Perbandingan Potensi Kortikosteroid Sistemik

Oleh :
dr. Gisheila Ruth Anggitha

Perbandingan potensi kortikosteroid sistemik adalah hal yang penting untuk diketahui dokter dalam memberikan terapi. Hal ini dikarenakan setiap kortikosteroid memiliki masa kerja yang berbeda-beda dan aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid yang berbeda.

Sebagai antiinflamasi, kortikosteroid dibutuhkan dalam dosis tinggi, yaitu 3-10 kali lipat dari dosis fisiologis. Pada kondisi berat dan akut, diperlukan kortikosteroid dosis tinggi tanpa menimbulkan efek samping yang besar.

shutterstock_575534215-min

 

Beberapa kasus bahkan membutuhkan terapi jangka panjang untuk memperbaiki keadaan klinis. Hal ini menyulitkan dalam menghindari efek samping, karena kortikosteroid mempengaruhi sebagian besar organ tubuh. Oleh sebab itu, keputusan menggunakan kortikosteroid sistemik sangat membutuhkan pertimbangan yang cermat  akan perbandingan risiko dan manfaat pada setiap pasien.[1]

Penggunaan Kortikosteroid dalam Praktik Klinis

Kortikosteroid merupakan obat yang bekerja mirip dengan aktivitas glukokortikoid dalam tubuh. Glukokortikoid endogen utama di dalam tubuh adalah kortisol. Kortisol diproduksi di kelenjar adrenal melalui metabolisme kolesterol. Produksi kortisol endogen dikontrol oleh aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal dan terjadi pada pola diurnal dan sirkadian setiap 24 jam.[1,2]

Kortikosteroid memiliki banyak fungsi dalam mengobati peradangan dan gangguan fungsi imun berdasarkan efek antiinflamasi dan imunosupresan yang poten. Obat ini juga banyak dipakai sebagai terapi untuk mengobati alergi dan gangguan inflamasi dengan mengatasi respon sistem imun yang tidak diinginkan.[1,2]

Kortikosteroid cukup sering digunakan sejak lebih dari 60 tahun yang lalu pada berbagai penyakit akut maupun kronik. Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Benard-Laribiere et al di Prancis, didapatkan prevalensi penggunaan kortikosteroid oral pada 382.572 individu sebesar 17% pada tahun 2014, meningkat 14% dari tahun 2007. Pengguna kortikosteroid paling banyak ada pada usia >50 tahun. Sebagian besar jenis kortikosteroid yang digunakan adalah prednisolone.[3]

Penelitian lain yang dilakukan oleh Waljee AK, et al pada lebih dari 500.000 individu di Amerika, didapatkan 21,1% pasien rawat jalan mendapatkan resep kortikosteroid oral untuk penggunaan jangka pendek dengan rerata penggunaan kortikosteroid oral berkisar selama 6 hari. Jenis kortikosteroid yang diberikan paling banyak adalah prednison dengan dosis 20 mg/hari.[4]

Indikasi Penggunaan Kortikosteroid

Kortikosteroid banyak digunakan untuk berbagai penyakit, yaitu sebagai terapi simtomatik jangka pendek maupun terapi jangka panjang. Kortikosteroid umum digunakan pada reaksi alergi dan asma, edema paru toksik, eksaserbasi akut dari penyakit autoimun (lupus eritematosus sistemik, rheumatoid arthritis, dan multiple sclerosis), dan eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik.[5]

Kortikosteroid juga digunakan untuk penatalaksanaan penyakit kronik berupa asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan penyakit peradangan usus, penyakit sendi, oftalmopati Grave, dan pada kondisi persalinan prematur juga diberikan untuk pematangan paru janin.[5]

Penggunaan kortikosteroid untuk terapi sistemik dapat diberikan secara oral, intravena, atau intramuskular. Penggunaan jangka pendek kortikosteroid sistemik biasanya digunakan untuk life saving. Pada kondisi tertentu, seperti gangguan imunologi, kortikosteroid perlu diberikan dalam jangka panjang.[2]

Perbandingan Potensi Kortikosteroid Sistemik

Potensi kortikosteroid sistemik dilihat dari efek glukokortikoid dan mineralokortikoid. Adapun efek glukokortikoid, berperan dalam mengatur metabolisme dalam mempertahankan homeostasis, memiliki efek antiinflamasi, imunosupresi, antiproliferasi, dan vasokonstriksi, dengan kortisol (hidrokortison) sebagai pembandingnya.

Efek mineralokortikoid berperan dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dengan aldosteron sebagai prototipe nya. Mineralokortikoid yang berlebih dapat menyebabkan hipernatremia, dan peningkatan volume cairan ekstraseluler, hipokalemia, dan alkalosis.[1,2]

Jenis-Jenis Kortikosteroid Berdasarkan Durasi Kerja

Berdasarkan durasi supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, kortikosteroid dibedakan menjadi short acting (<12 jam), intermediate acting (12-36 jam), dan long acting (>36 jam).

Beberapa jenis  kortikosteroid didesain untuk meningkatkan potensi dan meminimalisasi efek mineralokortikoid. Golongan yang memiliki potensi tinggi dengan efek mineralokortikoid rendah, digunakan untuk mencegah atau mengatasi alergi, inflamasi, atau respon imun yang tidak diharapkan. [2]

Kortikosteroid short acting (<12 jam), yaitu kortison dan hidrokortison, memiliki efek glukokortikoid yang paling rendah. Kedua steroid ini memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid yang seimbang sehingga pemilihan obat cocok untuk pasien dengan insufisiensi adrenal.[5]

Kortikosteroid yang bersifat intermediate acting (12-36 jam), seperti prednison, prednisolon, dan metilprednison memiliki aktivitas glukokortikoid yang tinggi relatif terhadap aktivitas mineralokortikoidnya. Namun, di antara ketiga jenis steroid tersebut, metilprednisolon memiliki efek mineralokortikoid yang lebih rendah sehingga dapat digunakan pada kondisi dimana pasien tidak toleransi terhadap efek mineralokortikoid (seperti retensi cairan).[5]

Kortikosteroid long acting (>36 jam), seperti deksametason juga memiliki aktivitas mineralokortikoid yang minimal, namun deksametason bersifat lebih poten dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan dengan prednison dan prednisolon. Penggunaan deksametason jangka panjang juga dihubungkan dengan adanya supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, sehingga lebih cocok diberikan pada keadaan yang berat dan akut.[5]

Tabel 1. Perbandingan Kortikosteroid Sistemik

Nama Dosis farmakologis equivalen (mg) Potensi anti-inflamasi (relative) Durasi efek (aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal) (jam) Potensi mineralokortikoid

Short acting

Hidrokortison

 

 

20

 

1

 

8-12

 

1

Intermediate acting

Prednisone

Prednisolone

Metilprednisolone

 

5

5

4

 

4

4

5

 

18-36

18-36

18-36

 

0,8

0,8

0,5

Long acting

Dexamethasone

 

0,75

 

25

 

>36

 

0

Sumber: Williams, Dennis M. Clinical Pharmacology of Corticosteroids. 2018.

Kortikosteroid sistemik digunakan untuk menggantikan glukokortikoid fisiologis dalam menekan inflamasi dan reaksi sistem imun yang tidak diharapkan. Untuk jangka pendek, kortikosteroid biasanya diindikasikan sebagai terapi utama untuk menekan eksaserbasi akut pada asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Pada penggunaan jangka panjang, kortikosteroid bukan menjadi terapi lini pertama. Pemberian kortikosteroid pada penyakit kronik biasanya dipertimbangkan apabila terapi lini pertamanya tidak memberikan respon optimal. Pada kondisi ini, penggunaan steroid perlu diawasi dengan ketat.[2,4]

Penggunaan Kortikosteroid Sistemik Intravena

Kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Administrasi kortikosteroid parenteral intravena diberikan pada keadaan darurat, yaitu saat syok sepsis, eksaserbasi PPOK, dan eksaserbasi berat asma. Pada kondisi kasus nefritis lupus yang mengancam jiwa, kortikosteroid intravena juga diperlukan. Kortikosteroid intravena diberikan dalam jangka waktu singkat.[2,4]

Pada pasien sepsis, kortikosteroid intravena dapat diberikan untuk menekan respon imun tubuh. Pemilihan kortikosteroid pada sepsis adalah hidrokortison 200-400 mg/hari dengan frekuensi pemberian 3-4 kali per hari. Dosis hidrokortison ini setara dengan metilprednisolon 40-80 mg diberikan dua kali sehari dan deksametason 7,5 mg-15 mg/hari sekali sehari.[6]

Kortikosteroid intravena juga diberikan untuk mengatasi reaksi alergi akut yang berat atau syok anafilaksis. Kortikosteroid yang sering digunakan adalah hidrokortison 200 mg. Pemberian dosis ini setara dengan deksametason 0,2-0,5 mg/kgBB atau metilprednisolon 0,5-1 mg/kg/BB setiap 6 jam. [7,8]

Serangan akut asma yang tidak dapat diatasi dengan terapi inhalasi, dapat diterapi dengan penggunaan kortikosteroid intravena metilprednisolon 125 mg (1,5 mg/kg) atau alternatif dengan deksametason 20 mg IM atau IV. Pada pasien dengan eksaserbasi PPOK dapat diberikan prednisolon 60 mg IV per hari atau setara dengan deksametason 9 mg.[9]

Penggunaan Kortikosteroid Oral

Serangan akut asma diterapi dengan kortikosteroid oral short acting dan dimulai dengan dosis yang tinggi, seperti prednisolon 40-50 mg per hari selama beberapa hari. Alternatif penggunaan steroid dapat diberikan 6 mg deksametason atau 32 mg metilprednisolon.

Pada kondisi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), terapi kortikosteroid juga diperlukan dengan memberikan prednisolon 30 mg sehari selama 7 – 14 hari. Dosis ini ekuivalen dengan 5 mg deksametason, 32 mg metilprednisolon, atau 200 mg hidrokortison. Pemberian dosis ini adalah untuk pasien dewasa.

Kortikosteroid juga dapat memperbaiki prognosis pada penyakit imun, seperti lupus eritematosus sistemik, temporal arteritis, atau polyarteritis nodosa. Untuk terapi pada kondisi ini diberikan prednisolon dosis tinggi 40-60 mg per hari dan kemudian dosis dikurangi sampai dosis yang paling rendah (dosis pemeliharaan) yang tetap dapat mengendalikan penyakit.[10,11]

Prednisolon merupakan kortikosteroid oral yang paling sering digunakan dalam terapi penyakit kronik untuk diberikan jangka panjang. Pengobatan dengan kortison atau hidrokortison memiliki efek mineralokortikoid yang cukup tinggi sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Betametason dan deksametason memiliki aktivitas glukokortikoid yang tinggi dan mineralokortikoid yang rendah sehingga dapat digunakan pada kondisi yang memerlukan kortikosteroid dosis tinggi tanpa mengakibatkan retensi cairan.[10,11]

Kesimpulan

Kortikosteroid memiliki banyak fungsi dalam mengobati penyakit peradangan dan gangguan fungsi imun berdasarkan efek antiinflamasi dan imunosupresan yang poten. Kortikosteroid secara sistematik dibagi menjadi beberapa klasifikasi, berdasarkan potensi, efek mineralokortikoid, dan durasi supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.

Memahami perbandingan potensial pada jenis-jenis kortikosteroid adalah hal yang penting, karena hal ini dapat digunakan sebagai acuan dalam merekomendasikan kortikosteroid jenis lain beserta dosisnya, terhadap pasien yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid, yang hendak melanjutkan pengobatannya, tetapi jenis yang sama tidak tersedia di layanan kesehatan.

Selain itu, pemahaman akan perbandingan potensi kortikosteroid akan membantu para praktisi untuk menyesuaikan dosis dari steroid yang berbeda untuk setiap kondisi medis tertentu.

Referensi