Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik y2afrika 2022-03-21T17:53:11+07:00 2022-03-21T17:53:11+07:00
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Oleh :
Yudhistira Kurnia
Share To Social Media:

Tujuan utama dari penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) antara lain untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Secara umum, penatalaksaan PPOK meliputi terapi nonfarmakologis, terapi farmakologis, dan terapi oksigen.

Kombinasi beberapa terapi farmakologis seperti budesonide-formoterol dan fluticasone-salmeterol juga telah dipelajari dan dibandingkan oleh studi.

Terapi Nonfarmakologis

Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan meliputi edukasi, rehabilitasi, dan terapi nutrisi.

Edukasi

Edukasi diutamakan agas pasien berhenti merokok. Selain itu juga dijelaskan tentang jenis obat yang dikonsumsi, cara penggunaan, waktu dan dosis pemakaian obat yang tepat

Rehabilitasi

Rehabilitasi ditujukan untuk memperbaiki gejala sesak nafas dan toleransi aktifitas fisik. Program dapat dilaksanakan di dalam atau diluar rumah sakit oleh suatu tim multidispilin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, terapis respirasi dan psikolog.

Nutrisi

Malnutrisi merupakan hal yang sering terjadi pada PPOK. Malnutrisi pada pasien PPOK sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi paru, penurunan kapasitas aktifitas fisik, dan tingginya angka mortalitas. Oleh karena itu, pemberian nutrisi yang tepat merupakan bagian dari terapi pada pasien PPOK

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yang mungkin bermanfaat untuk pasien PPOK adalah golongan beta 2 agonis, golongan antikolinergik, golongan methylxanthines, kortikosteroid, mukolitik, dan antibiotik. Pemberian terapi dapat dilakukan dengan strategi dual inhaler ataupun triple inhaler” kemudian backlink ke artikel ini pada “strategi dual inhaler ataupun triple inhaler.

Golongan Beta 2 Agonis

Bronkhodilator bekerja dengan melebarkan jalan nafas sehingga dapat menurunkan resistensi jalan nafas. Bronkhodilator dapat diberikan tunggal atau kombinasi tergantung derajat serangan PPOK

Golongan beta 2 agonis bekerja dengan menstimulasi reseptor beta2-adrenergik yang mengakibatkan relaksasi ott polos jalan nafas.

Tabel 1 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Beta 2 Agonis

Jenis Obat Jenis Sediaan
Short Acting B2 Agonis (SABA) Inhalasi (mcg)

Nebulisasi(mg/ml)

Oral(mg)

Injeksi (mg) Durasi kerja (jam)

Salbutamol

 

Fenoterol

 

Levalbuterol

 

Terbutaline

90, 100, 200

100-200

 

45-90

 

500

1, 2, 2.5, 5

 

1

 

0.1, 0.21, 0.25

2, 4, 5

 

2.5

 

 

 

2.5, 5

0.1, 0.5

 

 

 

0.2, 0.25, 1

4-6

 

4-6

 

6-8

 

4-6

Long Acting B2 Agonis (LABA)

ArformoterolFormoterol

Indacaterol

Olodaterol

Salmeterol

4.5-9

75-300

2.5, 5

25-50

0.00750.01

1212

24

24

12

 Golongan Antikolinergik

Golongan antikolinergik bekerja dengan memblok efek bronkhokonstriktor dari Asetilkoline pada reseptor M2 Muskarinik yang terdapat di otot polos saluran nafas.

Tabel 2 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Antikolinergik

Jenis Obat Jenis Sediaan
Short Acting Antikolinergik (SAMA) Inhalasi (mcg) Nebulisasi (mg/ml) Oral(mg) Injeksi (mg) Durasi Kerja (Jam)
Iptatropium BromideOxitropium Bromie 20, 40100 0.2 6-87-9
Long acting antikolinergik (LAMA)

Aclidinium BromideGlycorirronium bromide

Tiotropium

Umeclidinium

40015.6, 50

2.5, 5

62.5

 

1 mg

 

0.2 mg

1212-24

24

24

Golongan Methylxanthines

Jenis obat yang paling sering dipakai dari golongan ini adalah teofilin.

Tabel 3 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Methylxanthine

Jenis Obat Sediaan Obat
Methylxanthines Oral Injeksi (mg) Durasi Kerja (Jam)

Aminophylline

Theophylline

(lepas lambat)

 

105mg/ml (larutan)

100-600 mg

250, 500

250, 400, 500

Bervariasi, lebih dari 24 jamBervariasi, lebih dari 24 jam

Kombinasi Obat Bronkodilator

Kombinasi dari obat bronchodilator dengan mekanisme dan durasi kerja yang berbeda dapat meningkatkan efek bronkodilatasi yang lebih lama. Kombinasi SABA dan SAMA diketahui lebih baik dibandingkan pemberian tunggal dalam memperbaiki FEV1 dan gejala PPOK.

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid inhalasi yang dikombinasi dengan LABA pada pasien PPOK serangan berat hingga sedang diketahui dapat memperbaiki fungsi paru dan menurunkan eksaserbasi dibandingkan jika diberi secara tunggal. Kortikosteroid sistemik juga dapat diberikan pada pasien dengan eksaserbasi akut. Pilihan yang biasa digunakan adalah metilprednisolon atau prednison.

Mukolitik

Mukolitik dapat diberikan untuk mengurangi kekentalan dan mempermudah pengeluaran sputum. Penggunaan carbocysteine dan N-acetylcysteine diketahui dapat mengurangi eksaserbasi.

Antibiotik

Terapi antibiotik empiris dapat diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut (peningkatan sesak, batuk dan produksi sputum) dan adanya bukti suatu proses infeksi yang ditandai dengan demam, peningkatan leukosit atau gambaran infiltrat pada foto thoraks.

Pilihan antibiotik lini pertama adalah makrolid dan amoxicillin atau makrolid. Sedangkan untuk lini kedua dapat digunakan amoxicillin clavulanate, sefalosporin, dan kuinolon.

Tabel 4 Gejala dan Pilihan Obat yang Bisa Digunakan

Gejala Golongan Sediaan Dosis
Tanpa gejala Tanpa obat
Gejala intermiten (pada waktu aktivitas) Beta 2 Agonis Inhalasi kerja cepat Bila perlu
Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium bromida 20 mcg 3-4 kali sehari, 2-3 semprot
Inhalasi Beta 2 agonis kerja cepat Fenoterol 100 mcg/ semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot
Salbutamol 100 mcg/semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot
Terbutalin 0.5 mcg/semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot
Prokaterol 10 mcg/semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot
Terapi kombinasi Ipatropium bromida 20 mcg + salbutamol 100 mcg 3-4 kali sehari, 2-3 semprot
Pasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas dalam aktivitas harian meskipun tatalaksana adekuat Uji Kortikosteroid Prednison atau metilprednisolon 30-40 mg/hari selama 2 minggu
Uji kortikosteroid memberi respon positif Inhalasi kortikosteroid Beklometason 50 mcg/ semprot 2-4 kali/hari, 1-2 semprot
Budesonid 200-400 mcg, 2 kali per hari, maksimal 2400 mcg/hari

Terapi Oksigen

Secara umum pasien PPOK berada dalam kondisi hipoksia berkepanjangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel dan jaringan. Pemberian oksigen relatif aman dan diketahui dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien PPOK berat. Para ahli menyarankan pemberian terapi oksigen pada pasien dengan PaO2 < 55mmHg, atau PaO2<59 mmHg disertai dengan polisitemia atau cor pulmonale. Pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul secara berkelanjutan merupakan pemberian standar pada pasien hipoksemia yang stabil.

Pada pasien PPOK dengan gejala gagal nafas harus dipertimbangkan untuk penggunaan ventilator mekanik dan dengan pengawasan yang ketat di ruang perawat intensif.

Terapi Eksaserbasi

PPOK merupakan kondisi penyakit yang bisa mengalami eksaserbasi akut sehingga harus ditangani dengan cepat. Eksaserbasi PPOK merupakan kondisi kompleks yang disebabkan oleh peningkatan inflamasi jalan nafas, peningkatan produksi mukus dan penumpukkan udara. Kondisi ini akan menyebabkan sesak nafas yang hebat, batuk, dan produksi sputum yang kental dan purulent. Eksaserbasi PPOK dapat diklasifikasikan menjadi :

  • Eksaserbasi ringan dapat diatasi dengan pemberian SABA
  • Eksaserbasi sedang dapat diatasi dengan SABA dengan tambahan antibiotic dan/atau kortikosteroid oral
  • Eksaserbasi Berat perlu rawat inap atau dibawa ke unit gawat darurat. Eksaserbasi berat dapat menyebabkan gagal nafas

Indikasi rawat pada kasus PPOK eksaserbasi adalah:

  • Sesak nafas yang timbul mendadak dan berat, frekuensi nafas yang tinggi, penurunan saturasi oksigen, dan penurunan kesadaran
  • Gagal nafas akut
  • Adanya sianosis atau edema perifer
  • Eksaserbasi tidak membaik setelah penanganan pertama
  • Adanya penyakit komorbid (gagal jantung, aritmia)

Pada penatalaksanaan PPOK eksaserbasi harus dinilai tingkat keparahan gejala, dilakukan AGD, dan Foto Thoraks. Oksigen diberikan dan saturasi oksigen dimonitor.

Bronkodilator

Pada kasus eksaserbasi, dosis atau frekuensi pemberian bronchodilator kerja pendek ditingkatkan.  Dapat diberikan kombinasi pemberian SABA dan SAMA, dengan pilihan pemberian:

  • Nebulisasi Salbutamol 2.5-5 mg setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti pemberian inhalasi 100-200mcg(1-2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi membaik.
  • Nebulisasi Ipratropium 0.25-0.5mg setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti pemberian inhalasi 40mcg (2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik

Penggunaan bronkodilator kerja lama dipertimbangkan jika pasien sudah stabil. Dapat pula diberikan kortikosteroid sistemik dengan pilihan :

  • Prednison oral 30-40mg, 1x/hari selama 5-7 hari
  • Methylprednisolone oral 40-60mg 1x atau 2x/hari selama 5-7 hari
  • Methylprednisolone intravena 0.5-2mg/kgbb setiap 6 jam selama 72 jam, yang kemudian diturunkan dengan titrasi atau ganti sediaan oral

Dapat dipertimbangkan pemberian antiobiotik jika ditemukan tanda infeksi bakteri pada eksaserbasi akut yang berat. Pilihan antibiotik antara lain :

  • Levofloxacine oral 500mg/hari selama 3-10 hari, atau 750mg/hari selama 5 hari
  • Ciprofloxacine oral 500mg 2x/hari selama 7-10 hari

  • Moxifloxacine oral/intravena 400mg/hari selama 3-10 hari
  • Ampicillin/Sulbactam intravena 1.5-3 gr/6jam
  • Piperacillin/tazobactam intravena 2.25-4.5 gr/6jam
  • Vankomisin intravena 500-1000mg/12jam

Dapat pula dipertimbangkan noninvasive mechanical ventilation (NIV) atau invasive mechanical ventilation jika kondisi semakin berat dan mengancam nyawa. NIV dapat diberikan pada semua pasien PPOK eksaserbasi akut dengan asidosis respiratorik (pH<7,35, pCO2>65) yang persisten setelah pemberikan terapi medikamentosa yang adekuat. Pasien dengan pH <7.25 dalam terapi NIV memerlukan monitoring yang ketat, dan persiapkan untuk kemungkinan intubasi.

Pengaturan awal NIV dapat dimulai dengan Inspiratory Positive Airway Pressure (IPAP) 10 cmH2O dan dapat dititrasi bertahap hingga 20 cmH2O sesuai dengan kondisi klinis. Pengaturan Expiratory APositive Airway Pressure (EPAP) yang direkomendasikan adalah 4-5 cmH2O. Pengaturan FiO2 disesuakan dengan kondisi pasien dengan target saturasi O2 88-92%.

Monitoring pada tanda vital, saturasi oksigen dan tingkat kesadaran sangat penting dilakukan pada awal penggunaan NIV. Pemeriksaan Analisa Gas Darah harus dilakukan secara serial untuk memonitor keberhasilan NIV. Pertimbangkan ventilasi mekanik invasif pada pasien dengan kondisi klinis yang tidak membaik dalam 4 jam setelah penggunaan NIV.

Pasien yang tampak membaik dalam 1 jam pertama penggunaan NIV, setidaknya mendapatkan terapi ini selama 24 jam. Jika pH >7.35 sudah tercapai, dapat dimulai penyapihan vemtilasi mekanik.

Lakukan monitor cairan, pemberian heparin subkutan untuk pencegahan thromboemboli, identifikasi dan tangani kondisi penyerta lainnya (gagal jantung, aritmia, emboli paru). [2, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14]

Referensi

2. MedScape. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). March 2017 [ Cited 2017 14 March]; Available from : http://emedicine.medscape.com/article/297664


8. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD, Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2017. January 2017. [Cited 2017 15 March]; available from: http://www.goldcopd.org


9. MedScape. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) and Emphysema in Emergency Medicine. January 2016 [Cited 2017 15 March]; Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/807143


10. Antariksa B, Sitompul ANL, Ginting AK, Hasan A, Tanuwihardja BY, Drastyawan B, et al. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); 2011. hal.1-86.


11. National Institute for Health and Clinical Excellence. Management of Chronic Obstuctive Pulmonary Disease in Adult in Primary and Secondary Care. June 2010 [Cited 2017 15 March]; available from:
https://www.nice.org.uk/guidance/cg101/evidence/full-guideline-134519581


12. Calverley PM, Anderson JA, Celli B, et al. Salmeterol and Fluticasone Propionate and Survival in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. N engl J Med. 2007 Feb. 356(8):775-89.


13. Royal College of Physicians, British Thoracic Society, Intensive Care Society Chronic obstructive pulmonary disease: non invasive ventilation with bi-phasic positive airways pressure in the management of patients with acute type 2 respiratory failure. 2008. [Cited 2017 28 March]; available from :
https://www.brit-thoracic.org.uk/document-library/clinical-information/niv/niv-guidelines/btsrcpics-guideline-on-niv-in-copd/


14. British Medical Journal. Acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease. 10 March 2016. [ Cited 2017 29 March]; Available from :
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/8/treatment/details.html

Diagnosis Penyakit Paru Obstrukt...
Prognosis Penyakit Paru Obstrukt...

Artikel Terkait

  • Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
    Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
  • Efek Samping Sistem Kardiovaskular Pada Bronkodilator Kerja Panjang Untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis
    Efek Samping Sistem Kardiovaskular Pada Bronkodilator Kerja Panjang Untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis
  • Peran IGRA dalam Mendiagnosa Tuberkulosis Laten
    Peran IGRA dalam Mendiagnosa Tuberkulosis Laten
  • Antihistamin Tidak Disarankan untuk Asma
    Antihistamin Tidak Disarankan untuk Asma
  • Skrining dan Profilaksis TB pada Bayi dengan Ibu TB Aktif
    Skrining dan Profilaksis TB pada Bayi dengan Ibu TB Aktif

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
07 April 2022
Kortikosteroid jangka panjang untuk pasien PPOK - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Selamat pagi dr. Desy Puspa, SpPD,Saya mau bertanya dok, apakah indikasi serta efek samping terkait pemberian kortikosteroid inhalasi secara jangka panjang...
Anonymous
09 Maret 2022
Pasien usia 87 tahun dengan batuk dan riwayat merokok selama 40 tahun - Paru Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dr. Khairudin Sp.P, ijin konsultasi dok, datang seorang lansia pria usia 87tahun dg keluhan utama batuk. Keluhan muncul sejak 1 bln yg lalu, batuk...
Anonymous
01 Maret 2022
Pasien laki-laki usia 54 tahun dengan demam 7 hari
Oleh: Anonymous
12 Balasan
Alo dokter izin diskusi rontgen pasien paru berikut. Tn. M usia 54 tahun dengan demam 7 hari sudah pernah dirawat di klinik dan injeksi antibiotik demam...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.