Diagnosis GERD
Diagnosis awal penyakit refluks gastroesofageal / gastroesophageal reflux disease (GERD) dapat ditegakkan secara klinis melalui penilaian dokter dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila terdapat keraguan dalam diagnosis atau terjadi gagal terapi serta dapat digunakan untuk menilai komplikasi dan menyingkirkan diagnosis banding. Hasil pemeriksaan penunjang dapat mendukung diagnosis awal dan menjadikan GERD diagnosis definitif ataupun tidak. Sistem skoring seperti Gastroesophageal Reflux Disease Questionnaire (GERD-Q) dapat digunakan untuk membantu diagnosis awal.[4,6,13]
Anamnesis
Anamnesis merupakan kunci utama dalam diagnosis GERD. Tanda dan gejala yang sering kali muncul adalah:
-
Gejala tipikal
-
Rasa terbakar atau asam/heartburn
- Regurgitasi
- Disfagia
-
-
Gejala atipikal
- Batuk kronis
- Suara serak, terutama di pagi hari
- Nyeri ulu hati
- Nyeri dada yang menyerupai angina pektoris
- Mengi
- Hipersalivasi
- Rasa mengganjal di tenggorokan/sensasi globus
- Odinofagia
- Mual
- Otitis media
- Karies
-
Tanda bahaya/alarm symptoms
- Disfagia
- Odinofagia
- Penurunan berat badan
- Hematemesis dan/atau melena
- Anemia defisiensi besi
- Usia di atas 40 tahun
- Prevalensi kanker gaster tinggi
- Penggunaan kronis obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS)
Diagnosis presumtif atau suspek penyakit refluks gastroesofageal dapat ditegakkan apabila terdapat gejala-gejala GERD. Berdasarkan studi yang ada gejala tipikal memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 67%. Akan tetapi, gejala tipikal ini jarang muncul pada pasien-pasien di Asia. Gejala atipikal lebih sering ditemukan pada pasien-pasien di Asia.[4,6,13,14]
Kuesioner GERD-Q
Kecurigaan terhadap GERD secara klinis dapat dikonfirmasi dengan melakukan kuesioner GERD-Q. GERD-Q terdiri dari 6 butir pertanyaan yang masing-masing dinilai dengan skor 0 sampai 3, yaitu:
Dalam waktu 7 hari terakhir:
-
Seberapa sering anda mengalami sensasi rasa terbakar di daerah dada atau sternum (heartburn)?
-
0 hari = 0
-
1 hari = 1
-
2-3 hari = 2
-
4-7 hari = 3
-
-
Seberapa sering anda merasakan isi lambung naik kembali ke tenggorokan (regurgitasi)?
-
0 hari = 0
-
1 hari = 1
-
2-3 hari = 2
-
4-7 hari = 3
-
-
Seberapa sering anda merasakan nyeri epigastik?
-
0 hari = 3
-
1 hari = 2
-
2-3 hari = 1
-
4-7 hari = 0
-
-
Seberapa sering anda merasakan mual?
-
0 hari = 3
-
1 hari = 2
-
2-3 hari = 1
-
4-7 hari = 0
-
-
Seberapa sering anda mengalami gangguan tidur karena heartburn dan/atau regurgitasi?
-
0 hari = 0
-
1 hari = 1
-
2-3 hari = 2
-
4-7 hari = 3
-
-
Seberapa sering anda minum obat-obatan tambahan untuk mengurangi keluhan heartburn dan/atau regurgitasi, selain dari obat yang diresepkan oleh dokter?
-
0 hari = 0
-
1 hari = 1
-
2-3 hari = 2
-
4-7 hari = 3
-
Skor akhir GERD-Q < 7 menandakan pasien tidak memiliki penyakit refluks gastroesofageal. Skor GERD-Q 8 hingga 18 meningkatkan kemungkinan pasien mengalami GERD dan harus dilakukan penilaiaan lebih lanjut. Kuesioner GERD-Q ini memiliki sensitifitas 65% dan spesifisitas 71%. GERD-Q memiliki nilai prediksi positif yang sangat tinggi (92%) tetapi nilai prediksi negatifnya sangat rendah (22%). Penilaian klinis dokter digabungkan dengan GERD-Q dapat mengurangi prosedur diagnostik yang tidak dibutuhkan dan mengurangi biaya medis yang harus dikeluarkan pasien.[4,6,15,16]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien-pasien dengan GERD meliputi:
-
Kepala dan leher
- Suara serak
- Otitis media
- Karies gigi atau kerusakan enamel
- Disfagia
- Odinofagia
-
Toraks
- Jantung dalam batasan normal
- Paru dapat ditemukan adanya mengi
-
Abdomen
- Nyeri tekan epigastrik dapat ditemukan ataupun tidak
- Bising usus dapat normal ataupun tidak, terutama bila terdapat komplikasi
Pemeriksaan fisik pada pasien GERD sering kali ditemukan normal, kecuali jika terjadi komplikasi. Namun demikian, pemeriksaan fisik tetap harus dilakukan untuk eksklusi diagnosis banding dan kemungkinan adanya kelainan lain.[1,6,13]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang harus dipikirkan pada pasien refluks gastroesofageal adalah:
-
Gangguan gastrointestinal
-
Gastritis akut
- Gastritis kronis
- Hiatus hernia
- Ulkus peptikum
- Ulkus duodenum
- Infeksi H. pylori
- Gangguan motilitas usus
-
Sindroma usus iritabel/Irritable bowel syndrome (IBS)
-
-
Gangguan esofagus
- Akalasia
- Gangguan motilitas esofagus
- Spasme esofagus
- Esofagitis
-
Gangguan Hepatobilier
- Kolelitiasis
-
Keganasan
- Kanker esofagus
- Kanker gaster
- Metaplasia esofagus Barrett
-
Kongenital
- Malrotasi usus
-
Gangguan jantung
- Aterosklerosis
- Angina pektoris
- Sindroma koroner akut[1,6,13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang juga merupakan komponene pemeriksaan GERD yang penting. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk konfirmasi kecurigaan terhadap GERD. Beberapa jenis pemeriksaan cukup invasif, sehingga tidak disarankan untuk dilakukan tanpa adanya indikasi khusus.[4,6,14] Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya sebagai berikut:
Uji Inhibitor Pompa Proton / Proton Pump Inhibitor (PPI) Trial
Uji PPI merupakan salah satu metode diagnostik yang paling mudah dilakukan dan tidak invasif. Uji PPI umumnya dilakukan pada pasien-pasien GERD tanpa tanda bahaya atau risiko esofagus Barret. Uji PPI ini dilakukan dengan pemberian PPI selama 2 minggu tanpa dilakukan endoskopi terlebih dahulu. Bila didapatkan perbaikan klinis dengan pemberian PPI dan gejala kembali setelah terapi dihentikan, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan. Uji PPI ini merupakan salah satu metode diagnostik yang dianjurkan pada konsensus nasional di Indonesia tahun 2014, akan tetapi studi terbaru di Inggris menunjukkan bahwa uji PPI memiliki sensitifitas 71% dan spesifisitas hanya 44%. Hal ini membuat penegakan diagnosis GERD berdasarkan uji PPI saja harus dipertanyakan karena berisiko untuk penyalahgunaan/overuse PPI dan overdiagnosis GERD.[4,6,14]
Pemantauan pH (pH-Metri)
Pemantauan/monitoring pH adalah salah satu metode diagnostik GERD yang paling baik dan cukup sederhana. Pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan yang disarankan dalam konsensus nasional di Indonesia, terutama pada pasien dengan memiliki gejala ekstraesofageal sebelum terapi PPI atau pasien yang gagal terapi PPI. Pengukuran pH dapat dilakukan dalam 24 jam atau 48 jam (bila tersedia) dengan atau tanpa terapi supresi asam lambung. Konsensus Lyon tahun 2018 merekomendasikan untuk melakukan pH metri tanpa terapi PPI terutama pada pasien-pasien yang belum pernah didiagnosis GERD sebelumnya. Apabila pasien sudah pernah terbukti GERD atau memiliki komplikasi dari GERD, pH-metri dilakukan dengan dosis PPI 2x lebih banyak. Pasien-pasien dengan GERD akan menunjukkan perbaikan pH bila diberikan terapi PPI.[4,6,17]
Endoskopi dan Histopatologi
Endoskopi saluran gastrointestinal atas dan pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan baku emas untuk GERD dengan komplikasi. Histopatologi juga dapat menunjukkan metaplasia, displasia, atau malignansi. Pemeriksaan dengan endoskopi merupakan prosedur yang invasif, sehingga pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan bila tidak terdapat indikasi. Pemeriksaan ini sebaiknya hanya dilakukan pada pasien-pasien yang memiliki gejala bahaya/alarm symptoms.[4,6,14]
Tes Barium
Pemeriksaan dengan barium saat ini sudah tidak rutin dilakukan karena tidak sensitif untuk diagnosis GERD. Namun demikian, pemeriksaan ini lebih unggul bila dicurigai adanya stenosis esofagus, hernia hiatus, striktur, dan disfagia. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk evaluasi disfagia pasca operasi antirefluks bersamaan dengan endoskopi.[4,6]
Pemeriksaan Lain
Banyak modalitas diagnostik lain yang dapat dilakukan, di antaranya manometri esofagus dan tes bilitec. Pemeriksaan ini lebih ditujukan untuk evaluasi komplikasi GERD, bukan untuk diagnosis GERD secara rutin. Jika terdapat kecurigaan infeksi Helicobacter pylori, dapat dilakukan urea breath test atau biopsi menggunakan endoskopi.
Algoritma Diagnostik GERD di Indonesia
Algoritma diagnostik GERD di Indonesia saat ini masih menggunakan GERD-Q dan dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang seperti pH metri dan endoskopi bila terdapat indikasi.[4,6,14]
