tekanan dan relaksasi otot yang seimbang. Relaksasi transien LES, relaksasi permanen LES, serta peningkatan tekanan intraabdomen transien yang melebihi tekanan LES dapat menyebabkan disfungsi LES. Disgungsi ini dapat terjadi karena faktor neurogenik atau miogenik, faktor ini dapat dipengaruhi oleh distensi gaster, hormon, makanan, obat-obatan, dan enzim peptida. Disfungsi ini akan menyebabkan refluks isi gaster ke dalam esofagus, bila berlangsung secara berkepanjangan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya GERD. Fungsi LES ini juga lebih mudah terganggu pada pasien-pasien dengan obesitas karena peningkatan tekanan intraabdominal, sehingga lebih mudah terjadi inkompetensi katup esofagus bawah.[1,5,7,8]
Gangguan Motilitas
Gangguan motilitas lambung dan esofagus akan sangat mempengaruhi fungsi mekanisme anti-refluks. Pengosongan lambung yang terhambat/delayed gastric emptying akan membuat tekanan intragaster meningkat melebihi tekanan LES. Perbedaan gradien tekanan ini akan menyebabkan refluks dapat masuk ke dalam esofagus.[1,5,7,8]
Dalam keadaan normal, esofagus juga memiliki mekanisme pertahanan. Pertahanan esofagus dibagi ke dalam mekanisme, yaitu resistensi mukosa dan clearance esofagus (peristalsis esofagus dan sekresi saliva). Pada saat terdapat episode refluksat yang masuk ke esofagus, mekanisme pertahanan ini dapat menetralisir zat asam dari refluksat dan mencegah kerusakan mukosa. Proses clearance esofagus yang terganggu akan membuat proses netralisasi asam refluksat tertunda dan tidak efisien, sehingga merusak integritas mukosa esofagus.[5,7]
Hernia Hiatus
Hernia hiatus merupakan salah satu mekanisme terjadi GERD yang cukup sering. Studi mengatakan bahwa hernia hiatus menyebabkan letak LES berpindah dari abdomen ke dalam rongga toraks, hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan gradien tekanan LES. Adanya hernia hiatus juga membuat asam lambung dapat terperangkap di kantung hernia, sehingga meningkatkan volume refluksat ke esofagus pada saat terjadi relaksasi LES.[1,5,7,8]
Eksaserbasi Gejala GERD
RGE sering kali berlangsung kronis dan gejalanya seringkali hilang timbul. Studi menunjukkan bahwa rekurensi GERD sering kali disebabkan karena faktor psikis penderitanya. Mekanisme ini terjadi secara sentral melalui penurunan inhibisi jalur anti-nosiseptif desendens yang neurotransmiter serotonin dan endokanabinoid. Pada saat terjadi stress atau ansietas, akan terjadi penurunan inhibisi anti-nosiseptif sehingga proses penyampaian sinyal ke aferen traktus gastrointestinal akan terganggu dan menimbulkan nyeri ulu hati atau heartburn.[5,7]