Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Tujuan utama dari penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) antara lain untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Secara umum, penatalaksaan PPOK meliputi terapi nonfarmakologis, terapi farmakologis, dan terapi oksigen.
Kombinasi beberapa terapi farmakologis seperti budesonide-formoterol dan fluticasone-salmeterol juga telah dipelajari dan dibandingkan oleh studi.
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan meliputi edukasi, rehabilitasi, dan terapi nutrisi.
Edukasi
Edukasi diutamakan agas pasien berhenti merokok. Selain itu juga dijelaskan tentang jenis obat yang dikonsumsi, cara penggunaan, waktu dan dosis pemakaian obat yang tepat
Rehabilitasi
Rehabilitasi ditujukan untuk memperbaiki gejala sesak nafas dan toleransi aktifitas fisik. Program dapat dilaksanakan di dalam atau diluar rumah sakit oleh suatu tim multidispilin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, terapis respirasi dan psikolog.
Nutrisi
Malnutrisi merupakan hal yang sering terjadi pada PPOK. Malnutrisi pada pasien PPOK sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi paru, penurunan kapasitas aktifitas fisik, dan tingginya angka mortalitas. Oleh karena itu, pemberian nutrisi yang tepat merupakan bagian dari terapi pada pasien PPOK
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang mungkin bermanfaat untuk pasien PPOK adalah golongan beta 2 agonis, golongan antikolinergik, golongan methylxanthines, kortikosteroid, mukolitik, dan antibiotik. Pemberian terapi dapat dilakukan dengan strategi dual inhaler ataupun triple inhaler” kemudian backlink ke artikel ini pada “strategi dual inhaler ataupun triple inhaler.
Golongan Beta 2 Agonis
Bronkhodilator bekerja dengan melebarkan jalan nafas sehingga dapat menurunkan resistensi jalan nafas. Bronkhodilator dapat diberikan tunggal atau kombinasi tergantung derajat serangan PPOK
Golongan beta 2 agonis bekerja dengan menstimulasi reseptor beta2-adrenergik yang mengakibatkan relaksasi ott polos jalan nafas.
Tabel 1 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Beta 2 Agonis
Jenis Obat | Jenis Sediaan | ||||
Short Acting B2 Agonis (SABA) | Inhalasi (mcg) | Nebulisasi(mg/ml) | Oral(mg) | Injeksi (mg) | Durasi kerja (jam) |
Fenoterol
Levalbuterol
Terbutaline | 90, 100, 200 100-200
45-90
500 | 1, 2, 2.5, 5
1
0.1, 0.21, 0.25 | 2, 4, 5
2.5
2.5, 5 | 0.1, 0.5
0.2, 0.25, 1 | 4-6
4-6
6-8
4-6 |
Long Acting B2 Agonis (LABA) | |||||
ArformoterolFormoterol Indacaterol Olodaterol | 4.5-9 75-300 2.5, 5 25-50 | 0.00750.01 | 1212 24 24 12 |
Golongan Antikolinergik
Golongan antikolinergik bekerja dengan memblok efek bronkhokonstriktor dari Asetilkoline pada reseptor M2 Muskarinik yang terdapat di otot polos saluran nafas.
Tabel 2 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Antikolinergik
Jenis Obat | Jenis Sediaan | ||||
Short Acting Antikolinergik (SAMA) | Inhalasi (mcg) | Nebulisasi (mg/ml) | Oral(mg) | Injeksi (mg) | Durasi Kerja (Jam) |
Iptatropium BromideOxitropium Bromie | 20, 40100 | 0.2 | 6-87-9 | ||
Long acting antikolinergik (LAMA) | |||||
Aclidinium BromideGlycorirronium bromide Tiotropium Umeclidinium | 40015.6, 50 2.5, 5 62.5 |
1 mg |
0.2 mg | 1212-24 24 24 |
Golongan Methylxanthines
Jenis obat yang paling sering dipakai dari golongan ini adalah teofilin.
Tabel 3 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Methylxanthine
Jenis Obat | Sediaan Obat | ||
Methylxanthines | Oral | Injeksi (mg) | Durasi Kerja (Jam) |
Aminophylline Theophylline (lepas lambat)
| 105mg/ml (larutan) 100-600 mg | 250, 500 250, 400, 500 | Bervariasi, lebih dari 24 jamBervariasi, lebih dari 24 jam |
Kombinasi Obat Bronkodilator
Kombinasi dari obat bronchodilator dengan mekanisme dan durasi kerja yang berbeda dapat meningkatkan efek bronkodilatasi yang lebih lama. Kombinasi SABA dan SAMA diketahui lebih baik dibandingkan pemberian tunggal dalam memperbaiki FEV1 dan gejala PPOK.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid inhalasi yang dikombinasi dengan LABA pada pasien PPOK serangan berat hingga sedang diketahui dapat memperbaiki fungsi paru dan menurunkan eksaserbasi dibandingkan jika diberi secara tunggal. Kortikosteroid sistemik juga dapat diberikan pada pasien dengan eksaserbasi akut. Pilihan yang biasa digunakan adalah metilprednisolon atau prednison.
Mukolitik
Mukolitik dapat diberikan untuk mengurangi kekentalan dan mempermudah pengeluaran sputum. Penggunaan carbocysteine dan N-acetylcysteine diketahui dapat mengurangi eksaserbasi.
Antibiotik
Terapi antibiotik empiris dapat diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut (peningkatan sesak, batuk dan produksi sputum) dan adanya bukti suatu proses infeksi yang ditandai dengan demam, peningkatan leukosit atau gambaran infiltrat pada foto thoraks.
Pilihan antibiotik lini pertama adalah makrolid dan amoxicillin atau makrolid. Sedangkan untuk lini kedua dapat digunakan amoxicillin clavulanate, sefalosporin, dan kuinolon.
Tabel 4 Gejala dan Pilihan Obat yang Bisa Digunakan
Gejala | Golongan | Sediaan | Dosis |
Tanpa gejala | Tanpa obat | ||
Gejala intermiten (pada waktu aktivitas) | Beta 2 Agonis | Inhalasi kerja cepat | Bila perlu |
Gejala terus menerus | Antikolinergik | Ipratropium bromida 20 mcg | 3-4 kali sehari, 2-3 semprot |
Inhalasi Beta 2 agonis kerja cepat | Fenoterol 100 mcg/ semprot | 3-4 kali sehari, 2-3 semprot | |
Salbutamol 100 mcg/semprot | 3-4 kali sehari, 2-3 semprot | ||
Terbutalin 0.5 mcg/semprot | 3-4 kali sehari, 2-3 semprot | ||
Prokaterol 10 mcg/semprot | 3-4 kali sehari, 2-3 semprot | ||
Terapi kombinasi | Ipatropium bromida 20 mcg + salbutamol 100 mcg | 3-4 kali sehari, 2-3 semprot | |
Pasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas dalam aktivitas harian meskipun tatalaksana adekuat | Uji Kortikosteroid | Prednison atau metilprednisolon | 30-40 mg/hari selama 2 minggu |
Uji kortikosteroid memberi respon positif | Inhalasi kortikosteroid | Beklometason 50 mcg/ semprot | 2-4 kali/hari, 1-2 semprot |
Budesonid | 200-400 mcg, 2 kali per hari, maksimal 2400 mcg/hari |
Terapi Oksigen
Secara umum pasien PPOK berada dalam kondisi hipoksia berkepanjangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel dan jaringan. Pemberian oksigen relatif aman dan diketahui dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien PPOK berat. Para ahli menyarankan pemberian terapi oksigen pada pasien dengan PaO2 < 55mmHg, atau PaO2<59 mmHg disertai dengan polisitemia atau cor pulmonale. Pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul secara berkelanjutan merupakan pemberian standar pada pasien hipoksemia yang stabil.
Pada pasien PPOK dengan gejala gagal nafas harus dipertimbangkan untuk penggunaan ventilator mekanik dan dengan pengawasan yang ketat di ruang perawat intensif.
Terapi Eksaserbasi
PPOK merupakan kondisi penyakit yang bisa mengalami eksaserbasi akut sehingga harus ditangani dengan cepat. Eksaserbasi PPOK merupakan kondisi kompleks yang disebabkan oleh peningkatan inflamasi jalan nafas, peningkatan produksi mukus dan penumpukkan udara. Kondisi ini akan menyebabkan sesak nafas yang hebat, batuk, dan produksi sputum yang kental dan purulent. Eksaserbasi PPOK dapat diklasifikasikan menjadi :
- Eksaserbasi ringan dapat diatasi dengan pemberian SABA
- Eksaserbasi sedang dapat diatasi dengan SABA dengan tambahan antibiotic dan/atau kortikosteroid oral
- Eksaserbasi Berat perlu rawat inap atau dibawa ke unit gawat darurat. Eksaserbasi berat dapat menyebabkan gagal nafas
Indikasi rawat pada kasus PPOK eksaserbasi adalah:
- Sesak nafas yang timbul mendadak dan berat, frekuensi nafas yang tinggi, penurunan saturasi oksigen, dan penurunan kesadaran
- Gagal nafas akut
- Adanya sianosis atau edema perifer
- Eksaserbasi tidak membaik setelah penanganan pertama
- Adanya penyakit komorbid (gagal jantung, aritmia)
Pada penatalaksanaan PPOK eksaserbasi harus dinilai tingkat keparahan gejala, dilakukan AGD, dan Foto Thoraks. Oksigen diberikan dan saturasi oksigen dimonitor.
Bronkodilator
Pada kasus eksaserbasi, dosis atau frekuensi pemberian bronchodilator kerja pendek ditingkatkan. Dapat diberikan kombinasi pemberian SABA dan SAMA, dengan pilihan pemberian:
- Nebulisasi Salbutamol 2.5-5 mg setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti pemberian inhalasi 100-200mcg(1-2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi membaik.
- Nebulisasi Ipratropium 0.25-0.5mg setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti pemberian inhalasi 40mcg (2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik
Penggunaan bronkodilator kerja lama dipertimbangkan jika pasien sudah stabil. Dapat pula diberikan kortikosteroid sistemik dengan pilihan :
- Prednison oral 30-40mg, 1x/hari selama 5-7 hari
- Methylprednisolone oral 40-60mg 1x atau 2x/hari selama 5-7 hari
- Methylprednisolone intravena 0.5-2mg/kgbb setiap 6 jam selama 72 jam, yang kemudian diturunkan dengan titrasi atau ganti sediaan oral
Dapat dipertimbangkan pemberian antiobiotik jika ditemukan tanda infeksi bakteri pada eksaserbasi akut yang berat. Pilihan antibiotik antara lain :
- Levofloxacine oral 500mg/hari selama 3-10 hari, atau 750mg/hari selama 5 hari
Ciprofloxacine oral 500mg 2x/hari selama 7-10 hari
- Moxifloxacine oral/intravena 400mg/hari selama 3-10 hari
- Ampicillin/Sulbactam intravena 1.5-3 gr/6jam
- Piperacillin/tazobactam intravena 2.25-4.5 gr/6jam
- Vankomisin intravena 500-1000mg/12jam
Dapat pula dipertimbangkan noninvasive mechanical ventilation (NIV) atau invasive mechanical ventilation jika kondisi semakin berat dan mengancam nyawa. NIV dapat diberikan pada semua pasien PPOK eksaserbasi akut dengan asidosis respiratorik (pH<7,35, pCO2>65) yang persisten setelah pemberikan terapi medikamentosa yang adekuat. Pasien dengan pH <7.25 dalam terapi NIV memerlukan monitoring yang ketat, dan persiapkan untuk kemungkinan intubasi.
Pengaturan awal NIV dapat dimulai dengan Inspiratory Positive Airway Pressure (IPAP) 10 cmH2O dan dapat dititrasi bertahap hingga 20 cmH2O sesuai dengan kondisi klinis. Pengaturan Expiratory APositive Airway Pressure (EPAP) yang direkomendasikan adalah 4-5 cmH2O. Pengaturan FiO2 disesuakan dengan kondisi pasien dengan target saturasi O2 88-92%.
Monitoring pada tanda vital, saturasi oksigen dan tingkat kesadaran sangat penting dilakukan pada awal penggunaan NIV. Pemeriksaan Analisa Gas Darah harus dilakukan secara serial untuk memonitor keberhasilan NIV. Pertimbangkan ventilasi mekanik invasif pada pasien dengan kondisi klinis yang tidak membaik dalam 4 jam setelah penggunaan NIV.
Pasien yang tampak membaik dalam 1 jam pertama penggunaan NIV, setidaknya mendapatkan terapi ini selama 24 jam. Jika pH >7.35 sudah tercapai, dapat dimulai penyapihan vemtilasi mekanik.
Lakukan monitor cairan, pemberian heparin subkutan untuk pencegahan thromboemboli, identifikasi dan tangani kondisi penyerta lainnya (gagal jantung, aritmia, emboli paru). [2, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14]