Diagnosis Shigellosis
Diagnosis shigellosis perlu dicurigai pada pasien dengan keluhan demam dan diare berair, terutama diare dengan darah dan mukus. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kultur atau PCR.
Anamnesis
Gejala shigellosis mulai timbul setelah 1 – 4 hari pasca paparan. Pasien yang sudah pernah mengalami infeksi Shigella sp sebelumnya dapat tidak menunjukkan gejala pada infeksi berikutnya.
Gejala Umum
Gejala biasanya dimulai dengan demam, lemas, malaise, dan penurunan nafsu makan. Dalam waktu beberapa jam, gejala akan diikuti dengan diare berair. Pada pasien dengan sistem imun yang baik, penyakit biasanya bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari. Namun, gejala juga bisa diikuti dengan disentri atau diare berdarah dan berlendir, yang disertai dengan dengan nyeri perut dan tenesmus. Pada kasus dengan infeksi yang berat, diare dapat terjadi dengan frekuensi lebih dari 20 kali per hari. [1]
Nyeri perut yang terjadi pada saat disentri dapat timbul dengan intensitas yang tinggi sehingga seringkali dapat menyerupai nyeri pada kasus appendicitis. Untuk kelompok usia yang lebih muda, seperti pada bayi dan neonatus, nyeri dapat menyerupai enterokolitis nekrotikans atau intususepsi. [1,24]
Gejala pada Anak < 5Tahun
Pada anak yang berusia dibawah 5 tahun, gejala demam, nyeri perut, dan tenesmus lebih dominan ditemukan pada pasien yang mengalami disentri, sedangkan gejala nyeri perut dan dehidrasi lebih dominan ditemukan pada pasien yang mengalami diare berair. [3]
Faktor Risiko
Anamnesis juga diharapkan dapat menggali faktor risiko infeksi Shigella sp sehingga pencegahan untuk infeksi selanjutnya dapat dilakukan. Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain adalah lingkungan tempat tinggal, sanitasi dan higienitas, serta penyediaan makanan dan minuman. [2,5]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umum dapat ditemukan adanya demam. Tanda-tanda dehidrasi seperti adanya peningkatan laju nadi, turunnya tekanan darah, adanya mata cekung, penurunan turgor kulit, dan kondisi akral dingin perlu dicari. [1,25]
Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan adanya nyeri tekan, terutama pada regio kuadran bawah, serta peningkatan bising usus. Pada sebagian kecil kasus (1 – 3%), dapat ditemukan adanya prolaps rektum karena diare yang terus menerus. [26]
Diagnosis Banding
Diare berdarah dapat disebabkan oleh patogen lain seperti bakteri, parasit, atau virus. Patogen yang paling banyak menyebabkan diare berdarah selain Shigella sp adalah Enteroinvasive Escherischia coli (EIEC). Kedua patogen ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan kultur. [1,18]
Selain EIEC, bakteri lain yang dapat menyebabkan diare berdarah adalah Campylobacter jejuni, Vibrio cholerae, Yersinia enterocolitica, enterohemorrhagic Escherichia coli, dan Salmonella. Clostridium difficile juga dapat menyebabkan diare berdarah, namun frekuensinya lebih jarang. Patogen ini perlu dipertimbangkan ketika didapatkan riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya. [27]
Patogen lain yang dapat menyebabkan diare berdarah adalah Entamoeba histolytica, Schistosoma, dan cytomegalovirus. Kondisi non-infeksi seperti penyakit inflamasi saluran cerna, penyakit celiac, dan keganasan juga dapat menyebabkan diare berdarah. [27,28]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada shigellosis dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri. Identifikasi dapat melalui pemeriksaan kultur atau PCR. Beberapa pemeriksaan lain seperti pemeriksaan feses, laktoferin, dan endoskopi juga dapat dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosis.
Pemeriksaan Feses
Pada pemeriksaan feses rutin, dapat ditemukan adanya leukosit pada feses. Hal ini mengindikasikan adanya inflamasi difus pada kolon. Selain leukosit, darah samar juga dapat ditemukan pada pemeriksaan feses. Adanya darah samar pada feses dapat mengindikasikan adanya infeksi invasif dengan spesifisitas 63% dan sensitivitas 55%. [2,29]
Pemeriksaan laktoferin, yaitu protein yang bertugas mengantarkan besi, pada feses juga dapat dilakukan. Laktoferin ini diproduksi oleh leukosit dan keberadaannya mengindikasikan adanya inflamasi di saluran intestinal, walaupun sulit dibedakan apakah inflamasi tersebut bersifat infeksius atau non-infeksius. Pemeriksaan ini tidak disarankan dilakukan pada bayi yang masih mengkonsumsi ASI karena laktoferin juga terdapat pada ASI sehingga dapat memberikan hasil positif palsu. Untuk mendiagnosis infeksi invasif, laktoferin memiliki spesifisitas 64% dan sensitivitas 52%. [29,30]
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis shigellosis. Kultur diambil dari feses yang memiliki gumpalan mukus dan darah. Kultur diharapkan dapat diambil sebelum pasien mendapatkan antibiotik empiris. Selain untuk mengidentifikasi patogen, pemeriksaan kultur dapat sekaligus melihat resistensi antibiotik. [1]
Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan PCR memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendiagnosis Shigella sp dengan waktu yang lebih cepat. Pemeriksaan PCR multipleks memiliki spesifisitas 99,7% dan sensitivitas 100,0%. [31]
Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilakukan pada kasus berat, mikroorganisme tidak teridentifikasi, atau tidak ada perbaikan setelah pemberian terapi lini pertama. Endoskopi dapat membedakan antara kolitis fokal dan difus.
Pada kasus shigellosis, hasil endoskopi akan menunjukkan gambaran eritematosa pada mukosa saluran pencernaan yang tersebar secara difus dan disertai dengan ulkus berukuran kecil. Gambaran ini berbeda dengan penyebab disentri lain seperti amuba. Pada kasus amebiasis, endoskopi akan menunjukkan gambaran ulkus yang tersebar diskret tanpa ada tanda inflamasi generalisata. [1,2]